MOTIVASI
Pdt. Bendrio P. Sibarani, M. Th
Istilah
“Motivasi” (Motivation) barasal dari bahasa latin, yakni Movere, yang berarti “menggerakkan”[1].
Menurut
kamus lengkap bahasa Indonesia, motivasi
adalah alasan; bergerak; membuat alasan; menggerakkan.[2]
Kata “motivasi” juga diadopsi dari bahasa Inggris “motivation”
yang berarti alasan, daya batin, dorongan.[3]
Ada dua bentuk motivasi yaitu: motivasi
intrinsik dan motivasi ekstrinsik.
Motivasi intrinsik adalah sesuatu yang ada dan yang menjadi ciri dari kepribadian
seseorang, atau dengan kata lain, sesuatu mengenai apa
yang ada dan dibawa dari lahir.
Motivasi ekstrinsik adalah sesuatu yang
ditumbuhkan, dikembangkan serta hasil
dari mempelajari sesuatu melalui interaksi dengan
lingkungan.[4]
Pada hakikatnya, motivasi mewakili
proses-proses psikologikal, yang menyebabkan timbulnya, diarahkannya, dan
terjadinya persistensi kegiatan-kegiatan sukarela (volunter) yang diarahkan ke
arah tujuan tertentu.[5]
Pernyataan tersebut sejalan dengan pendapat Jerry L. Gray, dkk, bahwa motivasi
pada hakekatnya merupakan hasil sejumlah proses, yang bersifat internal, atau
eksternal bagi seseorang individu, yang menyebabkan timbulnya sikap antusiasme dan persistensi dalam
hal melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu. Motivasi berpangkal dari kata motif yang dapat diartikan
sebagai daya penggerak yang ada di dalam diri seseorang untuk melakukan
aktivitas-aktivitas tertentu demi tercapainya suatu tujuan. Bahkan motif dapat
diartikan sebagai suatu kondisi intern (kesiapsiagaan).
Adapun
menurut Mc. Donald, motivasi adalah perubahan energi dalam diri
seseorang yang ditandai dengan munculnya “feeling”
dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan[6].
Dari pengertian yang dikemukakan oleh Mc. Donald ini mengandung tiga
elemen/ciri pokok dalam motivasi itu, yakni
motivasi itu mengawalinya terjadinya perubahan energi, ditandai dengan adanya feeling, dan dirangsang karena adanya
tujuan.
Motivasi dapat bersifat positif dan negatif. Motivasi
positif yang kadang-kadang dinamakan orang “motivasi yang mengurangi perasaan
cemas”, yakni di mana orang ditawari sesuatu yang bernilai, seperti pujian,
hadiah dan lain-lain. Sedangkan
motivasi negatif yang biasa dinamakan orang pendekatan tongkat pemukul,
menggunakan ancaman, hukuman dan lain-lain.
Apapun
sifatnya, pada hahekatnya motivasi bertujuan tidak lain adalah untuk mendorong siswa belajar demi keberhasilannya dengan
prestasi yang memuaskan. Dengan kata lain tujuan dari motivasi tidak lain
adalah untuk prestasi siswa baik di bidang pendidikan yang ditempuhnya maupun
demi kepribadiannya. Motivasi dapat
mempengaruhi tingkat kognitif,
afektif dan psikomotorik dari siswa.
Dalam arti, motivasi dapat memampukan siswa untuk mengembangkan pengetahuannya
secara mandiri, menambah pengalaman dari orang yang memberi motivasi kepadanya
dan memberi wacana yang dapat dikajinya berdasarkan alam berpikirnya. Motivasi
yang baik pun dapat mengarahkan perilaku
siswa ke arah yang baik, sesuai dengan tata nilai dan norma yang berlaku dalam
masyarakat. Motivasi juga dapat
mempengaruhi tindakan siswa, di mana ia dapat menentukan pilihan bertindak
untuk hal-hal yang baik dan berguna bagi dirinya dan bagi orang lain.
Menurut beberapa defenisi, motivasi mengandung tiga
komponen pokok, yaitu; menggerakkan, mengarahkan dan menopang tingkah laku
manusia[7].
-
Menggerakkan, Berarti menimbulkan kekuatan pada individu; memimpin
seseorang untuk bertindak dengan cara tertentu. Misalnya kekuatan dalam hal
ingatan, respons-respons efektif, dan kecenderungan mendapat kesenangan.
-
Mengarahkan, atau menyalurkan tingkah laku. Dengan demikian ia menyediakan suatu
orientasi tujuan. Tingkah laku tersebut diarahkan terhadap sesuatu.
-
Menjaga dan Menopang tingkah laku, lingkungan sekitar harus menguatkan intensitas dan arah
dorongan-dorongan dan kekuatan-kekuatan.
Demikianlah
pengertian motivasi dalam hubungannya dengan pendidikan.
Guru
Sebagai Motivator
Mendidik, mengajar dan melatih siswa merupakan tugas
pokok yang harus dilaksanakan oleh seorang guru. Namun tanggung jawab itu tidak
sampai di sini, guru juga memiliki tugas dan tanggung jawab yang lebih luas,
yakni bahwa guru juga dituntut sebagai motivator terutama dalam hal belajar siswa.
Siswa membutuhkan motivasi dari guru dalam rangka usahanya belajar dan juga
dalam pembentukan kepribadiannya sebagai seorang yang sementara belajar.
Peran guru sebagai motivator berarti
guru bertanggung jawab memberi dorongan kepada siswa agar lebih giat dan
semangat dalam belajar. Sebagai seorang motivator, maka seorang guru harus
mengenal siswa atau anak didiknya dengan baik sehingga dia dapat memilih jenis
motivasi yang tepat bagi siswa tersebut. Pengenalan ini tidak terbatas pada
tinggi rendahnya IQ siswa tetapi juga tentang karakteristik siswa dan juga lingkungan di mana
siswa bersangkutan berdomisili. Hal ini penting, karena 75% baik kepribadian
siswa maupun kondisi belajarnya dipengaruhi oleh lingkungan tempat di mana dia
tinggal. Dengan demikian, berperan sebagai motivator, guru juga dituntut untuk
memberi diri dan waktu kepada siswa bukan hanya di lingkungan sekolah tetapi
juga di luar sekolah.
Strategi-Strategi
Yang Bisa Digunakan Oleh Guru Untuk Menumbuhkan
Motivasi
Belajar Siswa.
Ada beberapa strategi yang bisa digunakan oleh guru untuk
menumbuhkan motivasi belajar siswa, yakni:
1. Menjelaskan tujuan belajar ke peserta didik.
Pada
permulaan belajar mengajar seharusnya terlebih dahulu seorang guru menjelaskan
mengenai kompetensi khusus yang akan dicapainya kepada siswa. Makin jelas
tujuan maka makin besar pula motivasi dalam belajar. Demikian juga halnya
dengan kompetensi umum, sehingga guru mampu menyusun rencana pembelajaran bagi
siswa-siswanya.
2. Hadiah
Berikan
hadiah untuk siswa yang berprestasi. Hadiah, biasanya menjadi sesuatu yang
membuat seseorang untuk lebih menghargai apa yang telah dilakukannya sehingga
ia bisa mendapatkan hadiah tersebut. Demikian juga halnya dengan siswa yang
sedang berkompetisi dalam ruang kelasnya dalam berbagai mata pelajaran yang
diterimanya dari sang guru. Hal ini akan memacu semangat mereka untuk bisa
belajar lebih giat lagi. Di samping itu, siswa yang belum berprestasi akan
termotivasi untuk bisa mengejar siswa yang berprestasi. Hadiah juga dapat
dimengerti sebagai sebuah penghargaan bagi seseorang yang layak untuk
memperoleh hadiah tersebut karena hadiah tersebut bukanlah pemberian belaka
akibat iba ada rasa kasihan, melainkan karena memamng seseorang tersebut layak
menerimanya sesuai dengan prestasi yang diraihnya. Hadiah tersebut tidak perlu
harus muluk-muluk atau menelan biaya yang tinggi cukup misalnya dengan
menghadiahkan sebuah buku atau alat tulis dan hadiah tersebut diberikan di
hadapan semua siswa.
3. Saingan/kompetisi
Di
samping pemberian hadiah bagi siswa, Guru juga perlu berusaha mengadakan
persaingan di antara siswanya untuk meningkatkan prestasi belajarnya, berusaha
memperbaiki hasil prestasi yang telah dicapai sebelumnya. Melalui usaha seperti
ini, siswa diharapkan akan termotivasi untuk belajar demi keberhasilannya dalam
kompetisi tersebut. Kompetisi tersebut dapat diwujudkan dalam bentuk
penyelenggaraan kuis di kelas yang melibatkan siswa secara keseluruhannya.
4. Pujian
Sudah
sepantasnya siswa yang berprestasi untuk diberikan penghargaan atau pujian.
Tentunya pujian yang bersifat membangun dalam arti bukan sekedar pujian yang
membuat siswa hanya bangga tanpa termotivasi dengan keberhasilannya. Sebuah
pujian yang diberikan kepada siswa akan memotivasi siswa tersebut untuk semakin
meningkatkan semangatnya belajar. Tetapi bukan hanya siswa yang berprestasi
saja yang diberi pujian, yang tidak berprestasipun juga perlu mendapat pujian
dari guru. Pujian tersebut diberi pada kemampuan siswa tersebut dalam hal
tertentu dengan catatan bahwa pujian tersebut harus berisi nasihat dan motivasi
agar siswa yang kurang atau tidak berprestasi tersebut merasa bahwa dia juga
mendapat perhatian dari sang guru yang mengajarnya. Pujian dari sang guru bisa
diwujudkan dalam berbagai bentuk di antaranya dengan menyampaikan kata-kata
pujian baik di hadapan siswa lainnya maupun secara pribadi, akni dari sang guru
kepada siswanya.
5. Sanksi/Ganjaran
Hukuman
diberikan kepada siswa yang berbuat kesalahan saat proses belajar mengajar.
Hukuman ini diberikan dengan harapan agar siswa tersebut mau merubah diri dan
berusaha memacu motivasi belajarnya. Hukuman ini tidak dimaksud agar siswa yang
berbuat kesalahan gagal atau digagalkan dalam perjuangannya di bangku
pendidikan, melainkan hukuman ini hanyalah bagian dari penegakan disiplin dalam
keberlangsungan proses belajar mengajar.
Dalam memberikan hukuman, guru perlu
memperhatikan keadaan psikologis siswanya sehingga tidak terjadi kesalahan yang
lebih fatal akibat huuman tersebut, misalnya, siswa jadi enggan masuk dan
mengikuti pelajaran yang diajarkan guru tersebut.
6. Membangkitkan dorongan kepada anak didik untuk belajar
Membangkitkan
dorongan kepada siswa untuk belajar bukanlah pekerjaan yang mudah bagi seorang
guru. Waktu yang serba terbatas di sekolah juga menjadi faktor yang
mengakibatkan sulitnya memotivasi siswa untuk belajar. Sebenarnya yang paling
berkompeten dan mempunyai banyak waktu untuk memotivasi siswa belajar adalah
orang tua atau keluarga. Walaupun demikian, bukan berarti guru tidak dapat
melakukan hal ini. Strateginya adalah dengan memberikan perhatian maksimal kepada
peserta didik.
Selain
dengan perhatian yang maksimal di sekolah, guru juga perlu berinteraksi dengan
siswa di luar sekolah atau di rumah siswa. Dengan perhatian seperti ini akan
terjalin hubungan yang erat antara siswa dengan guru dan akibatnya sang guru
akan mengetahui lebih banyak tentang siswa tersebut. Akhirnya, berkat
pengenalan ini, guru dapat memilih cara atau metode yang tepat untuk memotivasi
siswanya untuk belajar.
7. Membentuk kebiasaan belajar yang baik
Kebiasaan belajar yang baik yang diajarkan seorang guru
kapada siswa merupakan cara yang tepat untuk membiasakan siswa belajar dan akan
menjadi sebuah tradisi belajar baginya ke waktu selanjatnya. Kebiasaan belajar
yang baik menjadi sangat penting demi kesuksesan siswa dalam mengikuti proses
pembelajaran di sekolah dan juga di luar sekolah.
