INTEGRITAS
PEMIMPIN KRISTEN
Pdt. Bendrio P. Sibarani[1]
Pengantar
Pertama-tama, saya patut memberikan
apresiasi kepada Senat Mahasiwa untuk periode ini, sebab selama ini Senat
mahasiswa dalam program-programnya kurang memberi perhatian khususnya yang
bertemakan “Kepemimpinan”. Semoga ke depan program seperti ini akan dilaksanakan
secara berkelanjutan sehingga melalui organisasi ini, lahir pemimpin-pemimpin
Kristen yang berkualitas. Berbicara tentang kepemimpinan yang berkualitas, itu
berarti tak bisa tidak, kita harus berbicara tentang integritas. Krisis integritas pemimpin dewasa ini menjadi masalah besar
dalam dinamika kehidupan manusia. Sangat sulit mencari orang yang saleh, benar,
jujur, setia, tulus hati dan bertanggung jawab. Tidak jarang telinga kita mendengar
kicauan para pemimpin (politik maupun pemimpin agama) yang mengembar-gemborkan janji-janji palsu dan program-program
politik maupun
keagamaan demi sebuah jabatan tertentu. Tetapi
setelah itu, semuanya
menjadi sirna, dilupakan dan hambar ketika telah berhasil menduduki kursi jabatan yang
diimpikannya. Bukan karena
mereka tidak memiliki visi dan misi, tetapi karena miskin dan rendahnya
integritas. Rendahnya integritas yang dimiliki
seorang pemimpin dapat melumpuhkan visi dan misi yang
dimilikinya.
Bukan hanya
dalam kepemimpinan sebuah organisasi, tetapi juga dalam memimpin diri sendiri,
masalah integritas seringkali dipertanyakan pada setiap orang, termasuk
mahasiswa Teologi yang adalah pemimpin bagi dirinya dan yang sedang
dipersiapkan menjadi pemimpin umat ke depan. Sebab, orang yang tidak berhasil
memimpin diri tidak layak menjadi pemimpin bagi orang lain. Sesuai tema yang
diberikan kepada saya, yakni “Integritas Pemimpin Kristen”, maka pertama-tama
kita perlu mengerti arti dan definisi tema ini.
Integritas
Secara
sederhana arti kata “integritas” dapat dimengerti sebagai “keadaan yang
sempurna, di mana perkataan dan perbuatan menyatu dalam diri seseorang”. Kata
integritas berasal dari kata sifat Latin “integer”
(utuh, lengkap). Dalam konteks ini, integritas adalah rasa batin “keutuhan” yang
berasal dari kualitas seperti kejujuran dan konsistensi karakter. Secara
definisi kata integritas berasal dari bahasa Inggris yakni “integrity”, yang berasal dari akar kata “integer” yang berarti “menyeluruh, lengkap atau segalanya”. Menurut kamus
besar Bahasa Indonesia, “Integritas”
diartikan sebagai keterpaduan,
kebulatan, keutuhan, jujur dan dapat dipercaya. Ini berarti bahwa orang
yang memiliki integritas adalah orang yang memiliki keutuhan yakni satunya kata
dan tindakan, jujur dan dapat dipercaya.[2].
Jhon Stott
pernah menuliskan demikian, “Integritas
adalah ciri orang-orang yang terintegrasi secara selaras, yang di dalam dirinya
tidak ada dikotomi antara kehidupan pribadi dan kehidupan di muka umum, antara
yang disaksikan dan yang diterapkan, antara yang diucapkan dan yang dilakukan.[3] Maksudnya,
keselarasan antara perkataan dan perbuatan itu harus menjadi ciri khas
orang-orang yang hidup terintegrasi.
Integritas sebagai karakter bukanlah dilahirkan atau ada dengan sendirinya,
melainkan merupakan hasil dari pengembangan diri tahap demi tahap dalam
kehidupan seseorang, melalui kehidupan yang mau
belajar dan terus belajar. Integritas merupakan modal utama bagi seorang
pemimpin. Untuk itu, syarat utama bagi seorang pemimpin ialah harus memiliki
integritas.
