Minggu, 28 Agustus 2011

bendrio sibarani: bendrio sibarani: misi dan dakwah; jangan dicurigai

bendrio sibarani: bendrio sibarani: misi dan dakwah; jangan dicurigai

bendrio sibarani: bendrio sibarani: misi dan dakwah; jangan dicurigai

bendrio sibarani: bendrio sibarani: misi dan dakwah; jangan dicurigai

STT Marturia Palu: Islamologi


Gerakan Pembaharuan Pemikiran Islam Di Indonesia
Suatu Tinjauan Historis
Pdt. Bendrio P Sibarani

1. Pendahuluan

            Gerakan pembaharuan dapat dipahami sebagai upaya untuk menuju modernisasi. Istilah modernisasi sendiri lahir di dunia barat yakni ketika terjadinya renaisance yang juga bersangkut paut dengan agama. Dalam dunia barat, modernisasi mengandung pengertian pikiran, aliran, gerakan dan usaha untuk mengubah faham-faham, adat istiadat, institusi-institusi lama dan lain sebagainya, dengan maksud agar semua itu dapat sesuai dengan pandangan-pandangan baru dan keadaan-keadaan baru yang ditimbulkan oleh kemajuan dalam perkembangan zaman (terutama di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi)[1]. Modernisasi seringkali dipertentangkan dengan apa yang dikenal dengan fundamentalisme. Fundamentalisme sendiri merupakan sebuah gerakan dalam agama Kristen protestan yang menekankan kewibawaan Alkitab dan kebenaran Alkitab baik dalam masalah kepercayaan, moral maupun dalam catatan sejarah tertulis[2].
            Menurut kamus bahasa Indonesia terbitan balai pustaka, modernisasi sendiri memiliki arti, yakni proses pergeseran sikap dan mentalitas sebagai warga masyarakat untuk bisa hidup sesuai dengan tuntutan hidup masa kini[3]. Lebih luas lagi, modernisasi atau pembaharuan dapat juga diartikan dengan reformasi, yakni membentuk kembali atau mengadakan perubahan ke arah yang lebih baik. Reformasi dalam bahasa Arab sering diartikan dengan Tajdid, yakni memperbaharui, yang dilakukan oleh Mujaddid (orang yang melakukan pembaharuan)[4].

            Dalam Islam terdapat ajaran-ajaran yang bersifat mutlak yang tidak dapat diubah-ubah, tetap ortodoks atau menurut sunnah, terutama dalam hal kepercayaan seperti halnya dalam ibadah. Dari sini mungkin akan muncul pertanyaan, bagaimana mungkin pembaharuan dapat dilakukan dalam agama Islam? Menurut H. M. Yusran Asmuni, Pembaharuan dalam agama Islam pada dasarnya bukanlah dilakukan pada hal-hal yang menyangkut dengan dasar atau fundamental dari ajaran Islam itu, tetapi membaharui penafsiran-penafsiran atau interpretasi terhadap ajaran-ajaran dasar Al-Quran dan Hadis itulah yang diperbaharui, sesuai dengan kebutuhan perkembangan zaman[5].
            Pembaharuan yang dianjurkan dalam Islam bukanlah Westernisasi dalam arti pembaratan cara berpikir, bertingkah laku yang bertentangan dengan ajaran Islam, melainkan pembaharuan tersebut dilakukan dalam pemikiran terhadap agama yang harus diperbaharui dan direformir. Pemikiran modern pada dasarnya dimaksudkan untuk menambah ilmu pengetahuan, memperluas pandangan terhadap keseluruhan soal kehidupan dan melapangkan pikiran serta memelihara keortodoksian agama.

2. Latar Belakang Lahirnya Gerakan Pembaharuan Dalam Islam
            Awal abad pertengahan merupakan masa gemilang bagi Islam, sebab di abad ini daerah-daerah Islam meluas di Barat dan di Timur. Di barat Islam tersebar  melalui Afrika utara sampai ke Spanyol, sedang di Timur melalui Persia sampai ke India. Pada umumnya daerah-daerah tersebut tunduk kepada kekuasaan khalifah yang waktu itu berpusat di Madinah, kemudian dipindahkan ke Damaskus dan terakhir pindah ke Bagdad. Pada masa inilah muncul para pemikir-pemikir dan ulama Islam yang besar, seperti; Maliki, Syafii, Hanafi, dan Hambali serta pemikir-pemikir dan ulama lainnya[6]. 
            Dengan munculnya pemikir dan para ulama Islam pada waktu itu, maka ilmu pengetahuan semakin berkembang dengan pesat, baik ilmu agama maupun ilmu non agama termasuk dalam bidang kebudayaan. Pemikir dan ulama Islam pada waktu itu telah mulai berhasil mengislamisasikan ilmu pengetahuan termasuk ilmu pengetahuan Persia kuno dan warisan-warisan Yunani, walaupun kedua kebudayaan yang terdapat dalam bangsa-bangsa tersebut harus disesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan pemikiran Islam pada waktu itu. Kemudian ilmu pengetahuan yang telah diadopsi oleh Islam tersebut mulai memasuki Eropa melalui Spanyol dan Sisilia.
            Puncak kemegahan Islam tersebut ternyata tidak dapat bertahan lama, terbukti bahwa pada waktu selanjutnya kemegahan Islam tersebut megalami kemunduran yang luar biasa (abad ke- 10) dan tenggelam berabad-abad lamanya. Kemunduran Islam tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya; meluasnya isu ijtihad di kalangan Islam, yakni berpalingnya pikiran untuk menggali secara langsung pada sumber pertama dan yang utama (Al-Quran dan Hadis). Pikiran Islam seringkali dipengaruhi oleh kepentingan Mazhab yang semakin subur di kalangan Islam, akibatnya perhatian kepada ilmu pengetahuan mulai berkurang dan kehidupan tarekat dengan pengaruh negatifnya semakin berkembang. Yang tak kalah penting juga adalah pengaruh persaudaraan sufi yang telah memikat hati masyarakat banyak hampir di semua daerah Islam. Walaupun mereka menerima berbagai takhyul dan kebiasaan umum, pandangan-pandangan yang otohipnotis, upacara-upacara keagamaan yang orgiastis dan pemujaan-pemujaan terhadap orang-orang suci di mana-mana telah terlihat[7].
            Faktor kedua yang mempengaruhi kemunduran Islam adalah juga karena perpecahan yang terjadi di kalangan Islam dalam bidang politik. Di samping itu kekuasaan khalifah semakin menurun, akibatnya Islam mulai terpecah belah karena tidak adanya lagi masyarakat Islam yang berbentuk persatuan dan kesatuan.
            Ketiga, adalah karena terjadinya perang salib yang digagas oleh kekristenan eropa dengan alasan untuk membela saudara seiman mereka yang ada di timur dan untuk merebut kembali kota suci Yerusalem yang kala itu telah dikuasai oleh Islam[8]. Dari ketiga faktor di atas, faktor utama yang mengakibatkan kemunduran Islam adalah kemunduran spirit yang ditampilkan dalam bentuk khurafat. Umat Islam tidak lagi menggunakan pikirannya sebagaimana pemikir-pemikir sebelumnya melakukan ijtihad.
            Setelah mengalami kemunduran selama berabad-abad lamanya, Islam kemudian mulai bangkit dengan adanya gerakan pembaharuan yang dipelopori oleh beberapa tokoh Islam seperti, Ibnu Taimiyah, Abdul Wahab, Ali Sanusi dan tokoh-tokoh lainnya. Gerakan pembaharuan ini didorong oleh, paham tauhid yang dianut kaum muslimin telah bercampur dengan kebiasaan-kebiasaan yang dipengaruhi oleh tarekat-tarekat, pemujaan-pemujaan terhadap orang suci dan segala sikap yang berbau kekufuran. Faktor lain  yang mendorong munculnya gerakan pembaharuan tersebut adalah juga sifat jumud yang membuat Islam berhenti berpikir dan berusaha. Padahal, Islam maju di zaman klasik karena mereka mementingkan ilmu pengetahuan. Faktor selanjutnya adalah Islam selalu terpecah belah dan juga dampak dari perjumpaan Islam dengan bangsa-bangsa barat.
            Pembaharuan Islam pada dasarnya berbeda dengan renaisance barat. Jika renaisance barat seringkali berdampak negatif yakni menyingkirkan agama, maka pembaharuan Islam bertujuan memperkuat prinsip dan ajaran-ajaran Islam kepada pemeluknya. Memperbaiki dan menghidupkan kembali prinsip-prinsip Islama adalah tujuan dari pembaharuan yang terjadi dalam Islam. Karena itu, pembaharuan dalam Islam bukan hanya mengajak maju ke depan untuk melawan segala kebodohan dan kemelaratan, tetapi juga untuk kemajuan ajaran-ajaran Islam itu sendiri. Dalam masa kemunduran Islam tersebut, perlu dicatat bahwa ternyata telah melahirkan perintis usaha pembaharuan seperti Ibnu Taimiyah, yang menentang segala bentuk kemunkaran dan kemunduran. Melalui usahanya menulis hampir 500 buku telah menjadi penggerak dan mengilhami pembaharu-pembaharu di kemudian hari[9]. Gerakan pembaharuan dalam Islam ternyata merambat ke setiap tempat di mana Islam hadir, termasuk ke Indonesia sendiri.

3. Pembaharuan Islam di Indonesia
            Pembaharuan yang dilakukan oleh Al-Afghani, Muhammad Abduh dan murid-muridnya serta dengan Ibnu Taimiyah dan Abdul Wahab ternyata diterima juga oleh masyarakat Islam di Indonesia, baik secara langsung maupun dengan tidak langsung. Di Minangkabau misalnya, pembaharuan digerakkan oleh tiga orang Haji yang datang dari Mekkah pada tahun 1803, yakni H. Miskin, H. Sumanik dan H. Piambang. Ketiga haji ini membawa gerakan Salafiyah Wahabiyah ke Minangkabau[10]. Gerakan yang dilakukan oleh ketiga haji ini kemudian hari dikenal dengan nama gerakan paderi, yang bertujuan untuk memperbaiki masyarakat Minangkabau dan mengembalikannya sesuai dengan ajaran Islam[11]. Gerakan tersebut sangat ditentang oleh kaum adat, yang kemudian memberi peluang kepada Penjajah Belanda memasuki Minangkabau. Dengan demikian, kaum paderi harus menghadapi dua kelompok yakni, kaum adat dan kolonial.
            Jika di Minangkabau diketahui adanya gerakan pembaharuan Islam yang dikenal dengan gerakan paderi, maka di Jakarta orang-orang Arab mulai mendirikan organisasi yang diberi nama Jamil’atul Khair, yang bertujuan untuk mengadakan pembaharuan dalam bidang pendidikan dan juga dalam perdagangan. Pembaharuan dalam bidang pendidikan tersebut diwujudkn melalui didatangkannya guru-guru Islam dari Arab.
            Pembaharuan Islam di Indonesia sangat dipengaruhi oleh pembaharuan yang dilakukan oleh Wahabiyah, Jamaludin dan Muhammad Abduh serta tokoh-tokoh lainnya. pengaruh pembaharuan ini diterima baik secara langsung maupun secara tidak langsung, seperti belajar di Mesir dan di Mekkah dan melalui majalah dan buku-buku yang berisi pembaharuan lainnya.
            Gerakan Pan-Islamisme yang dipimpin oleh Al-Afghani dan kawan-kawan telah membuahkan berdirinya perkumpulan-perkumpulan organisasi Islam di Indonesia baik besar maupun kecil, seperti; Jam’iyyatul Khair, Al-irsyad, Muhammadiyah, Nahdatul ulama dan organisasi Islam lainnya. Pertumbuhan dan perkembangan organisasi-organisasi Islam tersebut pada dasarnya didorong oleh ajaran Islam yang didasari dengan kesadaran Islam untuk membersihkan campur aduknya kehidupan agama dengan unsur-unsur lainnya dan berusaha untuk memperbaiki kualitas pendidikan, sosial, ekonomi dan politik sebagai akibat penjajahan dan juga aktivitas zending di Indonesia.

a. Muhammadiyah
            Pembaharuan Islam secara khusus di bidang pendidikan di Indonesia dapat dilihat pada gerakan pembaharuan yang menamakan diri Muhammadiyah. Muhammadiyah digagas oleh K. H. Ahmad Dahlan pada tahun 1911 dan resmi berdiri pada 19 November 1912. Perguruan Muhammadiyah pada waktu berbeda dengan perguruan-perguruan Islam sebagaimana lazimnya. Perguruan Muhammadiyah tidak dilangsungkan di surau atau di mesjid, malainkan di gedung yang menggunakan meja dan kursi serta papan tulis persis seperti pola barat. Muhammadiyah pada dasarnya bertujuan untuk menghidupkan kembali ajaran Islam yang murni dan asli serta menuruti kemauan ajaran agama Islam, Islam sebagai way of life, baik dalam kehidupan individu maupun bermasyarakat.
Menururt DR. A. Mukti Ali, secara garis besar, usaha-usaha pembaharuan Muhammadiyah meliputi;
  1. Memurnikan ajaran Islam dengan membersihkan praktek serta pengaruh yang bukan ajaran Islam.
  2.  Reformasi ajaran dan pendidikan Islam.
  3. Reformasi doktrin-doktrin dengan pandangan alam pikiran modern.
  4. Mempertahankan Islam dari pengaruh dan serangan dari luar Islam[12].
Dalam bidang pendidikan, Muhammadiyah telah mendirikan sekolah-sekolah yang setaraf dengan sekolah yang didirikan oleh pemerintah Belanda. Demikian juga dalam bidang sosial, Muhammadiyah juga mendirikan panti asuhan dan rumah sakit. Dalam pengembangan wawasan keagamaan, jika Al-Irsyad menempuh cara polemik dan debat sekalipun, maka Muhammadiyah cenderung menitikberatkan pada transformasi nilai-nilai lewat sarana kultural yang tidak menimbulkan kegocangan, misalnya lewat tabligh dan pendidikan. Dengan metode seperti ini, maka Muhammadiyah dapat mengembangkan sayapnya hampir di seluruh nusantara.

b. Syarikat Islam
Pada tahun 1912 pembaharuan Islam di Indonesia juga nampak dari berdirinya Syarikat Islam yang digagas oleh Cokroaminoto yang bertujuan memajukan perdagangan bumi putera dan memajukan kehidupan yang sesuai dengan ajaran Islam[13]. Walaupun sempat mengalami ujian yang berat, karena timbulnya syarikat Islam merah (yang dipengaruhi paham komunis), namun pada tahun 1925 kemudian melancarkan suatu gerakan yang dinamakan ”Tanjim”, yakni suatu gerakan yang menuntut agar ekonomi, sosial dan kebudayaan sesuai dengan ajaran Islam. Di bidang pendidikan sendiri, Syarikat Islam melakukan berbagai usaha, di antaranya; menanamkan benih-benih kemerdekaan dan demokrasi, menanamkan rasa keberanian yang luhur, keikhlasan hati, setia dan cinta kebenaran. Selain itu Syarikat Islam juga berusaha memupuk budi pekerti dan akhlak mulia sesuai dengan ajaran Islam dan membangun semangat militansi beragama.

c. Nahdatul Ulama
Tahun 1926, lahir pula apa yang dikenal dengan Nahdatul Ulama, yang digagas oleh para ulama, antara lain, K. H. Abdul Wahab, K. H. Hasyim Asy’ari di Jawa timur. Pada dasarnya, Nahdatul ulama melakukan pembaharuan dengan cara berusaha mengembalikan dan mengikuti salah satu mazhab yang empat (Maliki, Hanafi, Syafi’i dan Hambali) dalam ajaran Islam. Selain itu, NU juga berusaha menegakkan syariat Islam serta mengusahakan berlakunya hukum Islam dalam kehidupan bermasyarakat. NU sendiri tidak pernah memproklamirkan dirinya sebagai organisasi politik, akan tetapi usaha-usaha yang dilakukannya tidak dapat dipisahkan dari politik. NU juga berpartisipasi aktif dalam pembaharuan Islam melalui pendidikan yang diwujudkan lewat penyiaran agama dengan tabligh, kursus-kursus dan penerbitan, menggiatkan amar makruf nahi mungkar dengan sebaik-baiknya, mendirikan lembaga-lembaga pendidikan, mempererat hubungan antara ulama dengan masyarakat dan mempererat sesama ulama.
Berbagai organisasi keagamaan dalam Islam selalu saja memiliki semangat dan cita-cita membaharui Islam. Jadi perkembangan organisasi-organisasi Islam di Indonesia dengan terus menerus berusaha untuk memepersatukan diri dengan semangat Ukkuwah Islamiyah. Di Indonesia sendiri pernah terbentuk satu organisasi yang mempersatukan umat Islam dengan nama Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI) sebagai gabungan organisasi-organisasi Islam (1921-1938), yang kemudian menjelma dengan Masyumi.

4. Penutup
            Gerakan pembaharuan Islam ternyata didorong oleh karena kemundurun selama berabad-abad lamanya. Pembaharuan dalam Islam di Indonesia tidak terlepas dari pembaharuan yang terjadi di luar Indonesia. Gerakan pembaharuan Islam tersebut bukan hanya untuk membangkitkan kembali kejayaan Islam, akan tetapi juga untuk meminimalisir pengaruh sekulerisme dan pencampuradukan ajaran Islam dengan ajaran-ajaran lain yang tidak sesuai dengan ajaran Islam. Demikian juga dengan pertumbuhan dan perkembangan Islam tersebut didorong oleh ajaran Islam itu sendiri yang dilandasi dengan kesadaran umat Islam untuk memurnikan ajaran Islam dari praktek-praktek agama dan unsur-unsur lainnya yang bertentangan dengan ajaran Islam dan hal itu diupayakan lewat perbaikan pendidikan, sosial, ekonomi dan politik Islam. Walaupun jika dicermati hingga saat ini, perjuangan Islam untuk memodernisasikan dirinya terus berlangsung, akan tetapi dalam intern Islam sendiri terdapat berbagai bentuk perbedaan dan perpecahan yang mengakibatkan banyaknya aliran-aliran pembaharuan dalam Islam dengan metode dan cara masing-masing.
            Akan seperti apa Islam di Indonesia sangat ditentukan oleh konsep ukkuwah Islamiyah yang dianut dan diterapkan. Untuk itu, pertanyaan tentang seperti apakah Islam di Indonesia ke depan, sepenuhnya hanya bisa dijawab oleh waktu. Apakah gerakan pembaharuan untuk memurnikan Islam akan mampu membendung sekularisme sebagai salah satu dampak dari globalisasi, masih dalam pertanyaan besar. 







[1]. Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam, Sejarah Pemikiran Dan Gerakan, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), hal. 9.
[2]. Rifyal Ka’bah, Islam Dan Fundamentalisme, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1984), hal. 3.
[3]. Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), hal. 589.
[4]. Rifyal Ka’bah, Op. Cit. Hal. 160.
[5]. H. M. Yusran Asmuni, Pengantar Studi Pemikiran Dan Gerakan Pembaharuan Dalam Islam, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2001), hal. 3.  
[6]. Harun Nasution, Op. Cit, hal. 11.
[7]. Edward Mortimer, Faith and Power the Politics of Islam, terjemahan Enna Hadi dan Rahmani Astuti, (Bandung: Mizan, 1984), hal. 51.
[8]. Muh. Al-Bahy, Al-Fikhu al Islam fi Tathawwuri, Terjemahan Bambang Saiful Ma’arif, (Bandung, 1985), hal 53.
[9]. H. Zainal Abidin Ahmad, Sejarah Islam dan Umatnya, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), hal. 248.
[10]. Materi Kuliah Islamologi pada Pascasarjana UKIT Oleh Prof. Olah H. Schumann, 1 Juni 2009.
[11]. Menurut mereka, apa yang terjadi di Minangkabau pada saat itu sebenarnya telah menyimpang dari ajaran agama Islam dan oleh karena itu harus diluruskan.
[12]. A. Mukti Ali, Interpretasi Tentang Amalan-amalan Muhammadiyah, (Jakarta: MP.Pemuda Muhammadiyah), hal. 25.
[13]. Syarikat Islam merupakan penjelmaan dari Syarikat dagang Islam yang dicurigai oleh pemerintah Belanda.