Terbentuknya kebiasaan belajar yang
baik, akan memotivasi siswa untuk semakin meningkatkan belajarnya tanpa harus
selalu menyesuaikan diri dengan metode dan pola belajar yang selalu
berubah-ubah.
8. Membantu kesulitan belajar Siswa secara individual
maupun kelompok
Guru tidak saja hanya menstranfer ilmu pengetahuan kepada
siswa tanpa memperhatikan out put
dari siswa tersebut. Ketika siswa mengalami kesulitan belajar, maka guru juga
bertanggung jawab membantu mereka. Dengan pembimbingan seperti ini guru
berkesempatan lebih dekat dengan siswa dan mengatahui kesulitan belajar yang
dihadapi siswa. Sehingga guru tersebut bisa merekontruksi pembelajaran, baik
itu metode mengajar, ataupun penggunaan alat-alat peraga dan yang lainnya.
Bantuan yang diberikan guru kepada
siswa yang mengalami kesulitan belajar tidak boleh hanya kepada siswa tertentu
semata, tetapi juga kepada siswa secara keseluruhan maupun dalam bentuk
berkelompok.
9. Menggunakan metode yang bervariasi
Dalam rangka memotivasi belajar siswa, guru perlu
memikirkan berbagai cara dan mengambil langlah-langkah sehingga usaha tersebut
berhasil. Menggunakan metode yang bervarisasi merupakan usaha yang penting
dalam rangka menarik minat siswa untuk mengikuti pembelajaran. Metode mengajar
yang variatif oleh seorang guru sangat berpengaruh pada prestasi siswa.
Metode mengajar oleh seorang guru
sangat mempengaruhi minat siswa untuk mengikuti mata pelajaran yang diajarkan
oleh guru mereka. Jika metode yang digunakan guru membosankan bagi siswa maka
siswa juga akan malas dan jenuh engikuti pelajaran tersebut dan pada akhirnya
akan melemahkan semangat mereka untuk belajar.
10. Menggunakan media yang baik dan sesuai dengan tujuan
pembelajaran
Penggunaan media dalam proses pembelajaran merupakan
usaha guru untuk menarik perhatian dan minat siswa dalam belajar. Dengan
menggunakan media yang baik oleh seorang guru pada saat proses pembelajaran
akan lebih memudahkan siswa menerima dan mencerna materi pelajaran yang diberikan
guru kepada mereka.
Untuk itu usaha seperti ini penting
untuk dipikirkan oleh lembaga pendidikan, dalam arti lembaga pendidikan perlu
melengkapi komponen pendidikan sekolah dengan alat-alat/media peraga untuk
guru-guru demi keberhasilan siswa ke depan.
Guru
Kristen Sang Motivator
Memotivasi siswa adalah salah satu
tanggung jawab penting yang tak dapat dilupakan oleh guru termasuk guru Kristen
di dalamnya. Guru Kristen dalam mewujudkan tugas dan tanggung jawabnya tidak
dapat dipisahkan dari jati dirinya sebagai pengikut Kristus. Kristus adalah
Guru Agung yang menjadi panutan setiap guru, terlebih guru Kristen di dalamnya
bukan saja dalam sikap dan perilaku sehari-hari, tetapi juga dalam menunaikan
tugas dan panggilan di mana umat-Nya beraktivitas. Guru Kristen yang
beraktivitas di sekolah sebagai pengajar juga menjadikan Yesus sebagai teladan
yang harus diikuti dan dicontoh sebab Yesus juga adalah seorang Guru.
Oleh karena itu, guru Kristen juga
harus menjadikan Yesus sebagai figur Guru yang sempurna juga dalam hal memberi
motivasi kepada murid-murid-Nya. Sebagai sang motivator, Yesus benar-benar
mengerti dan menganggap penting memberi motivasi kepada para murid untuk
mencapai apa yang menjadi tujuan-Nya. Demikian juga dengan guru Kristen, perlu
untuk menghargai tanggung jawabnya sebagai motivator bagi keberhasilan
siswanya. Pekerjaan motivator bukanlah pekerjaan yang mudah dan gampang, sebab
untuk melakukan tugas ini, guru Kristen harus rela mengobarkan pikiran, daya
dan waktunya. Kenapa demikian?, karena dalam rangka memotivasi siswa, guru
Kristen bukan hanya melakukannya semata-mata di sekolah saja, melainkan juga di
luar sekolah di mana siswa banyak beraktifitas.
Dalam rangka memotivasi siswa, guru
Kristen melakukannya bukan semata-mata karena mengingat tugasnya sebagi guru,
melainkan karena keterpanggilan yang tulus dari dalam dirinya berdasarkan kasih
kepada sesama. Menyadari hal ini, maka dibutuhkan sebuah pendidikan dengan
program yang bukan hanya meningkatkan kognisi dan psikomotorik siswa, tetapi
juga mengembangkan afeksi siswa. Di sinilah dibutuhkan program dari guru
Kristen yang sifatnya menumbuhkan siswa dan terutama memotivasi siswa agar
terus memacu dirinya berkembang ke arah kedewasaan berpikir dan bertindak.
Sebagai motivator, guru Kristen
perlu menumbuhkan cinta kasih dalam menjalankan tugasnya, dengan kata lain,
guru Kristen haruslah seorang yang memiliki cinta kasih yang tulus dalam
memotivasi siswanya sehingga siswa juga dapat dimotivasi untuk memperbaiki
hubungannya dengan orang lain dan menajamkan perasaan untuk saling mengasihi
dan saling memperdulikan[8].
Motivasi seperti ini dibutuhkan oleh siswa dalam membentuk kepribadiannya
menjadi manusia yang berpikir dewasa dan manusia yang beriman. Dengan demikian
sikap dan perilaku siswa tersebut akan sesuai dengan norma dan aturan yang
berlaku di mana ia berinteraksi.
Seorang guru Kristen harus menyadari
kebutuhannya akan kasih karunia Allah yang menebus sehingga ia juga akan
menyadari kebutuhan siswanya. Karena sebagai guru Kristen, ia telah mengenal
iman dan perlu bersukacita dalam menjalani kehidupan Kristen, iapun perlu
membagikannya kepada siswa melalui kehadirannya sendiri dan dalam interaksinya
dengan siswa. Motivator seperti ini adalah motivator yang benar-benar melakukan
tugasnya dengan tulus yang didasarkan pada panggilan iman sebagai orang
Kristen. Oeh karena itu, hidup dan dalam melaksanakan tugasnya sebagai guru,
guru Kristen memiliki kehidupan Kristen, “meniru Kristus” yakni suatu bentuk
kesaksian dan cara mengkomunikasikan iman Kristen kepada orang lain, dalam hal
ini terutama kepada para siswa[9].
Dengan meneladani Yesus sebagai sang motivator, guru Kristen akan benar-benar
menjadi guru yang yang memiliki kepedulian yang besar terhadap kesuksesan
siswa-siswanya.
[1]. J. Winardi, Motivasi Dan Pemotivasian dalam manajemen, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2007), hlm. 1.
[2]. Departemen P & K, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Balai Pustaka, 1989), hlm. 133.
[3]. Echols, Kamus Lengkap Inggris - Indonesia
[4]. Band. Roestiyah N. K . , Didaktik Metodik, (Jakarta: Bumi Aksara, 1994),
hlm. 89. lihat pula, Moh. User Usman, Menjadi
Guru Profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002), hlm. 29.
[5]. Terence R. Mitchell yang dikutip oleh J.
Winardi, Motivasi dan Pemotivasian Dalam
Manajemen, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), hlm.1
[6].
http/www.search.com/pendidikan,
diakses tgl. 28 September 2009.
[7] . Terence R. Mitchell yang dikutip oleh J.
Winardi, op. cit. Hal. 15
[8].
Band. Andar Ismail (Peny.), Ajarlah
Mereka Melakukan, (Jakarta:
BPK. Gunung Mulia, 1999), hlm. 167.
[9].
Band. Iris V. Cully, Dinamika Pendidikan
Kristen, (Jakarta:
BPK. Gunung Mulia, 2001), hlm. 162.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar