Kamis, 07 Mei 2015

Materi Pembinaan Warga Gereja



INTEGRITAS PEMIMPIN KRISTEN
Pdt. Bendrio P. Sibarani[1]

Pengantar
            Pertama-tama, saya patut memberikan apresiasi kepada Senat Mahasiwa untuk periode ini, sebab selama ini Senat mahasiswa dalam program-programnya kurang memberi perhatian khususnya yang bertemakan “Kepemimpinan”. Semoga ke depan program seperti ini akan dilaksanakan secara berkelanjutan sehingga melalui organisasi ini, lahir pemimpin-pemimpin Kristen yang berkualitas. Berbicara tentang kepemimpinan yang berkualitas, itu berarti tak bisa tidak, kita harus berbicara tentang integritas. Krisis integritas pemimpin dewasa ini menjadi masalah besar dalam dinamika kehidupan manusia. Sangat sulit mencari orang yang saleh, benar, jujur, setia, tulus hati dan bertanggung jawab. Tidak jarang telinga kita mendengar kicauan para pemimpin (politik maupun pemimpin agama) yang mengembar-gemborkan janji-janji palsu dan program-program politik maupun keagamaan demi sebuah jabatan tertentu. Tetapi setelah itu, semuanya menjadi sirna, dilupakan dan hambar ketika telah berhasil menduduki kursi jabatan yang diimpikannya. Bukan karena mereka tidak memiliki visi dan misi, tetapi karena miskin dan rendahnya integritas. Rendahnya integritas yang dimiliki seorang pemimpin dapat melumpuhkan visi dan misi yang dimilikinya.
            Bukan hanya dalam kepemimpinan sebuah organisasi, tetapi juga dalam memimpin diri sendiri, masalah integritas seringkali dipertanyakan pada setiap orang, termasuk mahasiswa Teologi yang adalah pemimpin bagi dirinya dan yang sedang dipersiapkan menjadi pemimpin umat ke depan. Sebab, orang yang tidak berhasil memimpin diri tidak layak menjadi pemimpin bagi orang lain. Sesuai tema yang diberikan kepada saya, yakni “Integritas Pemimpin Kristen”, maka pertama-tama kita perlu mengerti arti dan definisi tema ini.

 Integritas
            Secara sederhana arti kata “integritas” dapat dimengerti sebagai “keadaan yang sempurna, di mana perkataan dan perbuatan menyatu dalam diri seseorang”. Kata integritas berasal dari kata sifat Latin “integer” (utuh, lengkap). Dalam konteks ini, integritas adalah rasa batin “keutuhan” yang berasal dari kualitas seperti kejujuran dan konsistensi karakter. Secara definisi kata integritas berasal dari bahasa Inggris yakni “integrity”, yang berasal dari akar kata “integer” yang berarti “menyeluruh, lengkap atau segalanya”. Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, “Integritas” diartikan sebagai keterpaduan, kebulatan, keutuhan, jujur dan dapat dipercaya. Ini berarti bahwa orang yang memiliki integritas adalah orang yang memiliki keutuhan yakni satunya kata dan tindakan, jujur dan dapat dipercaya.[2].
Jhon Stott pernah menuliskan demikian, “Integritas adalah ciri orang-orang yang terintegrasi secara selaras, yang di dalam dirinya tidak ada dikotomi antara kehidupan pribadi dan kehidupan di muka umum, antara yang disaksikan dan yang diterapkan, antara yang diucapkan dan yang dilakukan.[3] Maksudnya, keselarasan antara perkataan dan perbuatan itu harus menjadi ciri khas orang-orang yang hidup terintegrasi. Integritas sebagai karakter bukanlah dilahirkan atau ada dengan sendirinya, melainkan merupakan hasil dari pengembangan diri tahap demi tahap dalam kehidupan seseorang, melalui kehidupan yang mau  belajar dan terus belajar. Integritas merupakan modal utama bagi seorang pemimpin. Untuk itu, syarat utama bagi seorang pemimpin ialah harus memiliki integritas.
               Jadi dapat disimpulkan bahwa integritas adalah kesesuaian atau kebersamaan antara perkataan dan perbuatan. Integritas bukan apa yang kita lakukan, tetapi siapa kita sesungguhnya.

Pemimpin Kristen
               Istilah pemimpin, kepemimpinan, dan memimpin pada berasal dari kata dasar yang sama "pimpin". Namun demikian ketiganya digunakan dalam konteks yang berbeda. Pemimpin adalah suatu lakon/peran dalam sistem tertentu; karenanya seseorang dalam peran formal belum tentu memiliki ketrampilan kepemimpinan dan belum tentu mampu memimpin. Istilah Kepemimpinan pada dasarnya berhubungan dengan ketrampilan, kecakapan, dan tingkat pengaruh yang dimiliki seseorang; oleh sebab itu kepemimpinan tidak bisa dimiliki oleh orang yang bukan "pemimpin". Menurut Kartini Kartono, pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan, khususnya kecakapan/kelebihan di satu bidang sehingga dia mampu mempengaruhi orang-orang lain untuk bersama-sama melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi pencapaian satu atau beberapa tujuan[4].
              (dapatkan materi ini dengan menghubungi: sibaranipdt.bendrio@yahoo.co.id)

TUGAS PANGGILAN GEREJA
Pdt. Bendrio P. Sibarani, M. Teol

I.       Pengantar
            Berbicara tentang Tugas Panggilan Gereja, bukan lagi pembicaraan yang asing bagi kita sekalian, khususnya kita sebagai para Pelayan, baik Majelis Jemaat maupun Pengurus-pengurus Pelka. Ketika mendengar Tugas Panggilan Gereja, pastilah terbesit di ingatan dan pikiran kita, tugas itu ialah dalam hal; Persekutuan (Koinonia), Kesaksian (Marturia) dan Pelayanan (Diakonia) atau yang biasa disebut “Tri Tugas Panggilan Gereja”. Meskipun tiga tugas Panggilan Gereja ini sudah bukan kata atau istilah yang asing dalam kehidupan bergereja, akan tetapi pemaknaan dan pemahaman serta dalam aksi, tugas panggilan gereja tersebut masih merupakan proses yang diharapkan selalu dinamis sehingga dalam melaksanakan dan mewujudkan tugas pelayanan tersebut para pelayan Tuhan selalu menuju pada kesempurnaan melayani Tuhannya.
Dalam Tata Gereja Protestan Indonesia Donggala (GPID)[2], Tugas panggilan Gereja ini diuraikan dengan jelas pada Peraturan-peraturan Dasar Bab VI Pasal 10;
Tugas Panggilan:
1.      Mewujudkan persekutuan atas dasar Yesus Kristus, baik untuk seluruh jemaat GPID Maupun dengan Gereja-gereja di Indonesia dan seluruh dunia (Koinonia)
2.      Memberitakan Injil Kerajaan Allah Kepada semua bangsa dan segala mahluk (Marturia)
3.      Melaksanakan pelayanan kasih kepada semua orang dan segala Mahluk (Diakonia)
Demikian juga halnya dalam tugas panggilan Pelayanan Kategorial[3]. Dengan  demikian, jelas bahwa mengenai Tugas Panggilan Gereja telah dimuat dengan jelas dalam Tata Gereja GPID. Untuk menyegarkan pemahaman kita kembali tentang Tugas Panggilan Gereja, baiklah kita menyimak Makalah sederhana ini. 

II.       Tugas Panggilan Gereja
a.      Apa itu Tugas?
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, “ Tugas” diartikan sebagai: Kewajiban yang harus dikerjakan, pekerjaan yang merupakan tanggungjawab; pekerjaan yang dibebankan; perintah untuk berbuat atau melakukan sesuatu”.[4] Dalam hubungannya dengan Gereja, maka dapat dipahami bahwa Tugas merupakan; kewajiban atau tanggungjawab yang harus dilakukan oleh setiap Orang percaya sesuai dengan maksud dan tujuan yang memberikan tugas tersebut, yaitu Tuhan Yesus Kristus, Sang Kepala Gereja.
b.      Panggilan
Kata “ Panggilan” berasal dari kata “Panggil”. Dalam hal ini, Tuhan Yesus Kristus Sang Kepala Gerejalah yang memanggil kita Gereja-Nya untuk Datang kepada-Nya, kemudian pergi bagi Dia. Jadi, “Panggilan”  dapat dipahami sebagai tindakan memberi diri secara total kepada Tuhan Yesus bukan hanya untuk datang kepada-Nya, tetapi juga untuk pergi bagi Dia (Pemanggilan dan pengutusan). Panggilan juga harus dipahami sebagai ajakan, undangan untuk melakukan sesuatu pekerjaan sesuai dengan kehendak yang memanggil, yakni Tuhan Yesus Kristus. 

c.       Gereja
Gereja (ekklesia) yang berarti sidang, perkumpulan, perhimpunan, paguyuban pada umumnya (seperti di kampung, di kota atau negara). Kata ini juga yang kemudian dipakai gereja untuk menamai kelompok orang yang percaya kepada Kristus setelah peristiwa salib dan kebangkitan Yesus Kristus[5].
Menurut Robertus Belarminos, Gereja adalah suatu bentuk manusia yang khusus.[6]  Kata “Gereja” yang dipakai sekarang dan digunakan secara luas dalam masyarakat Indonesia sesungguhnya berasal dari bahasa Portugis[7] yakni “Igreja” yang berarti “persekutuan”. Gereja juga diyakini oleh orang-orang Kristen sebagai wahyu dari Tuhan dalam arti yang sesungguhnya[8], artinya Gereja adalah sesuatu yang benar-benar difirmankan oleh Allah untuk dijadikan sebagai alat pemersatu dan sekaligus perekat semua orang Kristen (pengikut Yesus Kristus).
Menurut John Titaley, Gereja adalah organisasi keagamaan “universal” yang baru bermakna dalam konteks sosial tertentu, walaupun secara teologis bisa dirumuskan sebagai mitra kerja Allah yang ditempatkan dalam suatu konteks sosial tertentu.[9] Gereja juga adalah praeformasi atau bentuk pendahuluan dari pada umat manusia yang baru, gereja menuju kepada penyataan yang sepenuhnya dari kerajaan Allah yang hidup dari dan dalam abad kebangkitan.[10] Gereja harus dipahami sebagai sebuah terminologi yang mengikat pada masa dahulu, kini dan pada masa yang akan datang.

1.      Gereja Sebagai Persekutuan Orang Percaya
Gereja sebagai persekutuan orang percaya merupakan sebuah tatanan kehidupan sosial masyarakat yang berbasis dan bertumpu pada ajaran-ajaran Injil yang mengikat erat anggotanya dalam iman seorang dengan yang lain. Persekutuan Kristen pertama kali dikenal dengan sebutan “Kristen” adalah di Antiokhia yakni di daerah Siria (Kisah Para Rasul 11: 26). Orientasi kehidupan bergereja adalah Yesus Kristus, yang melakukan kehendak Allah di dalam kebenaran dan kebangkitan Yesus, di mana orang percaya dibangkitkan pada kehidupan baru  ( Roma 6 : 4).
(dapatkan materi ini dengan menghubungi: sibaranipdt.bendrio@yahoo.co.id)
III.             Penutup
Demikianlah secara umum mengenai Tugas Panggilan Gereja. Semoga Paper sederhana ini berguna memotivasi kita untuk lebih mendalami hakekat tugas Panggilan kita dalam melayaniNya melalui Pelayanan Kategorial di jemaat-jemaat-Nya. Tuhan Memberkati.                               














Tidak ada komentar:

Posting Komentar