Jadi
dapat disimpulkan bahwa integritas adalah kesesuaian atau kebersamaan antara
perkataan dan perbuatan. Integritas bukan apa yang kita lakukan, tetapi siapa
kita sesungguhnya.
Pemimpin
Kristen
Istilah
pemimpin, kepemimpinan, dan memimpin pada berasal dari kata dasar yang sama
"pimpin". Namun demikian ketiganya digunakan dalam konteks yang
berbeda. Pemimpin adalah suatu lakon/peran dalam sistem tertentu; karenanya
seseorang dalam peran formal belum tentu memiliki ketrampilan kepemimpinan dan
belum tentu mampu memimpin. Istilah Kepemimpinan pada dasarnya berhubungan
dengan ketrampilan, kecakapan, dan tingkat pengaruh yang dimiliki seseorang;
oleh sebab itu kepemimpinan tidak bisa dimiliki oleh orang yang bukan
"pemimpin". Menurut Kartini Kartono, pemimpin adalah seorang pribadi
yang memiliki kecakapan dan kelebihan, khususnya kecakapan/kelebihan di satu
bidang sehingga dia mampu mempengaruhi orang-orang lain untuk bersama-sama
melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi pencapaian satu atau beberapa
tujuan[4].
Menurut
Henry Pratt Faiechild Pemimpin dalam pengertian ialah
seorang yang dengan jalan memprakarsai tingkah laku sosial dengan mengatur,
mengarahkan, mengorganisir atau mengontrol usaha/upaya orang lain atau melalui
prestise, kekuasaan dan posisi. Dalam pengertian yang terbatas, pemimpin ialah
seorang yang membimbing, memimpin dengan bantuan kualitas-kualitas persuasifnya
dan akseptansi/ penerimaan secara sukarela oleh para pengikutnya.[5].
Dari pengertian-pengertian tentang
pemimpin di atas, maka Pemimpin Kristen adalah seseorang
yang dipanggil Allah sebagai pemimpin, yang ditandai oleh kapasitas memimpin,
untuk memimpin suatu kelompok umat- Nya untuk mencapai tujuan yang dikehendaki
Tuhan Allah. Panggilan Allah kepada seseorang untuk menjadi pemimpin adalah
bersifat mutlak (Yoh
3: 27) di mana panggilan Allah merupakan
dasar kepemimpinan seorang pemimpin. Karena Allah memanggil, maka mereka yang
terpanggil menemukan diri terpanggil kepada tugas kepemimpinan. Dalam sejarah
kehidupan Israel, pada suatu saat Israel menginginkan adanya seorang raja (I
Sam 8) sebagaimana layaknya bangsa-bangsa yang ada di sekeliling mereka.
Permintaan ini mendukacitakan Samuel yang mempunyai kedudukan sebagai Hakim
pada waktu itu. Tetapi Allah berfirman kepada Samuel untuk menerima permintaan
Israel sebab bukannya Samuel yang mereka tolak melainkan Allah (I Sam 8:6-7).
Permintaan untuk mengadakan seorang raja, adalah perbuatan suatu dosa di mata
Tuhan (I Sam 12:19). Itulah sebabnya meskipun di antara Israel memerintah
seorang raja, tetapi Raja Israel atau Pemimpin sesungguhnya adalah Tuhan Allah
sendiri.
Istilah lain yang sering dipakai
untuk memberi identitas kepada seorang pemimpin dalam Alkitab adalah
"Gembala". Konsep Gembala ini lebih mengena untuk seorang pemimpin.
Bobot dari kata Gembala ini tercermin dalam tingkah laku seorang pemimpin yang
dikehendaki oleh Allah. Dan memang benar, karena tingkah laku seorang gembala
tidak menggambarkan hierarkis yang ketat, tetapi hubungan yang intim. Tuhan Yesus
dalam Yohanes 10:14 berkata: "Akulah gembala yang baik dan Aku mengenal
domba-domba-Ku dan domba-domba-Ku mengenal Aku". Pendekatannya bukan
pendekatan kekuasaan, tetapi pendekatan sahabat. Ini berarti seorang pemimpin
Kristen bukanlah pemimpin yang harus ditinggikan di atas yang lain, melainkan
yang mau mendorong, memberi teladan, membimbing dan membangkitkan tanggungjawab
semua anggota yang dipimpin agar berfungsi atau berperan secara aktif di dalam
usaha pencapaian tujuan bersama.
Dari paparan singkat di atas
dapatlah disarikan pengertian bahwa pemimpin Kristen itu sebagai seni/usaha
untuk mempengaruhi dan membimbing orang-orang (perorangan atau kelompok) yang
didasarkan pada kasih dan ketaatan kepada Allah, untuk bekerjasama dalam rangka
menjawab kebutuhan dan pencapaian tujuan bersama. Untuk itu faktor utama yang harus dimiliki seorang pemimpin Kristen
adalah: Integritas. Paulus pernah menasehati Timotius,
“Awasilah dirimu sendiri dan awasilah ajaranmu.” (I Tim. 4:16).
Menjadi Pemimpin Kristen Yang Berintegritas
Jika integritas
dapat disimpulkan sebagai keutuhan yang melibatkan seluruh aspek kehidupan yang
dinyatakan dalam kesatuan antara perkataan dan perbuatan, di mana dan apa yang dikatakan oleh pemimpin itulah yang
dilakukannya, sehingga ia dapat dipercaya, disegani dan dihormati oleh
orang-orang yang dipimpinya, maka integritas bagi seorang pemimpin merupakan
alat yang sangat kuat untuk memimpin dan dapat meningkatkan kredibilitasnya di
mata orang-orang yang dipimpinnya. Secara umum seorang pemimpin yang memiliki integritas,
memiliki ciri, antara lain;
1.
Memiliki ketulusan
Pemimpin yang tulus adalah
pemimpin yang memiliki motivasi yang murni. Kemurnian dari motivasi pemimpin
dapat ditunjukan melalui transparansi hidup, kerelaan hati dan keterusterangan.
Pemimpin yang hidup transparan atau terbuka tidak memiliki sesuatu yang perlu
disembunyikan atau ditakuti. Hidup mereka yang transparan bagai surat yang
terbuka. Surat Paulus kepada jemaat Korintus, mengatakan “Kamu adalah surat
pujian kami yang ditulis dalam hati kami dan yang dikenal dan yang dapat dibaca
oleh semua orang (2 Korintus 3:3).”
Pemimpin
yang berintegritas selalu memiliki kerelaan hati. Kerelaan hati yang
diperlihatkan oleh pemimpin dapat dilihat ketika ia memberikan yang terbaik
kepada organisasinya maupun orang-orang yang dipimpinnya. Pemberian yang
terbaik dapat berupa waktunya, perhatiannya, tenaganya dan pikirannya untuk
memajukan organisasi yang dipimpinnya tanpa menuntut imbalan yang harus ia
terima. Pemimpin yang tulus akan senantiasa hidup dalam kejujuran. Kejujuran
menyatakan satu kata satu perbuatan. Kejujuran dan ketegasan dalam sikap adalah
bagian yang sangat penting dari kehidupan seorang pemimpin. Matius 5: 37,
mengatakan “Jika ya, hendaklah kamu katakan: ya, jika tidak hendaklah kamu
katakan: tidak. Apa yang lebih dari pada itu berasal dari si jahat.”
2.
Memiliki konsistensi
Integritas
yang baik dalam diri pemimpin diwakili oleh tingkah laku yang baik. Tingkah
laku pemimpin dapat diukur dari apa yang dipikirkan, dikatakan, dan dilakukan
pada saat benar-benar sendirian. Pemimpin yang
memiliki konsistensi dapat dinyatakan melalui komunikasi. Komunikasi yang
dibangun adalah komunikasi yang dilakukan secara dua arah, di mana pemimpin
tidak hanya memikirkan dan menghendaki keinginan dan kemauannya yang didengar
dan diterima oleh orang lain, tetapi ia juga harus bisa menerima keinginan dan
kemauan dari orang lain. Kamunikasi dua arah menghindarkan pemimpin dari rasa
superior dan dapat menjadi bahan evaluasi diri dalam mengembangkan kelebihan
dan meminimalisir kekurangan-kekurangan yang ada. Pemimpin
yang memiliki konsitensi dapat dilihat dari tanggung jawab dalam mengatur semua
hal yang dipercayakan kepadanya.
3.
Memiliki keandalan
Keandalan
dapat ditemukan lewat kekudusan, kesetiaan, dan pengetahuan akan firman Allah
dari kehidupan pemimpin. Kekudusan berbicara tentang kerakter Allah, di mana
Allah itu kudus dan Ia terpisah dari dosa. Pemimpin harus hidup dalam kekudusan,
dengan demikian ia hidup sesuai dengan karakter yang dikehendaki Allah yang
akan mendatangkan reputasi yang baik. Reputasi yang baik membuat pemimpin dapat
diandalkan, demikian sebaliknya. Selain kekudusan, pemimpin yang dapat
diandalkan adalah pemimpin yang memiliki kesetiaan. Kesetiaan yang dimaksud
adalah pemimpin memiliki loyalitas dan komitmen kepada Tuhan, organisasi, dan
orang-orang yang dipimpin. Loyalitas dan komitmen pemimpin akan teruji melalui
setiap tantangan dan hambatan dalam kepemimpinannya. Keandalan yang terakhir
dari pemimpin adalah pengetahuan akan firman Tuhan. Pemimpin harus memiliki
pengetahuan yang benar dan lengkap akan firman Tuhan.
Penutup
Membentuk seseorang menjadi
pemimpin yang berintegritas tidaklah mudah karena membutuhkan proses panjang
dan terencana. Makin dini proses ini dilakukan, makin besar kemungkinan
seseorang menjadi pemimpin yang setia kepada Tuhan, yakni pemimpin Kristen yang
berintegritas. Dalam 1 Kor 3:10, Rasul Paulus menulis “....aku.....telah
meletakkan dasar, dan orang lain membangun terus di atasnya. Tetapi tiap-tiap
orang harus memperhatikan, bagaimana ia harus membangun di atasnya.” Ayat ini
mengingatkan kita semua bahwa kewajiban kita bukan hanya meletakkan dasar-dasar
iman saja, tetapi kita khususnya Mahasiswa-mahasiswa Teologi dipanggil untuk
terus membangun diri menjadi pemimpin sesuai dengan kapasitas yang Tuhan
percayakan dalam diri kita masing-masing. Dalam 2 Korintus 10 ada empat hal
utama yang perlu kita bangun untuk mempersiapkan pemimpin yang berintegritas
yaitu Kristus sebagai model; Injil atau Firman Tuhan sebagai dasar dan
diterapkan dalam praktek kehidupan sehari-hari; Tubuh Kristus sebagai tujuan
panggilan agar membuat sasaran dan perencanaan kepemimpinan tidak lagi berorientasi
pada diri sendiri tetapi semuanya ditujukan kepada Kristus; dan yang terakhir
adalah sebagaimana tertulis dalam Filipi 2: 5, yaitu memiliki pikiran dan perasaan
Kristus. Selamat melayani Tuhan dengan menjadi pemimpin yang berintegritas.
[1]. Disampaikan pada Latihan dasar
Kepemimpinan yang diselenggarakan Senat Mahasiswa STT Marturia Palu, Desa Tipo,
tanggal 13 September 2013
[2].
W. J. S. Poerwadarminta,
Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1995), hal. 384
[3].
Jhon Stott,
dalam Jonathan Lamb, Integritas
Memimpin di Bawah Pengamatan Tuhan (Jakarta: Perkantas-Divisi Literatur, 2008), hal.
15
[4].
Kartini Kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan, (Jakarta: CV. Rajawali, 1988), hal. 33
[5]. Ibid.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar