Senin, 08 April 2019

Khotbah Minggu Sinodal Gereja Protestan Indonesia Donggala 2019


Minggu, 3 February 2019
(Minggu Biasa)
Tata Ibadah: Bentuk I
Stola & Antependium: Hijau

Bacaan Alkitab: YEREMIA 1:4- 10

Saudara-Sauadara Yang Di Kasihi Tuhan
1.      Latar belakang teks
Yeremia adalah seorang nabi yang dipanggil pada masa pemerintahan Yosia bin Amon, raja Yehuda. Di tahun yang ke tiga belas Firman Tuhan datang kepada Yeremia. Ia tidak hanya sekali menerima Firman Tuhan yang memanggil dan mengutusnya. Sebab dalam zaman Yoyakim bin Yosia, Raja Yehuda, sampai akhir tahun yang kesebelas zaman Zedekia bin Yosia, raja Yehuda, hingga penduduk Yerusalam diangkut ke dalam pembuangan dalam bulan yang kelima terjadi pengulangan pemanggilan itu. Mengapa yeremia di panggil dalam situasi seperti itu, hal ini disebabkan akibat dari keadaan umat Israel yang murtad kepada Tuhan. Kemurtadtan umat Israel disebabkan karena penyembahan mereka kepada dewa kesia-siaan, sehingga hidup mereka menjadi sia-sia. Mereka menjauh dari Tuhan dan pada akhirnya Allah kecewa dengan hidup umat Israel.
2.      Pemanggilan Yeremia
Dalam kondisi hidup umat Israel hidup yang tidak setia bahkan membelakangi Tuhan, yeremia dipersiapkan oleh Allah sejak masih dalam kandungan. Bahkan jauh sebelum Yeremia dibentuk oleh Allah dalam rahim seorang perempuan yang menjadi ibunya, Allah telah merancangkan hidup Yeremia sedemikian rupa sampai dia siap dipanggil dan dipercayakan untuk maksud yang indah bagi Israel.  Yang sangat menarik adalah bahwa bagaimana Allah meyakinkan dan menegaskan tentang pemanggilan Yeremia. Ada empat kata kerja yang diungkapkan Allah tentang dirinya.
Yang pertama:  sebelum aku membentuk engkau dalam rahim ibumu
Yang kedua        :  Aku mengenal engkau
Yang ketiga        :  Aku telah menguduskan engkau
Yang keempat: Aku telah menetapkan engkau
Ini bukan hanya sekedar sebuah kata kerja yang yang tanpa makna, tetapi sesungguhnya Allah memiliki maksud dalam hidup Yeremia. Hidupnya tidak hanya sekedar dijalani tanpa makna, namun hidup yang dihidupinya adalah hidup untuk orang lain atau untuk umat Israel. Allah memakai Yeremia untuk maksud yang mulia, sebagai penyambung lidah Allah agar hidup umat Israel tidak menjadi sia-sia, namun hidup mereka semakin bermakna.
Inti berita Yeremia pasal 1:4-10
Kehendak Allah tak dapat dibatasi oleh kelemahan dan keterbatasan seseorang. Yeremia menyadari bahwa sebagai seorang nabi yang dipanggil oleh Allah, sesungguhnya dia tidak pandai bicara karena dia masih muda. Yeremia menolak pemanggilan itu karena alasan ini. Tetapi apakah Allah terpengaruh dengan alasan Yeremia? Yang Allah tahu bahwa otoritasNya tak dapat di tolak dan dibantah.  Allah menjalankan maksud-Nya sesuai rencana-Nya. Karena Allah tidak hanya sekedar menjalankan maksud-Nya namun juga memperlengkapi Yeremia, lalu Tuhan mengulurkan tangan-Nya dan menjamah mulut Yeremia dan berkata, sesungguhnya Aku menaruh perkataan-perkataan-Ku ke dalam mulutmu, dan memberi kewenangan sebagai seorang nabi, ketahuilah, pada hari ini aku mengangkat engkau atas bangsa-bangsa dan atas kerajaan-kerajaan, untuk mencabut dan merobohkan, untuk membinaskan dan meruntuhkan, untuk membangun dan menanam. Itulah hidup yang dipersiapkan Allah bagi Yeremia. Dia di panggil untuk menjadi nabi atas Israel agar Yeremia mengingatkan mereka supaya hidup yang mereka jalani tidak menjadi sia-sai tanpa makna. Tidak menyembah Illah kesia-siaan, yang membuat hidup mereka tidak bermakna, tidak bernilai, tidak berharga, tidak berpengharapan dan tidak menjadi berkat. Namun bagaimana mereka berbalik pada kehidupan yang sesungguhnya, yang telah di maksudkan Allah sebagai bangsa yang telah dikhususkan dan sebagai umat yang telah dipilihNya, untuk maksud menjadi berkat keselamatan bagi bangsa-bangsa lain.  Dengan hadirnya nabi Yeremia sebagai penyambung lidah Allah, umat Israel pada akhirnya diharapka akan berubah dan bertobat. Israel akan mengalami kasih Tuhan dan pemulihan dari Tuhan, dan benar-benar mengalami bagaimanan indahnya hidup bersama Tuhan.
Aplikasi
Kehidupan ini memang berat dan penuh tantangan. Yang bisa saja membuat kita berada dalam kekecewaan, kehilangan harapan, dan ketiadaan daya. Hidup menjadi sia-sia, tetapi Firman Tuhan hari ini, telah mengingatkan kita bahwa sesungguhnya sejak masih dalam kandungan Allah sudah punya rencana yang indah bagi kita. Allah idak merancangkan kecelakaan umat-Nya, tetapi rancangan-Nya adalah penuh dengan damai sejahtera. Masa depan setiap orang Tuhan sudah atur dan kedalikan. Yang terpenting adalah bagaimana menjalani hiudp sebaik mungkin, menghargai bahwa hidup ini harus dihidupi sesuai kehendak-Nya. Di situlah nilai hidup orang percaya yang sesungguhnya. Amin        YS                                                                                                             


























Minggu, 10 Februari 2019
(Minggu Biasa)
Tata Ibadah: Bentuk II
Stola & Antependium: Hijau

Bacaan Alkitab: YESAYA 6:1- 8

Latar belakang Teks
Yesaya adalah seorang nabi yang dipanggil oleh Allah dengan cara yang berbeda. Allah memperlihatkan kepadanya tentang kemuliaan, keagungan dan kekuasaanNya.  Firman Tuhan datang kepada Yesaya pada saat raja Uzia telah mati. Ia dipanggil sebagai nabi sekitar tahun 740 SM. Ia adalah nabi Yudea pada abad ke-8 SM Namun penglihatan-penglihatan tentang Yehuda dan Yerusalem terjadi pada zaman Uzia Yotam, Ahas dan Hizkia, raja-raja Yehuda. Dalam arti sebelum raja Uzia mati, Yesaya telah aktif di istana raja sekurang-kurangnya beberapa tahun sebelum wafatnya raja Uzia. Pada pertengahan abad ke-8, baik Israel pada masa pemerintahan Yerobeam II (782-753 SM), maupun Yehuda pada masa pemerintahan Uzia, menikmati masa-masa kemakmuran.  Namun gejolak terus terjadi ketika bangsa Asyur mulai menaklukan kerajaan kecil lainnya dan memaksa untuk membayar upeti supaya terlepas dari tekanan. Situasi ini memunculkan gerakkan anti Asyur yaitu Pekah dari Israel dan rezin dari Aram. Gerakan ini memaksa raja Ahas dari Yehuda untuk bergabung. Karena Ahas tidak bersedia, ia akhirnya meminta pertolongan dari Asyur dan hal tersebut menyebabkan Yehuda berada dalam kendali Asyur. Yesaya memperingatkan Yehuda untuk tidak terlibat dalam gerakkan politik yang sama khususnya dalam meminta bantuan kepada bangsa Mesir. Karena yang pasti bahwa kehidupan keagamaan akan turut berdampak dalam hidup bangsa itu.
Pemanggilan Yesaya
Nabi Yesaya terpanggil untuk menyadarkan orang-orang fasik di antara bangsanya dalam hal peribadatan mereka kepada Tuhan. Dengan tegas ia mengajak Yehuda untuk tidak menggabungkan diri dengan bangsa-bangsa lain, melainkan percaya kepada Tuhan. Bagaimana mereka mempertahankan kedudukannya sebagai bangsa yang kudus bagi Tuhan. Ia mendeklarasikan bahwa seisi dunia berada dalam pengendalian Tuhan. Dia pun juga memperingatkan masyarakat bahwa negeri mereka akan di musnahkan apabila mereka berpaling kepada Tuhan. Pada dasarnya bahwa bagaimana umat Allah menaruh keprcayaan kepada Allah dalam keadaan yang paling sulit sekalipun. Ia tidak hanya bernubuat kepada para raja, tetapi ia aktif dalam bidang politik. Yesaya meyakini bahwa Allah hadir secara aktif. Allah memakai kekuasaan dan kekuatan Asyur untuk menghukum orang Israel. Namun Yesaya pun tahu bahwa kekuasaan dan kekuatan Asyur dibatasi oleh kekuasaan Allah.
Isi teks
Pemanggilan Yesaya sebagai seorang nabi terjadi pada saat umat Israel berada dalam situasi yang tidak baik. Allah memberikan penglihatan-penglihatan yang menggambarkan tentang bangsa yang tidak setia.  Pada pasal 1: 2, dikatakan “dengarlah hai langit, dan perhatikanlah, hai bumi, sebab Tuhan berfirman: Aku membesarkan anak-anak dan mengasuhnya, tetapi mereka memberontak terhadap Aku. Langit dan bumi menjadi saksi atas ketiadak setiaan umatNya, anak-anak yang diasuhNya dan dibesarkanNya. Yesaya menyebutkan tentang Allah: Yahwe Sebaot (Tuhan semesta alam yang mempunyai segala kuasa di langit dan di bumi).  Yesaya diperlihatkan tentang kekuasaan Tuhan yang mengatasi langit dan bumi. Hal ini mau menggambarkan bahwa nabi Yesaya harus menyampaikan kepada umat Israel agar meletakkan kepercayaan mereka sepenuhnya kepada Sang pencipta dan pemilik alam semesta ini. Sekalipun banyak peristiwa yang terjadi yang menggentarkan hati dan jiwa, bahkan dalam keadaan yang sulit sekalipun umat diminta untuk tetap hidup dihadapan Tuhan, menguduskan diri dan hidup dalam persekutuan dengan Allah. Dalam situasi bangsa yang memberontak terhadap penciptaNya, Yesaya di panggil sebagai nabi atas bangsanya supaya, Firman Tuhan disampaikan kepada bangsa yang tidak setia. Nabi Yesaya dipanggil sebagai penyambung lidah Allah agar FirmanNya disampaikan dan di dengarkan agar mereka kembali berbalik kepada Tuhan yang telah memelihara umatnya. Pertobatan umat akan mengantar mereka mengalami damai sejahtera Allah.
  Aplikasi
Tuhan semesta alam, yang menciptakkan langit dan bumi akan terus memelihara umatnya dari waktu ke waktu. Perjalanan hidup di tahun 2019, bukanlah perjalanan yang mudah. Kita akan menghadapi banyak tantangan dan kesulitan namun ketika hidup diserahkan kepada-Nya kita akan menikmati manisnya pemeliharaan Tuhan seperti menikmati manisnya madu. Firman Tuhan hari ini, mengajak kita untuk percaya kepada Tuhan, bahwa tidak ada kuasa apapun yang dapat melampaui kekuasaan Tuhan, karena Allah yang kita imani adalah Allah yang tidak dibatasi oleh ruang dan waktu. Amin         YS


























Minggu, 17 Februari 2019
(Minggu Biasa)
Tata Ibadah: Bentuk III
Stola & Antependium: Hijau


Bacaan Alkitab: Yeremia 17 : 5 – 10
Persekutuan Yang Dikasihi Oleh Tuhan Yesus
         Ketika Yeremia dipanggil untuk menjadi nabi Allah pada tahun 627 SM, kerajaan Yehuda (Kerajaan Selatan) berada dibawa kekuasaan Asyur. Amun, setelah Raja Asurbanipal wafat, Asyur menjadi lemah dan Yehuda sili berganti menjadi jajahan Mesir dan Babilonia. Setelah Raja Yosia meninggal dunia, ia digantikan oleh Yoyakim dan Yoyakin yang hanya menjadi boneka Mesir dan Babilonia.
          Sebagai nabi Alla, Yeremia sangat peka dengan perbuatan dosa. Ia sangat prihatin pada sikap bangsa Israel yang mulai berpaling dari Yahwe dengan melakukan penyembahan berhala. Ekses penyimpangan iman umat Israel juga terlihat dalam dosa-dosa praktis dalam bentuk amoralitas dan tindakan-tindakan tidak etis dengan menindas pihak-pihak yang lemah. Yeremia merasa tidak punya teman karena umat Israel telah kehilangan kesetiaannya kepada Yahwe. Dalam kesendiriannya Yeremia menangisi dosa-dosa bangsanya. Ia sangat menyesal atas pelanggaran-pelanggaran Israel. Raja-rajanya semakin tidak setia kepada Yahwe, sehingga kesalahan mereka seakan-akan tidak dapat dihilangkan lagi. Dosa-dosa mereka sepertinya telah melekat sedemikian rupa sehingga terukir, terpahat, dan terpatri dalam hati umat Yehuda.
       Ada empat dosa utama yang dilakukan umat Yehuda, yaitu :
·         Gila kekayaan dan berusaha mengumpukannya dengan cara tidak jujur, memungut suap dari orang-orang lemah, menumpuk harta dengan cara tidak benar. Akibatnya, orang-orang miskin makin sengsara. Kasih terhadap sesama pun semakin hilang (ay.1,3,11).
·         Umat Yehuda lebih mengandalkan kekuatan dan pertolongan manusia daripada bersandar kepada Yahwe (ay. 5).
·         Sekalipun secara formal mereka sudah melakukan ibadah dan ritus-ritus, namun hati mereka  jauh dari Allah. Iman yang benar telah direduksi dalam bentuk upacara-upacara keagamaan (ay. 5).
·         Hati mereka tidak jujur, licik, lebih licik dari segala kelicikan. Hati mereka telah membatu (ay. 9).
Persekutuan Yang Dikasihi Oleh Tuhan Yesus.
            Oleh karena semua dosa itu, Yahwe akan melakukan pembalasan. Dia tidak akan membiarkan dosa-dosa berlangsung dihadapannya. Sebaliknya, Allah akan menghukum segala kejahatan karena pada hakikatnya dosa dan kejahatan adalah pelanggaran terhadap Allah dan kekudusannya. Mereka yang mengeruk kekayaan dengan cara yang tidak benar tidak akan menikmatinya.  Mereka akan kehilangan semuanya dan menyebut mereka sebagai orang-orang bebal. Namun, mereka yang setia, yang mengandalkan Allah dan menaruh pengharapan kepadanya, akan diberkati (ay.7-8).
            Jika kita perhatikan dengan saksama, apa yang dihadapi Yeremia juga dihadapi oleh orang percaya masa kini. Orang-orang yang setia menghadapi tantangan yang berat dan sulit. Hukum dan peraturan seakan-akan dibuat untuk dilanggar, hubungan dengan Allah tak lagi dihayati dengan benar, karena agama lebih banyak bersifat formalitas. Kepekaan untuk membedakan kebenaran dan kedurhakaanmakin menipis. Semua itu membuat kehidupan orang percaya dengan gereja terombang-ambing seakan-akan tanpa kepastian dan pegangan.
           Setiap saat kita masih menyaksikan dosa-dosa seperti dosa Yehuda. Menimbun harta dengan cara yang tidak jujur merambah semua lapisan mulai dari DPR, Penegak Hukum bahkan pelaksana pemerintahan. Oranng cenderung lebih suka bersandar pada kekuatan manusia darpada bersandar pada kuasa Allah. Hati manusia kering, tanpa spiritualitas, tanpa penghayatan yang benar mengenai hubungannya dengan Allah. Yang merabak adalah formalisme keagamaan dalam bentuk menjamurnya rumah  keagamaan dalam bentuk menjamurnya rumah-rumah ibadah dan semaraknya upacara-upacara keagamaan. Namun, dibalik itu semua, hati manusia dipenuhi dengan kelicikan dan kepalsuan.
Persekutuan Yang Dikasih Oleh Tuhan Yesus
           Dimanakah kita berada? apakah kita tergolong orang-orang fasik ?seharusnya tidak. Percayalah bahwa orang yang mengandalkan Tuhan, yang menaruh pengharapan kepadaya, akan diberkati (ay.7-8). Tuhan mendengar doa orang-orang setia yang tertindas, sebagaimana doa pemazmur (Mazmur 10: 17 – 18....................). Karena itu setialah, sebab Tuhan pasti menguatkan kita. Amin.   OL























Minggu, 24 Februari 2019
(Minggu Biasa)
Tata Ibadah: Bentuk IV
Stola & Antependium: Hijau

Bacaan Alkitab: Kejadian 45 : 1 – 15

Persekutuan Yang Dikasihi Oleh Tuhan Yesus.
           Keluarga adalah tempat pertama proses pembinaan, sehingga dari tiap-tiap keluarga tampil sosok teladan yang mampu mempermuliakan nama Tuhan, menjadi berkat dan teladan bagi banyak orang. Namun ada benang merah yang kita temukan dalam proses pembinaan keluarga. Ambil contoh: ada orang tua yang mempraktekan pilih kasih di antara anak-anaknya, seakan ada anak emas, anak perak dan anak perunggu. Artinya kasih sayang orang tua kepada anak-anak itu bervariasi, tidak sama dan tidak merata. Praktek pilih kasih yang dilakukan oleh orang tua tersebut tanpa disadari akan menimbulkan rasa benci dan dendam dari anak yang satu kepada anak yang lain, sehingga di dalam keluarga itu muncul ketidakutuhan, krisis relasi cinta kasih. Jika kondisi itu terus dibiarkan, maka cepat atau lambat akan mengancam kelangsungan dan keutuhan keluarga itu sendiri. Pada hal sudah menjadi tugas dan tanggung jawab bersama (persekutuan keluarga) untuk menjaga, merawat keluarga kita masing-masing sebagai unit bacik. Dan pangkalan pembinaan utama umat. 
          Di dalam dan melalui keluarga diwariskan nilai-nilai luhur kristiani, yakni kebersamaan dan persekutuan. Nilai-nilai inilah yang memberi isi dan makna bagi kemanusiaan yang bermutu (berkualitas). Dengan kata lain, nilai-nilai kebersamaan  dan persekutuan, justru menjadi indikator (alat ukur) peradaban dari keluarga Kristen sebagai keluarga Allah. Pada konteks inilah, mesti ditegaskan bahwa kebersamaan dan persekutuan, tidak dipahami sebatas teori, tetapi mesti menjadi gaya  hidup sebagai keluarga-keluarga Kristen (orang tua, suami-istri, anak-anak) di dalam keluarga. Ambil contoh: bersama-sama melaksanakan pekerjaan di dalam keluarga, dan duduk makan  bersama di meja makan keluarga. Konon, meja makan adalah lambang (simbol) persekutuan hidup dari keluarga Allah. 
Persekutuan Yang Dikasihi Oleh Tuhan Yesus.
           Teks pembacaan hari ini Kejadian 45 : 1 – 15 (khususnya ay. 1 – 8) yang mendasari ibadah di sepanjang minggu yang berjalan ini, memperlihatkan sejumlah tindakkan Yusuf untuk membela dan merawat kehidupan keluarganya, yakni:
-          Bahwa Yusuf melakukan tindakkan pembelaan terhadap saudara-saudara dan keluarganya, berawal dari hati yang berbelas kasihan kepada saudara-saudaranya (ay.1). Bahwa hati yang berbelas kasih itu, justru memberi motivasi (dorongan) bagi Yusuf untuk membela dan merawat saudara-saudaranya. Bahkan, belas kasihan justru menjadi bukti kepekaan dan kepedulian Yusuf terhadap penderitaan saudara-saudaranya.
-          Bahwa pembelaan dapat terjadi, ketika ada sikap saling menerima, antara Yusuf dengan saudara-saudaranya. Bahwa hati Yusuf yang berbelas kasihan, justru mendorong sedemikiannya sedemikian rupa untuk membangun perdamaian (rekonsiliasi) dengan saudara-saudaranya. Yusuf mengampuni saudara-saudaranya, dan tidak menyimpan dendan, kendati Yusuf diperlakukan secara kejam oleh saudara-saudaranya.
-          Bahwa titik puncak penerimaan Yusuf terhadap saudara-saudaranya, ditandai dengan tangisan Yusuf, sebegai ekspresi kemuliaan hatinya yang jatuh cinta kepada saudara-saudaranya. Kebencian saudara-saudaranya tidak mampu menghapuskan rasa belas kasihan Yusuf terhadap saudara-saudaranya. Yusuf dipersiapkan Tuhan untuk tujuan yang mulia. Karena itu ia menasihati saudara-sudaranya untuk tidak menyesal, sebab dia diutus oleh Tuhan untuk membela dan merawat saudara-saudaranya, dan orang banyak.  
Persekutuan Yang Dikadan hidup, disihi Oleh Tuhan Yesus.
           Menarik , bahwa pembacaan kita yang ke dua, Lukas 6 : 27 – 38 khususnya pada ayat 8a, mengedukasi (mendidik) kita untuk tidak berfokus pada apa yang bisa kita terima; melainkan kepada apa yang bisa kita berikan. Ketika kita memberi, maka kita akan memperoleh buahnya. Hal seperti ini juga perlu diterapkan dalam seluruh kehidupan kita, dalam hubungan kita satu dengan yang lain, khususnya dalam lingkup persekutuan keluarga dan jemaat dimana kita.  Persoalan yang yang lazim terjadi ialah: kita hanya menuntut untuk dihormati, tetapi terkadang kita juga tidak menghormati. Kita menuntut untuk dikasihi, tetapi terkadang kita juga tidak mengasihi. Kita menuntut untuk dihargai, tetapi terkadang kita tidak juga menghargai. Kita menuntut untuk diperhatikan, tetapi terkadang kita juga tidak memberi perhatian. Kita untuk untuk dilayani, tetapi terkadang kita juga tidak melayani. Hal-hal seperti ini tidak boleh dianggap sepeleh, karena sangat rentan (mudah) untuk menyulut konflik dalam keluarga dan persekutuan.Tegasnya ialah, demi terciptanya iklim kerukunan, keakraban, kebersamaan dan kebahagiaan dalam keluarga/jemaat, maka kita harus mengambil inisiatif atau prakarsa untuk memberi lebih dahulu, dan bukan menunggu untuk diberi.
Persekutuan Yang Dikasihi Oleh Tuhan Yesus
          Sebetulnya hidup saling memberi dan saling menerima dalam spirit kasih, mejadi model hidup kristiani, yang melahirkan damai sejahteradan kebahagiaan, malah, menjadi model hidup berkeluarga, bergereja, dengan pemahaman dasar, “taburkanlah kasih dengan mengharagi orang lain”. Kasih itu berkaitan dengan kesediaan menerima sesamakita apa adanya, sekalipun cara hidupnya berbeda dengan kita. Perbedaan meski dimaknai sebagai khazanah (kekayaan), dan bukan keanehan untuk menganggapnya rendah, untuk dihina dan dihakimi. Perbedaan juga berkaitan dengan gaya hidup, budaya, standar pendidikan dan cara pandang kita tentang suatu masalah. Karena itu janganlah menghakimi orang lain r pendidikan dan cara pandang kita tentang suatu masalah. Karena itu janganlah menghakimi orang lain yang dipandang berbeda dengan kita, bahkan yang melakukan kesalahan terhadap kita. Hidup dalam persekutuan/bersama membutuhkan saling pengertian, serta kesediaan untuk memahami orang lain, dari sudut pandang mereka, dan bukan dari sudut pandang kita.  Tuhan menghendaki supaya kita saling memberi dan saling menerima, bahkan saling berbagi hidup. Dan inilah yang disebut sebagai cara hidup kristiani. Amin. OL

Minggu, 3 Maret 2019
(Minggu Prapaskah I)
Tata Ibadah: Prapaskah
Stola&Antependium: Ungu

Bacaan Alkitab: Keluaran 35:1- 29; Lukas 9: 28- 36
Sidang Jemaat, Saudara-saudara Yang Dikasihi Tuhan Yesus Kristus,
            “Kemah suci” dikenal dalam sejarah keagamaan umat Israel setelah “Kemah Pertemuan”, yakni tempat perjumpaan sementara Allah dengan umat-Nya Israel. “Kemah suci” adalah sarana atau tempat Kudus yang dapat dibawa-bawa dan dipercayai sebagai temat tinggal Allah di tengah-tengah hidup umat-Nya selama berada di Padang gurun. “Kemah suci” tersebut masih lama dipakai sesudah bangsa Israel memasuki Tanah Kanaan. Kemah Suci dibangun demi tujuan Allah, berarti Kemah Suci mempunyai nilai perlambangan bagi zamannya. Perjanjian Baru secara khas mengatakan bahwa Kemah Suci adalah ‘gambaran dan bayangan dari apa yang ada di Sorga’, ‘kiasan’, ‘merupakan gambaran dari yang sebenarnya’ (Ibr 8:5; 9:9,24). Pembuatan “Kemah suci” sendiri dilakukan oleh umat Israel melalui pemberian persembahan khusus. Setelah Musa menegaskan perihal penghormatan dan pengudusan Hari Sabat, Firman Tuhanpun disampaikan oleh Musa supaya umat Tuhan mempersembahkan persembahan khusus dari setiap barang kepunyaan umat-Nya untuk membuat kemah suci. Perintah Tuhan Allah ini, direspon dengan baik oleh umat Tuhan, dengan keyakinan bahwa melalui dan lewat kemah suci tersebut Tuhan Allah selalu ada dan berdiam dengan mereka diperjalanan hidup mereka yang penuh tantangan, penderitaan dan juga kesengsaraan. Dengan dasar iman bahwa melalui dan di dalam kemah suci, Tuhan Allah selalu hadir dan tetap beserta mereka di perjalanan hidup yang menyesakkan tersebut, umat Israel dengan penuh antusia mempersembahkan apa yang ada pada mereka termasuk keahlian yang mereka miliki. 
 Sidang Jemaat, Saudara-saudara Yang Dikasihi Tuhan Yesus Kristus,
            Umat Israel mempersembahkan semua persembahan mereka berdasarkan gerakan hati, dorongan jiwa (ay.20) sebagai bentuk pengakuan, ketaatan dan ketergantungan mereka kepada Tuhan Allah dalam perjalanan hidup yang mereka tempuh. Baik laki-laki maupun perempuan yang tergerak hatinya dan terdorong jiwanya memberikan persembahan mereka dan juga memberi diri mereka untuk tersedianya kemah suci yang diyakini sebagai tempat berdiamnya Allah di tengah kehidupan mereka. Tindakan iman umat Tuhan ini sungguh lahir dari ketulusan, dan oleh dasar hati yang tergerak dan dorongan jiwalah sesungguhnya perjumpaan Tuhan Allah dengan umat-Nya sungguhlah terjadi. Jika Musa dan umat Israel membuat kemah suci bagi Allah di perjalanan hidup mereka di padang gurun sebagai lambang kehadiran dan berdiamnya Allah di tengah perjalanan hidup mereka yang penuh derita dan sengsara, Petruspun menawarkan mendirikan 3 kemah bagi Yesus, Musa dan Elia dalam peristiwa transfigurasi Yesus Kristus sesuai bacaan kita yang kedua. Walaupun sesungguhnya Petrus tidak mengerti akan apa yang ia ucapkan. Transfigurasi atau penampakan kemuliaan Tuhan Yesus bersama Elia dan Musa terjadi setelah Tuhan Yesus memberitahukan tentang penderitaan atau sengsara yang akan dialami dan dihadapi-Nya. Dijelaskan bahwa Musa dan Elia yang menampakkan diri dalam peristiwa transfigurasi Yesus Kristus di atas Gunung itu sesungguhnya berbicara tentang tujuan kepergian Tuhan Yesus yang akan digenapi-Nya di Yerusalem. Artinya Musa dan Elia yang Nampak bersama Yesus di dalam kemuliaan Yesus menegaskan bahwa Tuhan Yesus akan menderita, disiksa, sengsara, disalibkan di Yerusalem, kemudian akan bangkit dan hidup menerima kemuliaan Illahi.
Sidang Jemaat, Saudara-saudara Yang Dikasihi Tuhan Yesus Kristus,
            Pengakuan Petrus yang merasakan kebahagiaan yang begitu luar biasa dalam peristiwa di puncak gunung tersebut merupakan pengalaman iman yang luar biasa yakni terjadinya perjumpaan dengan Tuhan dalam kemuliaan-Nya merupakan pengakuan yang lahir dari gerakan hati dan dorongan jiwanya. Di peristiwa penampakan kemuliaan Tuhan Yesus inilah, suara terdengar; “inilah Anak-Ku yang Kupilih, dengarkanlah Dia!”. Peristiwa transfigurasi Tuhan Yesus, Elia dan Musa ini menegaskan kembali bagaimana murid Tuhan Yesus merespon kemuliaan Tuhan dalam perjalanan hidup ini. Tuhan Allah hadir dan senantiasa beserta umat-Nya di dalam perjalanan hidup di dunia ini. Tuhan Yesus Kristus hadir dalam kemuliaan Sang Illahi dikehidupan umat yang percaya kepada-Nya, sebagai bentuk solidaritas Illahi bagi umat yang menderita dan sengsara akibat kungkungan kuasa dosa dan maut. Maka Tuhan Yesuspun menjalani dan menerima segala bentuk derita dan sengsara supaya manusia yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. Allah telah hadir di dalam dan melalui Tuhan Yesus Kristus, Dia tidak lagi berdiam di Kemah suci sebagaimana yang dibuat oleh umat Israel, melainkan Allah berdiam di dalam Yesus Kristus, dan Yesus Kristuslah Kemah suci tersebut. Di dalam Yesus Kristuslah berdiam segala kemuliaan Allah. Karena itu, untuk mengaminkan kehadiran Tuhan Allah dan berdiam di dalam hidup ini, maka setiap orang percaya harus dengan gerakan hati dan dorongan jiwa mendengarkan Dia, Yesus Kristus Tuhan Juruselamat.
Sidang Jemaat, Saudara-saudara Yang Dikasihi Tuhan Yesus Kristus,
            Memasuki dan menjalani minggu sengsara saat ini, kita semua sesungguhnya diarahkan untuk mendengarkan Tuhan Yesus sebagai Penebus dan juruselamat kita. Mendengar Dia berarti kita mempersembahkan hidup kita sebagai puji-pujian dan kemuliaan bagi nama Allah. Di dalam Yesus Kristuslah kemuliaan Allah bersemayam, Yesus Kristuslah kemah suci yang mesti kita jadikan sebagai tempat kita berjumpa dengan Allah, sebab Yesus Kristuslah Allah itu. Supaya Yesus Kristus yang adalah kemah suci Allah tetap ada di tengah-tengah hidup kita umat-Nya, maka hati yang tergerak, dorongan jiwa untuk memuliakan dan mempersembahkan hidup kepada-Nya mesti menjadi hari dan jiwa kita. Walaupun untuk tiba pada kebahagiaan menikmati kemuliaan Tuhan seperti yang dialami Petrus, kita mesti mendaki gunung kehidupan yang terjal dan penuh tantangan penderitaan dan kesengsaraan. Semua pengalaman hidup itu niscaya akan mengarahkan kita mengerti dan menyadari apa sesungguhnya yang Tuhan kehendaki. Karena itu, kita harus mendengar Yesus Kristus. Mendengar Tuhan Yesus berarti memberi diri untuk meneladani-Nya. Mendengar Tuhan Yesus berarti kita diarahkan untuk mempersembahkan apa yang kita miliki. Mendengar Tuhan Yesus berarti mengarahkan kita untuk tetap setia menerima segala bentuk derita dan sengsara oleh karena iman kepada-Nya.
Sidang Jemaat, Saudara-saudara Yang Dikasihi Tuhan Yesus Kristus, 
            Penderitaan dan kesengsaraan orang beriman adalah pengalaman hidup yang hendak mengarahkan orang percaya untuk melihat dan menikmati kebahagiaan oleh karena berjumpa dengan Allah dalam kemuliaan-Nya. Kebahagiaan yang luar biasa akan menjadi pengalaman hidup orang percaya ketika ia berjumpa dengan Tuhan Allah di dalam kemuliaan-Nya, maka marilah kita mempersembahkan hidup kita demi kemuliaan-Nya, yakni Yesus Kristus yang adalah kemah suci abadi bagi kita, di mana Allah berdiam dan menjumpai kita. Marilah kita tetap berkomitment dan dengan kesetiaan, oleh hati yang tergerak dan oleh dorongan jiwa kita mempersembahkan hidup kita kepada-Nya. Yakinlah, Dia yang adalah Kemah suci dan yang abadi senantiasa ada berdiam di dalam perjalanan hidup ini. Di dalam kesengsaraan dan penderitaan sekalipun kemuliaan-Nya tidak pernah sirna dari hidup kita, Terpujilah Tuhan Yesus Kristus, Amin                                                         BPS














Minggu, 10 Maret 2019
(Minggu Prapaskah II)
Stola&Antependium: Ungu

Bacaan Alkitab Ulangan 26:1- 11; Lukas 4: 1- 13
Sidang Jemaat, Saudara-saudara Yang Dikasihi Tuhan Yesus Kristus,
            Pencobaan yang dialami oleh manusia kerapkali membuat manusia melupakan diri dan Tuhannya. Pencobaan-pencobaan tersebut dapat mewujud dalam berbagai bentuk tragedi kehidupan, baik dalam bentuk kesusahan maupun dalam bentuk mesuksesan hidup. Artinya manusia senantiasa diperhadapkan pada pencobaan hidup yang juga melibatkan dirinya sendiri. Ketika orang percaya jatuh ke dalam pencobaan, maka yang terjadi di sana adalah umat akan melupakan jati dirinya dan juga melupakan Tuhannya. Pencobaan-pencobaan hidup selalu dimanfaatkan iblis untuk menjauhkan umat Tuhan dari Tuhannya dan ujung-ujungnya adalah supaya umat Tuhan meninggalkan Tuhannya dan sujud menyembah kepadanya (iblis). Semua yang terjadi dan dialami oleh manusia di kolong langit ini, dapat menjadi pencobaan bagi dirinya sendiri. Baik kekurangan, kelebihan, kekuatan, kelemahan, kepintaran, kebodohan dan lain sebagainya selalu menjadi peristiwa hidup yang dapat menjadi pencobaan bagi umat Tuhan. Maka setiap orang percaya senantiasa diarahkan untuk mengingat jati dirinya sebagai umat yang telah ditebus oleh Tuhan Allah. Bukti bahwa seorang percaya tetap setia mempertahankan jati dirinya dan setia kepada Tuhannya ialah ketaatannya berkorban kepada Tuhannya, yakni mempersembahkan hidupnya kepada Tuhan Allah.
Sidang Jemaat, Saudara-saudara Yang Dikasihi Tuhan Yesus Kristus,
            Umat Israel mendapat perintah Tuhan agar jikalau mereka terbebas dari penderitaan dan kesengsaraan, dan memasuki serta menikmati hidup yang menyenangkan, supaya tetap mempersembahkan hidup mereka kepada Allah sebagai bukti ketaatan dan kesetiaan mereka memelihara jati diri sebagai umat Allah. Mempersembahkan hasil pertama dari setiap berkat yang mereka terima dari Tuhan wajib dilakukan. Ini adalah korban yang menunjuk bahwa Tuhan Allah lah yang terutama dan pertama di dalam kehidupan umat percaya. Penderitaan dan kesengsaraan di perjalanan hidup di masa silam dan mungkin juga di masa depan yang dialami oleh umat Tuhan tidak boleh membuat umat Tuhan menjadi berubah setia. Apapun dan bagaimanapun kondisi hidup umat percaya, kesetiaan kepada Tuhan harus tetap menjadi sikap dan tindakan imannya. Kesengsaraan dan penderitaan yang terjadi dan dialami oleh umat Tuhan harus dijadikan sebagai pengalaman iman, yang bertujuan mengarahkan hidup kepada penyerahan diri secara totalitas kepada Tuhan dan menjadikan Tuhan selalu yang terutama dan yang pertama. Mempersembahkan korban dari hasil pertama dari keberhasilan hidup ini menjadi kewajiban yang mesti dilakukan oleh setiap orang percaya sebagai wujud dan bukti kesetiaan kepada Tuhan Allah.
Sidang Jemaat, Saudara-saudara Yang Dikasihi Tuhan Yesus Kristus,
            Pencobaan adalah bagian dari proses hidup setiap orang percaya selama hidup di dunia ini. Pencobaan sendiri datang dari diri manusia dan iblis bekerja di sana memanfatkan semua bentuk situasi dan kondis hidup manusia. Tuhan Yesus sendiripun telah menghadapi pencobaan dari Iblis, tetapi bukan dari dirinya, sebab Dia tidak berdosa, Dia menghadapi pencobaan untuk membuktikan bahwa iblis tidak akan pernah menang atas Dia. Pencobaan yang dihadapi Yesus menjadi pembelajaran iman bagi setiap orang percaya bahwa sesungguhnya dengan senantiasa taat dan setia kepada Tuhan Allah, maka iblis dikalahkan dan kemengan iman menjadi milik umat-Nya. Bentuk penderitaan berupa kelaparan di Padang gurun menghantar Tuhan Yesus pada pencobaan Iblis untuk menggunakan kuasaNya mengubah batu menjadi roti. Jenis pencobaan ini sangat dekat dengan kehidupan orang percaya. Kondisi dalam kelaparan menunjuk pada kondisi hidup yang serba kekurangan dan tidak memiliki apa-apa. Kondisi hidup seperti ini akan membuat orang tergoda untuk menghalalkan semua cara, termasuk dengan cara menghianati Tuhannya asalkan apa yang dibutuhkan terpenuhi. Tuhan Yesus tidak mau menggunakan kuasaNya hanya untuk roti dan tunduk kepada iblis. Tuhan Yesus mengatakan bahwa manusia tidak hidup dari roti saja, tetapi dari setiap Firman Tuhan. Tuhan Allah sanggup memberikan apa yang dibutuhkan umatNya asalkan umatNya percaya kepada-Nya. Demikian pula dengan kuasa dan kemuliaan serta dengan janji Tuhan Allah tidak dapat dijadikan sebagai alasan untuk tunduk kepada iblis. Singkatnya ialah apapun yang ada di kehidupan ini tidak dapat dijadikan sebagai alasan untuk menyangkali Tuhan Allah dan tunduk kepada iblis.
Saudara-saudara, Sidang Jemaat Yang Dikasihi Tuhan Yesus Kristus,
            Di Minggu-minggu sengsara ini, kita akan diajak merenungkan segenap kan perjalanan hidup kita dalam hubungannya dengan berbagai bentuk penderitaan dan kesengsaraan sebagai umat Tuhan. Pencobaan, acapkali menghantar kita menderita dan sengsara. Maka pencobaan apapun wujud dan bentuknya harus dihadapi dengan tetap setia dan taat kepada Tuhan Allah. Mempersembahkan hidup kepada Tuhan Allah dan senantiasa memposisikan Tuhan Allah sebagai yang terutama dan pertama di kehidupan ini. Bagaimanapun kesengsaraan dan penderitaan hidup yang pernah kita alami dan yang akan kita hadapi, ingatlah bahwa kita tidak akan pernah ditinggal pergi dan dibiarkan oleh Tuhan Allah. Di pencobaan hidup sekalipun Dia berkuasa, FirmanNya berkuasa mengarahkan kita menaklukkan diri dan menakklukkan segala bentuk pencobaan yang kita hadapi di hidup ini. Selama kita tetap berpegang teguh pada Firman Tuhan, dan selama kita tetap taat kepada Tuhan Allah, kasih setia-Nya tidak akan pernah meninggalkan kita. Maka berdasarkan kesaksian Alkitab saat ini, ketika kita akan menjalani minggu-minggu sengsara di tahun ini, ingatlah bahwa Tuhan menghendaki kita senantiasa mengandalkan Firman-Nya, hidup sesuai dengan Firman-Nya serta taat kepada-Nya. Persembahkanlah hidup secara totalitas sebagai bentuk korban hidup kita kepada Allah dengan demikian tidak ada tempat bagi iblis merongrong kehidupan beriman kita dan menjauhkan kita dari kasih karunia Tuhan Allah. Tuhan Yesus sendiri telah berkorban, menderita dan mengalami kesengsaraan, Ia disalib dan mati demi menebus kita dari kuasa maut. Kita tidak akan binasa di dalam menghadapi setiap bentuk kesengsaraan dan penderitaan hidup di dunia ini, selama kita tetap setia kepada-Nya dan mempersembahkan hidup kita secara total kepada-Nya sebagai bentuk ketaatan dan kesetiaan kita kepada-Nya.
Saudara-saudara, Sidang Jemaat Yang Dikasihi Tuhan Yesus Kristus
            Marilah, sebagai umat yang telah ditebus oleh Tuhan Allah, kita senantiasa setia dan sedia mempersembahkan hidup kita secara menyeluruh kepada Tuhan Allah. Jadikanlah Tuhan Allah yang terutama dan yang pertama di dalam hidup saudara, maka segala sesuatu akan ditambahkan-Nya kepadamu. Pencobaan berat sekalipun, termasuk derita dan kesengsaraan niscaya akan kita lewati. Hiduplah sesuai dengan Firman-Nya, niscaya segala bentuk pencobaan yang membuat kita menderita dan sengsara akan berujung pada kemenangan, sebab Tuhan Yesus sendiri telah menghardiknya dari kehidupan kita umat tebusan-Nya. Tuhan Menyertai dan memberkati kita menghadapi dan menjalani kehidupan ini. Sengsara dan penderitaan niscaya menghantar kita kepada Damai sejahtera Tuhan Allah. Amin                                                       BPS

















Minggu, 17 Maret 2019
(Minggu Prapaskah III)
Tata Ibadah: Prapaskah
Stola & Antependium: Ungu

Bacaan Alkitab: Kejadian 15: 1-12, 17-18; Lukas 13: 31-35.
Tuhan Tidak Pernah Gagal
Saudara-saudari yang dikasihi Tuhan.
Perjalanan hidup sebagai orang-orang percaya kepada Tuhan, tidak selalu berjalan dengan mulus. Selalu diperhadapkan dengan tantangan dan rintangan. Kenyataan yang terjadi terkadang jauh panggang dari api, artinya tidak seperti yang diharapkan. Akibatnya, banyak yang menjadi ragu-ragu, kecewa, bahkan kehilangan harapan. Tuhan seolah-olah tidak mampu berbuat apa-apa, atau tidak mau melakukan sebagaimana yang dijanjikan. Keyakinan tentang kasih dan kuasa Tuhan tergerus dengan pengalaman dan kenyataan yang berbeda. Mengapa Tuhan seringkali membiarkan masalah menerpa hidup umat-Nya, apakah janji-Nya dapat dipegang? Mungkinkah Tuhan dapat gagal dalam rencana terhadap umat-Nya?
Saudara-saudari yang dikasihi Tuhan.
Dari dua bagian pembacaan tadi, kita menyaksikan tentang janji-janji dan rencana Tuhan, yang sering tidak mampu diselami oleh manusia. Pada pihak manusia ada keterbatasan untuk memahami, bahwa Tuhan berdaulat dalam melaksanakan segala janji dan rencana-Nya. Janji-janji dan rencana Tuhan tidak pernah gagal, pasti terjadi menurut waktu dan cara Tuhan sendiri. Apa yang Tuhan buat tidak bergantung pada akal dan pikiran manusia. Tuhan mengharapkan, agar manusia tetap percaya dan berserah pada kehendak Tuhan. Sebagaimana yang terjadi dengan Abram, ketika Abram dipanggil keluar dari negerinya, Tuhan mengikrarkan janji akan memberkati dan membuatnya menjadi bangsa yang besar, supaya ia menjadi berkat bagi bangsa-bangsa. Janji Tuhan akan memberikan keturunan kepada Abram dan Sarai, istrinya. Namun setelah sekian puluh tahun, ternyata anak yang diharapkan belum terealisasi, padahal Abram dan Sarai sudah semakin tua. Kalau sudah tua, tentu secara fisik sudah tidak bisa diharapkan dapat mempunyai anak. Nampaknya Tuhan sudah gagal, tidak mungkin dapat menepati janji-Nya.
Tetapi Tuhan menjumpai Abram dan menegaskan kembali, bahwa janji-Nya tidak berubah. Ketika Abram sudah hampir pupus harapan untuk memperoleh anak dari Sarai, bahkan sudah memikirkan tentang Eliezer, hambanya, yang kelak akan mewarisi segala harta kekayaannya. Tuhan tetap akan memenuhi janji-Nya kepada Abram, asalkan Abram tetap percaya kepada Tuhan. Di sini, kepercayaan Abram diuji Tuhan. Namun iman Abram sungguh teruji, sekalipun secara nalar manusia sulit diterima, ia tetap menunjukkan kepercayaannya kepada Tuhan. Abram percaya, Tuhan pasti sanggup untuk berbuat seperti apa yang dijanjikan, entah bagaimana caranya. Itulah sebabnya, Abram (Abraham) dikenal sebagai Bapa orang percaya. Mengapa begitu besar keyakinan dan kepercayaan Abram kepada Tuhan? Karena Abram bergaul dengan Tuhan, sehingga ia mengenal keMahaKuasaan Tuhan.
Saudara-saudari yang dikasihi Tuhan.
Dalam Lukas 13:31-35, orang-orang Farisi mengingatkan Tuhan Yesus terhadap ancaman pembunuhan oleh Herodes. Tentu saja dalam pikiran mereka, seharusnya Tuhan Yesus berusaha menghindar dari ancaman tersebut, sehingga pelayanan Tuhan dapat terus berlanjut. Namun tanggapan Tuhan Yesus, bukannya menghindar, melainkan menyampaikan tantangan kepada Herodes untuk melakukan apa yang dianggapnya baik. Segala kemungkinan yang terburuk dari perjalanan pelayanan, siap dihadapi oleh Tuhan Yesus. Mengapa Tuhan Yesus dapat tenang mendengar informasi ancaman pembunuhan Herodes? Sebab Tuhan Yesus mengetahui benar apa yang menjadi rencana dan kehendak Tuhan. Tanpa perkenan Tuhan tidak mungkin terjadi sesuatu, dan tidak ada kuasa mana pun yang bisa menghalangi rencana Tuhan. Mungkin dalam pikiran banyak orang saat itu, kalau Tuhan Yesus berhasil dibunuh/mati, maka tamatlah riwayat Tuhan. Karya kasih Tuhan untuk menyelamatkan manusia di dalam Tuhan Yesus berhasil digagalkan. Tetapi yang tidak dipahami oleh manusia, justru melalui kematian Tuhan Yesus, maka karya keselamatan Allah terealisasi. Inilah yang disebut oleh Paulus sebagai hikmat Allah, yang berbeda dengan hikmat manusia. Manusia mereka-rekakan yang jahat, namun Tuhan membuatnya menjadi kebaikan. Orang-orang Yahudi menyangka dengan membunuh Yesus, maka berakhir pula eksistensi dari Tuhan Yesus, namun justru dengan kematian Tuhan Yesus, ketika Ia ditinggikan di salib, Ia menarik banyak orang kepada-Nya. Setiap orang yang percaya akan diselamatkan. (band. Yoh.3:14-15). 
Saudara-saudari yang dikasihi Tuhan.
Di minggu prapaskah ke 3 ini, kita semua diingatkan untuk tetap berpegang pada janji-janji Tuhan. Walau pun mungkin saat ini kita sedang menghadapi situasi dan kondisi hidup yang seolah-olah tanpa harapan, namun kita harus tetap percaya dan hidup dalam pengharapan kepada Tuhan. Mungkin kita merasa Tuhan seolah-olah sudah lupa, atau terlambat dalam menyatakan pertolongan dan anugerah-Nya, namun sesungguhnya Tuhan sedang menantikan saat yang tepat untuk menyatakan kasih dan kuasa-Nya dalam hidup kita. Sebab Dia Tuhan, yang lebih mengetahui apa yang terbaik bagi kita. Tuhan membuat segala sesuatu indah pada waktunya. Janji-janji-Nya dalam Tuhan Yesus Kristus, ya dan amin! Amin!                                                          YD



















Minggu, 24 Maret 2019
(Minggu Prapaskah IV)
Tata Ibadah: Prapaskah
Stola & Antependium: Ungu

Bacaan Alkitab: Yesaya 55: 1-9; Lukas 13: 1-9.
Panggilan Bertobat
Saudara-saudari yang dikasihi Tuhan.
Kita sering mendengar orang berkata: “Manusia tidak luput dari kesalahan, sebab tidak ada seorang manusia yang sempurna, kesempurnaan hanyalah milik Tuhan.” Walaupun demikian, hal ini tidak boleh menjadi alasan seseorang untuk terus berkanjang dalam kesalahan / dosa, dan tidak berupaya memperbaiki diri. Sebab apabila seseorang tetap hidup dalam kesalahan dan dosa, pastilah hidupnya tidak akan membuahkan hal-hal yang baik, bahkan pada akhirnya akan binasa. Karena upah dosa adalah maut. Manusia memang penuh dengan kelemahan, bahkan dengan kekuatannya sendiri tidak berdaya untuk membaharui hidup di hadapan Tuhan, sehingga mengalami keselamatan. Tetapi kekuatan anugerah Tuhan, jauh melampaui segala kelemahan manusia. Kekuatan anugerah Tuhan akan memampukan seseorang untuk hidup yang berkenan kepada Tuhan dan berbuah dalam kehidupannya.
Saudara-saudari yang dikasihi Tuhan.
Bagian Firman Tuhan dalam Yesaya 55:1-9, merupakan seruan bagi umat yang sedang menderita sebagai dampak dari kesalahan dan dosa mereka sendiri. Tuhan berfirman melalui nabi, agar umat itu berbalik kepada Tuhan (bertobat) : “Carilah Tuhan selama Ia berkenan ditemui; berserulah kepada-Nya selama Ia dekat!” Hal ini menunjukkan, bahwa di tengah ketidakberdayaan manusia untuk menjalani hidup yang berkenan kepada Tuhan, sehingga berdampak pada penderitaan dan pergumulan, Tuhan tetap memperhatikan dan mempedulikan. Dia tidak membiarkan manusia binasa karena kesalahan mereka. Tuhan merancangkan jalan bagi manusia untuk selamat. Panggilan Tuhan kepada umat yang sudah menyimpang dari Tuhan ini ditawarkan secara cuma-cuma, yang menggambarkan belas kasih Tuhan. Dalamnya terkandung janji Tuhan untuk mengampuni segala kesalahan dan mengaruniakan keselamatan atas orang-orang yang bertobat kepada-Nya, sehingga hidup mereka berlimpah sukacita dan diberkati, serta berbuah bagi sesama.
Selanjutnya dalam Lukas 13:1-9, menyaksikan dua hal: yang pertama berkaitan dengan peristiwa tragis yang menimpa orang-orang Galilea di mana darah mereka dicampurkan Pilatus dengan korban persembahan mereka dan orang-orang yang mati tertimpa menara dekat Siloam. Kematian yang mengenaskan dalam dua peristiwa ini, menurut konsep pikiran masyarakat saat itu, adalah disebabkan oleh perbuatan dosa. Dengan kata lain, kematian itu sebagai hukuman Tuhan atas keberdosaan mereka. Tuhan Yesus memberi tanggapan, tentu bukan seperti yang diharapkan, yaitu menyetujui konsep mereka. Bagi Tuhan Yesus, semua orang sudah jatuh ke dalam dosa, sehingga suatu ketika akan dihukum Tuhan. Namun Tuhan mengambil peristiwa ini sebagai suatu ilustrasi untuk mengingatkan pendengarnya saat itu untuk bertobat.  Bagi Tuhan Yesus, orang banyak itu tidak pantas untuk menghakimi orang-orang yang menjadi korban dari kedua peristiwa tadi, karena mereka dihukum Tuhan. Mereka yang beranggapan seperti itu, seolah-olah menempatkan diri mereka sebagai yang lebih benar dan baik, padahal semua manusia tidak luput dari kesalahan. Cara berpikir seperti itu, telah merendahkan Tuhan Allah sebagai yang suka menghukum manusia. Sebab walaupun Tuhan berdaulat dan adil, namun Dia juga berbelas kasih dan berkemurahan. Tuhan Yesus mengingatkan, bahwa yang Tuhan inginkan ialah adanya pertobatan sebagaimana hal yang kedua dari pembacaan ini, yaitu perumpamaan tentang pohon ara. Ketika pohon ara tersebut ditanam, maka yang diharapkan tentunya akan berbuah, sehingga membawa manfaat. Ketika pohon ara itu tidak berbuah, maka jelas tidak berguna. Apalagi setelah diupayakan tanah sekitarnya digemburkan dan diberi pupuk. Jika tetap tidak berbuah, maka pohon itu akan ditebang dan diganti dengan pohon yang lebih baik. Gambaran ini digunakan oleh Tuhan Yesus untuk mengingatkan para pendengarnya, termasuk jemaat saat ini, supaya jangan terjebak dalam diskusi-diskusi hanya untuk mencari pembenaran diri sendiri dan selalu mempersalahkan orang lain, sehingga saling melukai hati dan perasaan satu sama lain. Sebab yang dikehendaki Tuhan, agar masing-masing orang menunjukkan buah-buah hidup yang baik, yang bermanfaat bagi semua orang. Sikap yang seharusnya dimiliki, ialah selalu terbuka untuk intropeksi diri, berefleksi dari berbagai peristiwa hidup, agar menjadi pribadi yang lebih baik, sehingga hidupnya berkenan kepada Tuhan dan berbuah bagi orang-orang di sekitarnya.
Saudara-saudari yang dikasihi Tuhan.
Di minggu prapaskah ke 4 ini, kita semua dipanggil untuk bertobat dari segala kesalahan dan dosa kita. Mungkin selama ini, kita sudah merasa yang paling baik dan benar, sehingga kita suka menghakimi sesama manusia. Ingatlah, tidak ada seorang pun yang tidak pernah berbuat kesalahan. Kita hanya hidup oleh karena kemurahan Tuhan. Karena itu, kita dipanggil untuk saling mengakui kesalahan, saling mengampuni, supaya kita pun mengalami pengampunan Tuhan. Marilah kita menyambut anugerah Allah di dalam Yesus Kristus. Tuhan Yesus telah datang ke dalam dunia, sebagai wujud kasih Allah untuk menebus dan menyelamatkan manusia yang berdosa. Dalam anugerah-Nya, kita akan dibaharui dan dimampukan untuk hidup baru sesuai kehendak Tuhan dan berbuah-buah bagi kemuliaan nama Tuhan. Amin!                       YD

















Minggu, 31 Maret 2019
(Minggu Prapaskah V)
Tata Ibadah: Prapaskah
Stola & Antependium: Ungu

Bacaan Alkitab: Yosua 5:9- 12; Lukas 15:1-3, 11b-32

Sidang Jemaat, Saudara-saudara Yang Dikasihi Tuhan Yesus Kristus,
            Perjalanan dan pengembaraan hidup umat Israel selama 40 tahun di Padang gurun adalah perjalanan dan pengembaraan hidup yang unik. Bagaimana tidak, bahwa selama di perjalanan dan pengembaraan hidup tersebut mereka diberikan makanan oleh Tuhan Allah yaitu manna. Manna yang menyerupai sisik-sisik halus, seperti embun beku yang berwarna putih yang turun dari langit. Setiap hari umat Israel selama di Padang gurun memungut manna ini sebagai makanan bagi mereka. Luar biasa, saudara-saudara, bahwa di tengah ketidakmungkinan, umat Israel tetap dimungkinkan untuk beroleh makanan dan minuman, jaminan hidup selama di perjalanan tersebut. Ketika mereka telah tiba di Tanah Kanaan, kebiasaan makan manna inipun berakhir. Tuhan memberikan mereka roti untuk dimakan dari hasil Tanah Kanaan. Namun sebelum mereka tinggal diam di Tanah Kanaan tersebut, penyunatanpun berlangsung, sebagai penyegaran perjanjian Allah dengan umatNya. Sunat menjadi penting dalam tradisi keagamaan umat Israel. Anak-anak yang lahir bagi umat Israel di sepanjang perjalanan di Padang Gurun disunat di Gilgal sebagai tanda perjanjian yang diteguhkan bagi mereka oleh Tuhan Allah.
Sidang Jemaat, Saudara-saudara Yang Dikasihi Tuhan Yesus Kristus,
            Perayaan Paskahpun dilaksanakan umat Israel di perkemahan di Gilgal sebagai respon dan pengakuan mereka atas Kasih Tuhan Allah yang membebaskan mereka dari cengkeraman Mesir. “Makan Paskah” menjadi tradisi iman yang menyertai perayaan Paskah umat Israel. Makan Paskah umat Israel di Gilgal dengan menu roti tak beragi dan bertih gandum yang merupakan hasil pertama dari tanah negeri Kanaan. Perayaan Paskah oleh umat Israel di perkemahan di Gilgal sungguh demikian sederhana. Ini mengarahkan hidup umat tersebut untuk merenungkan Kasih Tuhan dalam perjalanan hidup mereka. Penderitaan dan kesengsaraan selama di Padang gurun itu kini telah berubah dengan pengharapan baru yakni sukacita karena menikmati kasih karunia Tuhan melalui tanah yang Tuhan berikan kepada mereka. Mereka berbalik kepada Tuhan Allah, dan Tuhan Allah yang senantiasa setia menanti dan menyertai merekapun meneguhkan janjiNya kepada umat itu. Tuhan menyambut mereka, Tuhan menguduskan mereka dan Tuhan terus setia membuat mereka tiba dan memasuki serta menikmati berkat Tuhan di Tanah Perjanjian tersebut. Negeri yang dijanjikan Tuhan kepada umat Israel adalah negeri yang benar-benar mengubah banyak hal dalam kehidupan umat itu.
Sidang Jemaat, Saudara-saudara Yang Dikasihi Tuhan Yesus Kristus,
            Bacaan kita yang kedua saat ini, berkisah tentang bagaimana Tuhan Yesus menyampaikan pengajaranNya tentang seorang anak (si Bungsu) yang menuntut hak warisannya dari ayahnya kemudian pergi jauh di negeri orang hidup dalam foya-foya sampai semua harta miliknya habis sehingga pada akhirnya anak bungsu ini menjadi orang yang mengalami kesusahan, kelaparan dan kehilangan masa depan. Kemudian ia yang dalam keadaan jatuh terpuruh tersebut, mengingat rumah ayahnya, mengingat hamba-hamba ayahnya yang hidupnya malah lebih baik daripada dirinya. Disertai rasa penyesalan dan tekat untuk mengaku serta bersedia menerima konsekwensi hidup sebagai hamba ayahnya sendiri, sibungsu inipun kembali, pulang ke rumah ayahnya. Ternyata sesampainya di sana anak ini sungguh disambut dengan sukacita, ia tidak direndahkan menjadi salah seorang upahan ayahnya. Penderitaan dan kesengsaraan telah menyadarkannya akan nikmat dan besarnya kasih sayang ayahnya kepadanya. Makan bersama, juga menjadi tradisi dalam keluarga ini dalam mengungkapkan sucacita mereka. Bagi sang ayah, kembalinya anak bungsunya ke hadapannya adalah peristiwa hidupnya kembali anaknya, sebab ia telah menganggapnya mati ketika ia meninggalkan ayah, dan rumahnya. Kini ia kembali, ia hidup kembali.
Sidang Jemaat, Saudara-saudara Yang Dikasihi Tuhan Yesus Kristus,
            Pada minggu-minggu sengsara yang kita jalani tahun ini, kita sesungguhnya diarahkan untuk kembali merenungkan kasih dan kesetiaan Tuhan pada kita di perjalanan hidup di dunia ini. Sebagai gerejanya, kita tentu telah mengalami penderitaan dan kesengsaraan oleh berbagi peristiwa dan tragedy kehidupan. Di tahun yang silam, di perjalanan hidup kita 28 September 2018 yang silam, kita diterpa badai bencana yang dahsyat. Gereja-gereja kita banyak yang hancur demikian juga rumah-rumah kita, lahan pertanian, dan juga banyak orang yang kehilangan sanak yang dikasihi serta kehilangan pekerjaan dan kampung halaman. Derita ini penting untuk kita renungkan saat ini, sembari kita melihat diri kita sekarang. Kita harus mengaminkan bahwa kasih setia Tuhan tidak pernah meninggalkan hidup kita gerejaNya. Sebagaimana umat Israel telah Tuhan hantar memasuki Tanah Perjanjian, bagaimana anak bungsu kembali kerumah ayahnya dan disambut bahagia, kitapun sebagai umat Tuhan, sebagai anak-anak Tuhan, senantiasa dirindukan oleh Tuhan untuk kembali kepadaNya. Derita dan sengsara sesungguhnya harus kita jadikan pengalaman hidup yang mengarahkan kita untuk kembali kepada ke jalan yang Tuhan Allah kehendaki untuk kita tempuh sehingga kita bisa tiba di rumahNya, di mana damai sejahtera menjadi bagian kita. Yesus Kristus adalah Manna Sorgawi yang disediakan Allah bagi kita. Marilah kembali kepadaNya, sebab Dia menunggu kita, TanganNya terbuka menunggu aku dan kau. Dia, Yesus Tuhan telah menderita sengsara bagi kita, Dia telah mati untuk kita, tetapi Dia juga telah bangkit dan menaklukkan maut demi hidup kekal bagi kita. Damai sejahtera disediakanNya bagi kita yang kembali kepadaNya. Terpujilah Tuhan Allah di dalam Yesus Kristus. Amin.            BPS







Minggu, 7 April 2019
(Minggu Prapaskah VI)
Tata Ibadah: Prapaskah
Stola & Antependium: Ungu

Bacaan Alkitab: Yesaya 43:16-21; Yohanes 12:1-8

Saudara saudara yang dikasihi Tuhan,                                        
Sukacita untuk menyambut kehadiran eeseorang ataupun beberapa orang sebagai tamu di rumah kita adalah budaya ramah yang perlu dipelihara bahkan sangat perlu untuk dilestarikan, karena nilai-nilai hidup yang baik tergambar dari cara dan pola hidup yang demikian. Apalagi sebagai orang timur yang sangat dikenal sebagai masyarakat berbudaya yang menjunjung nilai-nilai sopan santun dan tata krama dengan baik, maka kehadiran tamu dalam rumah kita ibarat seseorang yang dilayani laksana raja. Tepat seperti filosofi yang mengatakan “Tamu adalah raja”.
Saudara saudara yang dikasihi Tuhan,
Dalam teks pembacaan kita, menurut penuturan penulis Injil Yohanes bahwa enam hari sebelum Paskah Yahudi tiba, yakni hari raya terbesar umat Yahudi, Yesus berkunjung ke Betania. Betania adalah salah satu kampung atau desa yang terletak di sisi gunung Zaitun, desa terjauh dalam wilayah Yerusalem yang berjarak sekitar 3 KM dari kota Yerusalem. Namun desa ini juga terkenal sebagai tempat tinggal Sahabat-sahabat Yesus (Maria, Marta dan Lazarus bersaudara. Lihat Yoh. 11:1)
Demikianlah Yesus berkunjung ke rumah sahabat-sahabat-Nya di Betania.
Suasana yang akrab dan rasa kekeluargaan yang tinggi dapat dirasakan oleh Yesus dan murid-murid-Nya, sehingga kehadiran mereka juga dilayani dengan pelayanan jamuan kasih (Makan bersama), hal ini merupakan tradisi ramah orang Yahudi untuk menyambut dan memperlakukan kehadiran tamu-tamu di rumah mereka, apalagi Yesus dan murid-murid-Nya adalah tamu khusus/istimewa dalam rumah (Maria, Marta dan Lazarus).
Saudara saudara yang dikasihi Tuhan...
Dalam pembacaan kita dikatakan bahwa Maria (Saudara Marta dan Lazarus) mengambil setengah kati minyak Narwastu murni, ia menuangkan ke kaki Yesus, lalu membasuhnya, bahkan menyekanya dengan rambutnya. Tindakan Maria ini sebenarnya bertentangan dengan tradisi dan adat istiadat Yahudi, yakni bahwa seorang Nyonya rumah mengurai saja rambutnya dalam melayani tamu yang datang sudah dianggap tidak layak, apalagi dalam hal ini Maria menyeka minyak Narwastu yang telah dituangkan pada kaki Yesus untuk membasuh, merupakan suatu tindakan yang cukup berani untuk melawan adat-istiadat Yahudi demi pelayanan kasihnya yang tulus terhadap Yesus.
Saudara saudara yang dikasihi Tuhan...
Narwastu murni adalah sejenis parfum cair yang masih asli dan belum dicampur dengan bahan cair lainnya, maka sangatlah wajar jika baunya sangat wangi dan harganyapun sangat mahal. Menurut tindakan protes  Yudas Iskariot, setengah kati saja harganya 300 Dinar (1 Kati = 3,75 Kg). Upah kerja buruh pada saat itu sekitar 1 (satu) Dinar sehari. 300 Dinar berarti upah kerja buruh hampir satu tahun penuh, lalu jika diambil perbandingan dalam nilai mata uang sesuai konteks dunia kerja kita masa kini adalah :
Rp. 50.000 per hari = Rp. 50.000,- X 300 = Rp. 15.000.000,- (Lima Belas Juta Rupiah).
Saudara saudara yang dikasihi Tuhan...
Memang sangat mahal harganya dalam hitungan nilai ekonomis, itulah sebabnya Yudas Iskariot salah seorang murid Yesus yang juga merupakan bendahara/pemegang kas keuangan dalam kelompok murid-murid yang sudah sering mengambil uang kas secara diam-diam (ayat 6) berkata : ”Mengapa minyak Narwastu ini tidak dijual Tiga Ratus Dinar dan uangnya diberikan kepada orang-orang miskin?” Yudas sebenarnya tidak menaruh belas kasihan pada orang miskin, tapi menganggap itu rugi karena ia sudah terbiasa hidup tidak jujur (menucuri uang kas). Yesus tahu apa yang ada dalam pikiran dan hati Yudas, sehingga Yesuspun berkata : “Biarkanlah dia melakukan hal ini mengingat hari penguburanKu. Karena orang miskin selalu ada padamu, tetapi Aku tidak akan selalu ada pada kamu”. (Ayat 7-8)
Saudara saudara yang dikasihi Tuhan...
Maria telah melakukan yang terbaik dalam hidupnya, memberi bagian dari harta miliknya yang berharga, yakni minyak Narwastu yang mahal, yang mungkin saja dikumpulkan dalam waktu yang cukup lama untuk dapat membeli minyak tersebut, tapi dengan tulus dan hati yang murni ia persembahkan dalam pelayanan terhadap Yesus. Inilah inti kasih yang sesungguhnya, yakni tatkala kita rela berkorban demi pelayanan yang sejati, seperti yang dilakukan Maria terhadap Yesus. Maka adalah wajar jika Yesuspun menyambut dan menerima pelayanan tersebut sebagai persembahan kasih Maria kepadaNya, dan Yesus berkata : “Biarkanlah dia melakukan ini mengingat hari penguburanKu”.
Saudara saudara yang dikasihi Tuhan...
Selaku gereja dan orang-orang percaya apakah yang dapat kita lakukan dalam hidup ini? Allah menghendaki kita untuk berbuat dan bukan tinggal diam/menanti dengan pasif. Iman pada Yesus harus terimplikasi dalam hidup dan tindakan kita yang nyata, yakni bagaimana mempersembahkan diri kita sebagai persembahan yang Kudus dan berkenan kepadaNya seperti tindakan Maria. Amin.                                                  WL


















Minggu, 14 April 2019
(Minggu Prapaskah VII)
Tata Ibadah: Prapaskah
Stola & Antependium: Ungu

Bacaan Alkitab : Mazmur 118:1-2, 9;  Lukas 19:28-40

Saudara saudara yang dikasihi Tuhan,
Minggu-minggu pra Paskah atau Minggu-minggu sengsara yang sedang kita jalani saat ini, mengarahkan kita untuk melakukan refleksi dan perenungan tentang hakekat penderitaan sebagai pengikut Tuhan Yesus atau orang-orang percaya, dengan tujuan agar kita tetap hidup berkenan kepada Tuhan, serta tetap melakukan apa yang baik dan benar sesuai kehendakNya. Dalam hidup manusia memang acapkali penderitaan mudah membawa seseorang untuk melakukan berbagai tindak kejahatan karena tidak tahan untuk menghadapinya. Namun sebagai orang-orang percaya dan sebagai pengikut Tuhan Yesus saudara dan saya justru dipanggil untuk tetap melakukan apa yang baik dan benar sekalipun dalam kondisi tertentu “Penderitaan” baik sedang menghadang perjalanan hidup yang kita jalani, maka dengan demikian kita tetap mengasihi Tuhan dan menjadi pengikutNya yang setia. Persis seperti dalam syair-syair lagu KJ 375 “Saya Mau Ikut Yesus...saya mau ikut Yesus..sampai slama-lamanya...meskipun saya susah, menderita dalam dunia..saya mau ikut Yesus..sampai slama-lamanya”.
Jemaat yang diberkati Tuhan...
Hari ini sebagai Warga Gereja, kita memperingati Minggu sengsara yang ke-7, itu berarti Minggu ini adalah persiapan bagi kita untuk memperingati puncak sengsara Yesus menuju “Palang Salib” (Jumat Agung), atau setidak-tidaknya jika kita merekonstruksi kembali perjalanan penderitaan Yesus Via Dolorosa menuju Golgota, saat-saat itu sudah hampir mencapai klimaksnya.
Saudara saudara yang dikasihi Tuhan...
Dalam pembacaan kita dikisahkan oleh Penulis Injil Lukas bahwa Yesus menuju Yerusalem tempat dimana Ia akan diadili bahkan divonis mati. Sebelum itu Ia akan melalui pahit getirnya penderitaan, mulai dari tekanan batin karena dikhianati oleh muridNya sendiri sampai pada penderitaan fisik (Memikul Salib yang berat, dicambuk, dipukul dan ditikam). Kota Yerusalem menjadi saksi bisu tentang kisah pilu menjelang puncak sengsara itu.
Saudara saudara yang dikasihi Tuhan...
Mengapa harus di Yerusalem, bukankah Yesus adalah identik dengan kota Suci, jantung keagamaan Yahudi, disana hidup para ulama agama (seperti Farisi dan Saduki) yang mengklaim diri sebagai orang-orang saleh dan orang-orang yang setia memelihara hukum-hukum agama mereka? lalu mengapa bukan di Samaria pusat pemerintahan politis, tempat yang diklaim oleh orang-orang Farisi dan Saduki sebagai pusat orang-orang berdosa? Saudara-saudara... jalan penderitaan yang dilalui Yesus menuju Yerusalem tentu dalam rangka menggenapi Nubuat para Nabi yang sudah berabad-abad disampaikan. Bagi Yesus sendiri, Ia sangat menyadari bahwa kini perjalananNya menuju ke yerusalem bukan hanya sekedar untuk merayakan Paskah bersama murid-muridNya akan tetapi Persiapan Penderitaan yang akan dihadapiNya.
Jemaat yang diberkati Tuhan,
Perjalanan Yesus menuju Yerusalem (seperti dalam penuturan Injil Lukas, demikian pula Injil-Injil yang lain); adalah menggunakan anak keledai/keledai muda yang belum pernah ditunggangi (ayat 30). Hal ini juga sesuai dengan nubuat Nabi Zakharia (Zakharia 9:9) Yesus mempersiapkan masuknya secara khusus ke kota Yerusalem. Dengan menunggangi keledai muda Ia menuruni lereng Bukit Zaitun menuju kota tersebut. Pengiring-pengiringNya menghamparkan pakaian mereka di jalan sebagai tanda penyambutan gembira dan penuh antusias. Mereka yang telah datang bersama Dia dari Galilea bergembira dan memuji Allah karena segala mujizat yang telah mereka lihat, tentu saja dengan harapan bahwa akan lebih banyak lagi mujizat-mujizat yang Yesus akan buat di Yerusalem. Mereka menyambut Yesus sebagai Dia yang akan Datang, Raja yang mempunyai kekuasaan Ilahi. Nemun demikian hanya Penulis Injil Lukas yang mencatat bagaimana orang-orang Farisi karena takut akan akibat-akibatnya, memperingatkan Yesus supaya menenangkan pengikut-pengikutNya yang sangat bersemangat itu. Yesus tidak bersedia untuk berbuat seperti keinginan orang Farisi, malah menjawab :”Jika mereka ini diam, maka batu ini akan berteriak “. (ayat 40). Suatu maksud yang lebih dalam, melalui seruan para pengikut Yesus tersebut, perkataan mereka adalah benar, bahwa Mesias telah datang.
Saudara saudara yang dikasihi Tuhan,
Misi apa yang sesungguhnya dibawa oleh Yesus, sehingga menjelang puncak penderitaanNya Ia harus menuju kota Yerusalem, kota Suci Umat Yahudi namun yang kini telah tercemar oleh dosa akibat berbagai tindak kejahatan yang dilakukan termasuk oleh pemuka-pemuka agama Yahudi?? Yesus membawa Misi Perdamaian dan Misi Penyelamatan, yang tentunya bukan saja berlaku bagi Umat Yahudi dan Yerusalem secara khusus, tapi misi perdamaian dan penyelamatan yang berlaku secara umum kepada dunia yang telah tercemar oleh dosa. Allah telah memperdamaikan diriNya dengan dunia yang telah tercemar oleh dosa melalui Yesus Kristus atas kematianNya di Kayu Salib. Hal tersebut dalam hidup manusia yakni dosa telah dibayar lunas oleh Allah melalui kematian Kristus (Bandingkan Yesaya 53: 4-5 ; Filipi 2:8). Oleh sebab itu kita semua, yakni Saudara dan saya dip anggil untuk memuliakan Tuhan dalam hidup ini, agar kita selaku warga gereja dapat menjadi alat damai sejahtera bagi Tuhan kepada orang lain dan mampu mewartakan keselamatan di dalam Yesus Kristus yang adalah Tuhan dan Juruselamat dunia! Amin.                                       WL















Kamis, 18 April 2019
(Pejamuan Kudus)
Tata Ibadah: Perjamuan Kudus
Stola & Antependium: Ungu

Pembacaan Alkitab: Keluaran 12: 1-20; Yohanes 13:1-17, 31-35

Jemaat Yang Dikasihi Tuhan Yesus Kristus,
Pada pembacaan yang pertama tadi, LAI memberi judul “Tentang Perayaan Paskah”. Dalam perikop itu, tercatat segala sesuatu yang berhubungan erat dengan Perjamuan Paskah Israel. Diantaranya daging anak domba dan roti tidak beragi. Ini menambah kesan bahwa, makna simbolis itu seringkali berbicara lebih jelas dan bahkan lebih keras dari kata-kata biasa. Ketika kata-kata seolah-olah gagal untuk membahasakan serta menterjemahkan sebuah kebenaran, maka symbol yang dapat menterjemahkannya. Dan dalam hal ini, ketika Paskah Israel tiba, semua orang Israel harus makan roti tidak beragi.
Saudara-saudara, tentu pertanyaannya disini adalah apa nilai di balik symbol itu? Dan apa makna yang digenggam oleh symbol itu? Pada adonan roti, ragi berfungsi untuk mengkhamirkan atau mengembangkan. Tetapi dalam pandangan orang Israel ragi adalah sesuatu yang hidup. Yang dapat menyebabkan pembusukkan dan perusakan wujud manusia, sehingga menimbulkan kesan najis. Dan karena itu, sesuatu yang mengandung ragi tidak boleh ikut dibakar dengan korban bakaran diatas mezbah (studi kasus menurut alkitab SABDA). Hal ini kemudian berkembang menjadi sebuah peraturan normative yang dipelihara dengan teliti dan kontinyu oleh orang-orang Israel sendiri. Bahwa segala sesuatu yang dapat mengakibatkan pembusukan dan perusakan harus disingkirkan. Pada malam menjelang Paskah, para perempuan (ibu) akan menyalakan lampu dan mencari dengan teliti, apakah didalam rumah masih tersisa roti yang beragi. Kalau mereka menemukannya, maka sisa-sisa roti itu harus dibuang dan dibakar, atau dimusnahkan. Konkritnya, Paskah dalam tradisi bangsa Israel, berhubungan erat dengan hidup yang bersih, jauh dari semua yang kotor, yang dapat mengakibatkan bencana. Dan membuat kejahatan semakin mewabah.
Jemaat Yang Dikasihi Tuhan Yesus Kristus,
Disatu sisi, kita perlu memperhatikan cara kerja ragi, ketika kita mau mengembangkan nilai-nilai hidup yang sesuai dengan kehendak Allah. Yakni, tidak kelihatan tetapi bekerja secara diam-diam. Tetapi hasil atau manfaatnya terasa. Tidak seperti sekarang ini, dimana semua yang dibuat atau dikerjakan terasa kurang sempurna kalau tidak digembar gemborkan atau dipamer di media social. Perjamuan paskah Israel bagi kita kini, adalah sebuah masa lampau. Kita sekarang sedang merayakan perjamuan paskah Anak Domba Allah yang tidak bercela. Yang rela memberi diri bahkan seluruh hidupNya, ganti manusia yang berdosa. Air anggur dan roti yang tersaji adalah manifestasi dari darah yang tercurah dan tubuh yang tercabik mengingatkan kita pada tanggungjawab dan makna hakiki dari kehadiran kita ditengah-tengah orang lain. Membebaskan diri sendiri, gereja dan masyarakat dari perusakkan dan pembusukkan, serta membendung perusakkan dan pembusukkan yang sedang marak belakangan ini. Membebaskan, mencegah dan membendung kejahatan, pembusukkan dan perusakkan adalah tugas abadi atau misi yang akan terus kita emban selama kita masih bernama gereja. Semoga Tuhan menolong dan memberkati kita. Amin                DT
         














Jumat, 19 April 2019
(Jumat Agung)
Tata Ibadah: Jumat Agung
Stola & Antependium: Ungu

Pembacaan Alkitab: Yesaya 52: 13- 53:12; Yohanes 18:1- 19:42

Saudara-saudara Yang Dikasihi Tuhan,
Hari ini kita mengingat-rayakan Jumat Agung. Setiap kali kita merayakan Jumat Agung, peristiwa penderitaan dan kematian Yesus dalam rangkaian pasal 18-19 akan senantiasa menjadi suatu suguhan moral bagi kita, tentang betapa buruknya perilaku manusia ketika kebencian dan dendam begitu membabibuta. Martin Luther pernah mengatakan bahwa tanpa salib, iman Kristen tidak memiliki landasan apapun. Gereja dibangun di atas darah Kristus yang tertumpah, karena itu gereja tidak boleh terlepas dari salib sebab tanpa salib, gereja bukanlah gereja.
Saudara-saudara, kita bisa membayangkan peristiwa penyaliban itu. Setelah dihukum mati, Yesus dibawa ke tempoat penyaliban diluar kota. Biasanya, seorang terhukum akan diarak terlebih dahulu keliling kota. Seorang serdadu akan berjalan didepan sambil membawa papan yang mencantumkan perbuatan jahat si terhukum. Maksudnya adalah untuk menakut-nakuti orang banyak. Seorang terhukum juga harus memikul sendiri salibnya.
Tradisi penyaliban ini berasal dari Persia. Orang Persia memberlakukan tradisi salib karena tanah mereka suci. Dan karena tanah tanah mereka suci, mereka tidak mau kejahatan terjadi yang dapat menyebabkan tanah mereka tercemar. Di negeri Roma sendiri, penyaliban tidak pernah dipakai sebagai hukuman mati kepada warga yang melakukan kejahatan. Hanya sebagian propinsi saja yang melakukannya, itupun hanya sebagai hukuman mati bagi para budak. Cara ini diberlakukan, karena para budak tidak memiliki kekuatan hukum. Hal ini dimaksudkan untuk menakut-nakuti para budak yang lain. Orang-orang terhukum ditempatkan di tengah empat serdadu yang mengawalnya. Salib diletakkan diatas pundak, dan penyiksaan selalu mendahului penyaliban. Seringkali penjahat tersebut diejek, diludahi, dicambuk dan didorong-dorong sepanjang perjalanan. Dia diarak dijalan yang dilalui banyak orang supaya orang tidak meniru perbuatannya. Tetapi arakan itu juga dimaksudkan untuk member kesempatan kepada terdakwa atau terhukum, kalau-kalau ada kesaksian dari orang lain yang bisa membatalkan penyaliban itu, dan perkaranya ditinjau kembali.
Di Indonesia hukuman mati juga diberlakukan (Imam Samudera tahun 2008 dalam kasus bom Bali 2002, Freddy Budiman gembong narkoba tahun 2016) namun dengan cara yang berbeda. Ada satu sanksi atau hukuman yang menarik dalam tradisi suku pakpak. Bahwa orang yang melanggar adat harus dihukum mati, karena tidak cukup lagi ayat-ayat dalam kitab hukum pidana dan tidak cukup lagi kerbau untuk menebus kejahatannya. Maka yang pantas bagi orang itu adalah hukuman mati. Penduduk akan mengikatnya, lalu memenuhi mulutnya dengan jerami. Batu besar akan diikatkan pada lehernya, lalu ditenggelamkan kedalam sungai yang besar. Karena bagi masyarakat suku pakpak, orang yang terlampau berat kesalahannya dan sering mengulangi kejahatannya hanya pantas menjadi makanan ikan dan binatang lainnya. Semua masyarakat desa harus melihatnya, agar mereka tidak berani berbuat hal yang sama. Mereka percaya bahawa “tuhan” akan marah dan menghukum tanah, taman dan seluruh usaha penduduk, kalau mereka membiarkan seorang penjahat tetap hidup.
Saudara-saudara, (mungkin) hampir sama dengan itu. Bahwa salib dapat melambangkan penolakan atas bumi dan surga. Dalam tradisi Israel, orang yang dihukum salib tidak lagi mempunyai status. Tubuh dan roh dari orang yang tersalib, diyakini telah mengambang dan tidak mempunyai harapan apa-apa lagi. Tanah tidak ingin tercemar karena kejahatannya (orang tersalib) dan surga pun tidak menerimanya karena akan mencemari jubah kekudusan para pengisi sorga. Jika demikian, maka sebesar apakah kejahatan yang Yesus lakukan? Dan sebanyak apakah kesalahan yang Yesus perbuat sehingga membuat Dia pantas untuk disalibkan? Spontan kita menjawab, tidak! Yesus tidak melakukan satupun kejahatan. Kita tahu, yang membuat Yesus disalibkan adalah karena Dia dianggap merugikan kelompok pemuka agama Yahudi. Sebab pembaharuan yang Yesus lakukan membuka mata banyak orang pada kemunafikan para ahli agama
Saudara-saudara, kehidupan beragama kita saat ini (sadar atau tidak) mungkin tidak jauh berbeda dari pemuka-pemuka agama Yahudi itu. Sebagai ganjaran atas kesalahan-kesalahan kita, mautlah yang layak kita terima. Tetapi toh, ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya (Yesaya 53:5). PenderitaanNya bukan karena kejahatanNya, melainkan kejahatan kita. PenderitaanNya adalah konsekuensi atas pelanggaran yang kita lakukan (bnd. Yesaya 53:6). Jikalau demikian saudara-saudara, bagaimana sikap kita ketika kita memperingati Yesus yang tersalib itu dalam ibadah Jumat Agung saat ini? Marilah kita mencoba berdialog dengan jiwa kita dan merenung secara mendalam. Ingatlah senantiasa bahwa kematian Yesus adalah jaminan keselamatan kita. I Korintus 6:20 berkata, “Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar: Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu.” Terpujilah Kristus. Amin      DT                                            






















Minggu, 21 April 2019
(Minggu Paskah)
Tata Ibadah: Paskah
Stola & Antependium: Putih

Bacaan Alkitab: LUKAS 24:1- 12

 Saudara-saudari yang dikasihi Yesus Kristus.
Hari ini kita merayakan hari kebangkitan Yesus, suatu fakta dan berita yang penting dalam kebenaran Firman Tuhan yang harus dimengerti oleh setiap manusia, sebab misi Yesus kedalam dunia bukan hanya untuk lahir dan menjadi manusia, tetapi berlanjut pada penebusan dengan kematianNya di atas kayu salib dan kebangkitanNya untuk mengalahkan dosa dan maut, bahkan termasuk juga segala pergumulan hidup orang yang percaya kepada Dia.
Kitab injil Lukas menjelaskan bahwa Pada hari ketiga sesudah Yesus mati perempuan-perempuan yang mengasihi-Nya pergi ke kubur untuk merempahi mayat Yesus. Mereka dikejutkan karena mayat Yesus tidak ada lagi. Tetapi mereka disadarkan dengan ucapan kedua utusan Allah bahwa Yesus telah bangkit pada hari yang ketiga sesuai dengan apa yang diucapkanNya sewaktu di Galilea. Perempuan-perempuan itu menjadi sadar dan mendapat keyakinan yang kokoh, Untuk itulah mereka tanpa ragu pergi menyampaikan berita kebangkitan kepada murid-murid Yesus yang berada dalam keadaan bimbang. Kehadiran perempuan-perempuan itu di kubur Yesus bukan untuk membuktikan kebangkitan Yesus, tetapi mereka pergi hanya melaksanakan kebiasaan adat istiadat orang Yahudi sebagai pengungkapan rasa cinta dan kasih serta hormat kepada yang meninggal karna itu mereka pergi kekubur dalam rangkah untuk merempahi mayat Yesus. Itulah yang hendak dilakukan oleh perempuan-perempuan itu dan kebangkitan Yesus yang sudah dijanjikan telah dilupakan.  Itulah sebabnya mereka mendapat teguran Ilahi “mengapa kamu mencari Dia yang hidup di antara orang mati?” Ingatlah apa yang dikatakan ketika Ia masih di Galilea, bahwa pada hari ketiga Ia akan bangkit. Mengingat akan hal itu mereka sadar akan kebenaran dan kebesaran Tuhan. Saat itu mereka menjadi kuat dan menjadi pemberita yang tidak ragu-ragu menyampaikan kebenaran itu.
 Saudara-saudari yang dikasihi Yesus Kristus.
Kebangkitan Yesus menjadikan kehidupan ini berarti karena keselamatan sempurna telah dilakukan Allah bagi manusia dan dunia. Kebangkitan Yesus memperlihatkan kekuatan dan kekuasaan Allah yang melampaui kuasa maut. Kebangkitan Yesus meruntuhkan tembok pemisah antara yang kaya dan miskin, antara yang terhormat dan yang hina, sebab perempuan-perempuan yang tidak diperhitungkan diantara masyarakat waktu itu justru yang pertama yang mendapat kehormatan untuk mendengar dan menyampaikan berita Paskah. Kebangkitan Yesus memberi semangat bagi kita untuk berdiri pada keyakinan yang sungguh-sungguh akan Firman Allah, seperti yang di alami oleh perempuan-perempuan yang ingat dan sadar akan kebenaran ucapan Yesus sebelumnya bahwa Ia akan bangkita pada hari ketiga.
 Saudara-saudari yang dikasihi Yesus.
Paskah menunjuk pada keadaan dimana manusia menikmati pembebasan dari kuasa dosa dan maut. Karena itu perayaan Paskah yang sedang kita rayakan hendaknya menjadi saat-saat tepat untuk mengingatkan kita tentang pembebasan dan kemenangan atas kuasa dosa dan maut. Setiap orang percaya yang mengaminkan Paskah Kristus adalah orang-orang merdeka, Orang-orang yang seharusnya tidak lagi dihantui oleh perasaan takut dan kuatir, orang-orang merdeka dari berbagai bentuk ikatan yang melilit kehidupan bahkan orang-orang yang tidak lagi dengan gampangnya terjerat pada situasi sulit apalagi mempersulit orang lain. Karena itu hidup yang dijiwai  oleh  Paskah Yesus adalah hidup dalam kemenangan, hidup yang tidak   tenggelam kedalam kubangan dosa melainkan hidup yang bergantung dan terarah pada Kristus dan selalu sadar bahwa Allah didalam Yesus selalu hadir dan menyertai dalam situasi apapun dan kapanpun. Karena itu kita sebagai gereja selalu mendapat kekuatan dari berita Paskah ini, walau didalamnya kita sering merdapat teguran Ilahi untuk mengingatkan kita tentang apa yang diimani bahwa Yesus telah mengalahkan maut atau Yesus itu hidup, karena itu kesulitan dan penderitaan yang kita alami sampai saat ini bukanlah kerana Allah gagal mengaruniakan keselamatan, tetapi di balik semua itu ada rencana indah dari Allah untuk hidup kita masing –masing. Jadi sesungguhnya berita Paskah memberi semangat baru bagi kita untuk memperjuangkan kehidupan ini, serta menjadi kekuatan bagi kita untuk memenangkan pergumulan yang menantang kita di setiap saat dan waktu. Dia telah mati tetapi telah bangkit dari kematian itu untuk membuktikan bahwa Dia telah mengalahkan dosa atau maut supaya kita memiliki kehidupan yang berkemenangan. Selamat merayakan Paskah Tuhan Yesus yang telah bangkit menyertai kita semua. Amin.  NB




                                                                 











Minggu, 28 April 2019
(Minggu Paskah 2)
Tata Ibadah: Bentuk 4
Stola & Antependium: Putih

BACAAN ALKITAB: YOHANES 20:19- 31
Saudara-saudara yang dikasihi Yesus Kristus
Keadaan murid-murid Yesus setelah peristiwa Golgota (kematian Yesus), dipenuhi dengan keresahan, ketakutan, keraguan dan tiada harapan akan masa depan. Rasa takut yang ada membuat para murid Yesus mengunci rumah mereka seperti mereka mengunci hati mereka terhadap harapan masa depan. Mereka mengalami kegoncangan ketika ditinggalkan oleh Yesus Sang pemimpin mereka. Sementara mereka menghadapi situasi yang tanpa damai sejahtera, di tengah kesedihan hati mereka saat itu, tiba-tiba mereka dikejutkan oleh kehadiran Yesus. ya siapapun pasti  terkejut melihat sosok orang mati yang tiba-tiba muncul di hadapan mereka, Semua orang pasti takut, itulah yang terjadi pada murid-murid ketika Yesus menampakkan Diri kepada mereka. Saat perjumpaan itu Yesuspun  menyapa mereka  dan berkata:“Damai sejahtera bagi kamu! Dan sesudah berkata demikian, Ia menunjukkan tanganNya dan lambungNya. Untuk membuktikan bahwa Ia telah bangkit. Maka suasana hati mereka menjadi berubah karena murid-muridNya saat itu sangat bersukacita, tidak kelihatan lagi kesedihan karena Yesus telah menjumpai mereka. Sapaan Yesus diulangi lagi dalam ay 21“Damai Sejahtera Bagi Kamu! Hal ini untuk meyakinkan agar mereka benar-benar yakin dan percaya bahwa Yesus telah bangkit dari antara orang mati seperti yang pernah dikatakan Yesus kepada mereka. Bahwa Anak manusia akan menderita sengsara, mati dan dikuburkan, tetapi pada hari ketiga Ia akan bangkit dari antara orang mati.
Saudara-saudara yang dikasihi oleh Yesus Kristus
Setelah Yesus memulihkan keadaan hati para murid-murid dengan damai sejahteraNya, memberi semangat kepada mereka dalam kelanjutan pelayananNya, kini Ia mengembusi mereka dengan berkata: “Terimalah Roh Kudus” (ay. 22). Sebab Roh Kudus itulah yang akan menguatkan mereka dalam tugas di manapun mereka diutus. Yesus memberikan dua harta sorgawi yang dibutuhkan pengikutNya sepanjang pengembaraan di dunia yakni: Roh-Nya dan Damai sejahtera. Hal itu sama artinya bahwa Yesus selalu hadir dalam hidup umat-Nya sebab itu jangan takut menghadapi apapun di dunia ini.        
Saudara-saudara yang dikasihi Yesus.
Kita adalah persekutuan yang telah dijumpai Kristus lewat kedua harta sorgawi tadi, kehadiran-Nya  memperlihatkan kesediaan dan kesetiaan Allah selalu memelihara umat-Nya, sama seperti Yesus menjumpai murid-Nya, demikian juga Ia selalu menjumpai kita ketika semangat kita mulai lemah menghadapi berbagai persoalan. Kita terus diingatkan bahwa Ia selalu bersama kita, asalkan kita mau menyadari bahwa peristiwa perjumpaan-Nya dengan muridNya adalah sebuah pengakuan fakta yang benar-benar terjadi bahwa: Yesus benar telah bangkit. Kita lihat Thomas yang sempat meragukan kebangkitan Yesus, ketika Yesus menjumpaiNya akhirnya Ia pun percaya akan kebangkitan Yesus. Perjumpaannya dengan Yesus sungguh-sungguh mengubah kepercayaannya menjadi semakin teguh. karena  Perjumpaan dengan Yesus yang sudah bangkit selalu membuahkan sukacita. Sukacita itulah yang menjadi sumber kekuatan murid-muridNya, ada semangat baru dalam hidup mereka  dan tentu bagi kita juga  dalam menjalani hidup didalam dunia ini.
Makna yang terkandung dalam perjumpaan Yesus dengan murid-murid-Nya, pertama: lewat perjumpaan itu memastikan bahwa Allah selalu menyertai umat-Nya. Kedua: perjumpaan dengan Yesus menghapuskan rasa takut dan membangkitkan keberanian iman dalam menghadapi berbagai masalah. Tidak terus berada dalam keterpurukan, tetapi bangkit untuk keluar dari persoalan, Yesus Kristus adalah sumber kekuatan kita untuk mengalahkan ketidakberdayaan kita. Ketiga: perjumpaan dengan Yesus menumbuhkan rasa percaya diri, bahwa Allah mengasihi kita dan memberikan kemenangan atas dosa, kemenangan atas setiap persoalan, kemenangan untuk mengatasi kebiasaan-kebiasaan yang menghancurkan kehidupan kita. Dan Yesus menginginkan kita untuk menghadirkan damai sejahtera ke dalam kehidupan setiap orang, sekalipun mereka belum mengenal Kristus. Dan Yesus Mau agar kita menggunakan setiap kesempatan yang ada untuk menciptakan suasana damai sejahtera, dimanapun kita berkarya sehingga orang lain bisa menikmati kesukacita  melalui kehadiran kita. Amin.
                                                                                                                             NB

















Minggu, 5 Mei 2019
(Minggu Paskah 3)
Tata Ibadah: Bentuk I
Stola & Antependium: Putih

Kisah Para Rasul 9:1-9 (Nas Khotbah); Yohanes 21:1-19

Jemaat yang dikasihi oleh Tuhan Yesus Kristus!
            Kita semua pasti memiliki pengalaman hidup yang berbeda-beda, misalnya ketika kita masih muda tingkah laku kita kurang baik bahkan sangat jahat, tetapi dalam perkembangan waktu menjadi orang yang sangat baik. Setiap orang pasti mempunyai latar belakang hidup yang berbeda-beda; hal ini tentu dijadikan sebagai pengalaman yang berharga untuk melakukan suatu perubahan dalam hidup.
            Demikian juga hidup kekristenan kita, dulu kita hanya menjadi kristen KTK (Kristen tanpa Kristus) tidak melakukan apa yang diajarkan oleh Tuhan Yesus, perbuatan kita tetap buruk suka berjudi dan suka minum sampai mabuk pada malam Minggu, sehingga tidak pernah ada waktu untuk beribadah ke gereja karena sudah teler. Dan bukan hanya itu saja mungkin  ada hal-hal yang lain perbuatan yang jahat kita lakukan sebagai pengikut Kristus, tetapi sejak  sungguh-sungguh mengalami perjumpaan dengan Tuhan Yesus, ada komitmen dalam diri untuk meninggalkan pola kehidupan yang lama itu, menjalani kehidupan yang baru di dalam Kristus.
Saudara-saudari yang dikasihi oleh Tuhan Yesus Kristus!
            Demikian juga dalam bagian perikop yang kita baca pada hari ini, kita belajar dan melihat bagaimana kehidupan Saulus yang lama kemudian dia bertobat menjadi seorang Paulus dalam kehidupan yang baru.
            Kisah Para Rasul 9 mencatat peristiwa yang sangat penting dalam sejarah perluasan pemberitaan Injil ke ujung bumi, yaitu kisah pertobatan Saulus. Jika di dalam Kisah Para Rasul 1-12 tokoh utama dalam pemberitaan Injil adalah rasul Petrus, Stefanus dan Filipus, yang membawa Injil dari Yerusalem sampai ke Samaria, Kaisaria dan Antiokhia, dalam Kisah 13-28 tokoh kuncinya adalah Paulus yang membawa berita Injil sampai ke Asia Kecil, Yunani, bahkan sampai ke ujung bumi, ibu kota kerajaan Romawi.
Pada ayat 1 dan ayat 2 dijelaskan bahwa Paulus adalah seorang pembunuh dan bukan pembunuh sembarangan, dia adalah pembunuh orang-orang Kristen. Padahal dia adalah seorang Yahudi didik Hukum Taurat dan begitu cerdas dalam mempelajari serta memahami Hukum Taurat di bawah pemimpin besar orang Farisi, yaitu Gamaliel. Tetapi dia menjadi seorang yang begitu jahat dan kejam, dia begitu membenci para pengikut Kristus.  Kalau kita baca dalam Kisah Rasul pasal 7 tentang kematian Stefanus, dijelaskan bahwa Paulus ada di sana menyaksikan kematian dari Stefanus dan bukan hanya itu malah Paulus juga yang turut merencanakan kematian Stefanus.
Jemaat yang dikasihi oleh Tuhan Yesus Kristus!
            Proses pertobatan Paulus dijelaskan dalam ayat 3-6 dalam perjalanannya ke Damsyik Tuhan berjumpa dengan Paulus. Dalam perjalanan itu tiba-tiba cahaya memancar dari langit lalu mengelilingi Paulus. Perjumpaan itu mengakibatkan Paulus rebah ke tanah, lalu kedengaranlah suatu suara yang berkata kepada-Nya: Saulus, Saulus mengapakah engkau menganiaya Aku? (ayat 4).  Pertanyaan ini tentu sangat mengejutkan dan menakutkan Saulus ketika itu, sehingga Saulus bertanya: Siapakah Engkau Tuhan? (ayat 5). Pertanyaan ini adalah untuk menyadarkan dan mengingatkan Saulus atas perbuatannya yang kejam mengania orang-orang Kristen, karena apa yang ia lakukan merupakan penganiayaan kepada Yesus Kristus. Hal ini dipertegas dengan jawaban Yesus terhadapa pertanyaan Saulus yang mengatakan: “Akulah Yesus yang kau aniaya itu. (ayat 5)
Jemaat Yang dikasihi oleh Tuhan Yesus Kristus!
Setelah terjadi perjumpaan antara Tuhan Yesus dan Saulus, dia diperintahkan Tuhan untuk bangun dan pergi, “tetapi bangunlah dan pergilah ke dalam kota,” (ayat 6). Bagaimana respon Saulus, ia bangun dan berdiri lalu pergi walaupun ketika dia membuka matanya tidak dapat melihat apa-apa, mereka menuntun dia masuk ke Damsyik (ayat 8). Tiga hari lamanya ia tidak dapat melihat dan tiga hari lamanya ia tidak makan dan minum, untuk merenungkan kembali seluruh pemahamannya selama ini. Ia menyangka ia melayani Allah, tetapi nyatanya ia justru melawan Allah, Saulus akhirnya mengakui bahwa Yesus Kristus benar-benar adalah Mesias yang dinanti-nantikan umat Yahudi. Perjumpaan inilah merupakan awal hidup baru Saulus dalam Kristus Yesus, yang menjadikan ia Paulus (1 Kor. 9:1; 15:8; Galatia 1:15-16). Pusat pengalamannya ada pada Yesus Kristus, ia menemukan relasi dengan Kristus yang bangkit. Di luar dugaan dan perhitungan Saulus, ia yang berangkat ke Damaskus untuk menangkapi pengikut-pengikut Yesus, ternyata ia sendiri yang ditangkap oleh Yesus. Seluruh bangunan kepercayaan yang selama ini di anut roboh berantakan. Ia diperhadapkan dengan kenyataan bahwa Yesus Kristus tidak mati, tetapi hidup. Yesus Kristus bukan seorang penyesat, sebaliknya Ia adalah Mesias, Anak Allah, yang selama ini ia dan bangsanya nanti-nantikan. Selama tiga hari tiga malam berpuasa, tentunya Paulus merenungkan kembali seluruh pemahaman dan keyakinannya selama ini, sambil berdoa (9:11). Sementara itu Allah menampakkan diri kepada Ananias, seorang murid Tuhan yang tidak dikenal, bukan kepada Rasul Petrus, Yohanes atau rasul-rasul lainnya, yang saat itu menduduki pucuk pimpinan gereja. Allah memberikan Ananias tugas untuk mendatangi Saulus dan mendoakannya. Hal yang sama Allah lakukan sepanjang sejarah gereja.
Kita tidak pernah tahu betapa Allah dapat memakai kita untuk membawa seseorang yang nantinya membawa ratusan, bahkan ribuan orang datang kepada Kristus. Jangan meremehkan siapapun, jangan mengabaikan satu orang pun. Karena itu janganlah kita membatasi Tuhan, karena tidak ada yang terlalu sukar bagi Allah. Yang diminta dari kita hanyalah menaati dan mengikuti bimbingan Tuhan, meskipun kita dibimbing ke tempat atau kepada orang yang sulit.
Ananias walaupun merasa perasaan was-was dan takut untuk berjumpa Saulus, tetapi ia menanggapi panggilan Allah itu dengan ketaatan sama seperti pendahulunya Musa, Gideon, Elia dsb. Ananias menemukan Saulus sesuai dengan petunjuk Tuhan, ia menyapanya dengan, “Saulus, saudaraku….” Meskipun takut, Ananias menyapa Paulus dalam kasih, menumpangkan tangannya atas Saulus, agar ia dapat melihat kembali dan penuh Roh Kudus. Kesembuhan yang diterima Saulus segera disusul dengan pembaptisannya.
Jemaat yang dikasihi oleh Tuhan Yesus Kristus! Melalui Firman Tuhan pada saat ini kita belajar dari kehidupan Paulus, ketika Ia dipanggil oleh Tuhan dia mengalami pertobatan secara total, setelah dia dipanggil Tuhan dia memberi diri melayani Tuhan sampai ia mati, Biarlah kita belajar dari kehidupan Paulus, saya tidak tau latar belakang sdr/sdri mari kita meninggalkan kehidupan lama kita ke dalam kehidupan baru kita.
Hidup bapak/ibu, sdr/sdri sekarang adalah hidup yang baru, hidup yang dipenuhi Roh Kudus, jangan kembali lagi dalam kehidupan yang lama, layanilah Tuhan dengan kesetiaan dan sukacita serta lakukanlah yang terbaik untuk Tuhan dan untuk sesama. Amin.  GBA























Minggu, 12 Mei 2019
(Minggu Paskah 4)
Tata Ibadah: Bentuk II
Stola & Antependium: Putih

Bacaan Alkitab: Kisah Para Rasul 9:36-43; Yohanes 10:22-30

Jemaat yang dikasihi oleh Tuhan Yesus Kristus!
            Bagian Firman Tuhan dari Kisah Para Rasul 9:36-43 hari ini, Lukas kembali mencatat kisah perjalanan rasul Petrus memberitakan Injil Yesus Kristus, dengan dikuasai oleh Roh Kudus yang menyertainya. Namun sejenak kisah rasul Petrus ini disela dengan pemberitaan mengenai kisah Saulus yang bertobat dan menjadi Paulus. Pada bagian pembacaan kita saat ini, diceritakan bahwa perjalanan rasul Petrus sampai di sebuah desa bernama Yope. Ia baru saja meninggalkan Lidia, di mana ia membuat mujizat atas diri seorang lelaki bernama Eneas, yang menderita lumpuh selama Delapan tahun. Rasul Petrus membangkitkannya dari tempat tidur dengan memakai nama dan kuasa Yesus Kristus, dengan berkata:“…Yesus Kristus menyembuhkan engkau…” (9: 34).
Jemaat yang dikasihi oleh Tuhan Yesus Kristus!
            Di Yope kembali rasul Petrus melakukan tindakan yang menghasilkan mujizat, yaitu seorang murid perempuan bernama Tabita, atau Dorkas dalam bahasa Yunani, yang artinya kijang atau rusa. Murid yang tinggal di Yope ini dikenal baik hati dan banyak memberi sedekah. Pada saat rasul Petrus masih di Lidia, Tabita sakit dan kemudian meninggal dunia. Keberadaan rasul Petrus diketahui disana, maka murid-murid lain yang sangat mengenal Tabita dan mengasihinya, mengirim utusan ke Lidia dan meminta Petrus datang ke Yope. Permintaan ini menghadapkan Petrus kepada sebuah tantangan pelayanan baru.
Jemaat yang dikasihi oleh Tuhan Yesus Kristus!
            Ketika tiba di Yope, para janda yang pernah merasakan dan mengalami kebaikan Tabita berdiri mengerumuinya, sambil menunjukkan bukti-bukti kebaikan hati Tabita yang telah memberi mereka bermacam-macam baju dan pakaian dan dengan menangis, mereka merasakan kehilangan orang yang begitu mereka kasihi dan baik kepada mereka semuanya, sehingga mereka mengharapkan Petrus dapat melakukan suatu tindakan bagi Tabita yang telah meninggal itu. Atas desakan itu rasul Petrus meresponnya dengan baik, ia menyuruh mereka semua keluar, lalu berlutut dan berdoa. Sesudah itu barulah ia berpaling ke mayat Tabita dan berkata: “Tabita, bangkitlah” Tabita membuka matanya bangun dengan dibantu Petrus, kemudian ia berdiri.  Rasul Petrus memanggil orang-orang kudus dan para janda, lalu menunjukkan kepada mereka bahwa Tabita hidup.
Jemaat yang dikasihi oleh Tuhan Yesus Kristus!
            Dalam peristiwa ini, rasul Petrus memenuhi tanggungjawab pelayanan-Nya dengan sebuah tindakan luar biasa. Para murid, yang disebut “orang-orang kudus” kembali menyaksikan dan mengalami kuasa Yesus Kristus yang mereka percayai. Kuasa-Nya tidak hanya mampu menyembuhkan orang sakit, tetapi juga mampu membangkitkan orang yang sudah mati. Peristiwa ini menjadi kesaksian yang nyata mengenai kuasa Yesus, dan membuat banyak orang menjadi percaya kepada Tuhan. Sejak peristiwa itu Petrus masih tinggal beberapa hari di Yope untuk terus memberitakan Injil yang semakin terbuka lebar peluangnya.
Saudara-saudara, Tujuan karya mukjizat Allah yang dikaruniakan kepada Petrus dengan bangkitnya orang yang telah mati adalah agar semua orang pada masa itu percaya bahwa Yesus adalah Tuhan. Mukjizat itu bukan terjadi untuk kepentingan orang yang bersangkutan saja tetapi utamanya adalah berita tentang karya keselamatan Allah tersebut tersebar sehingga mereka menjadi percaya. Dengan demikian peristiwa mukjizat Petrus membangkitkan Tabita ditutup dengan pernyataan: “Peristiwa itu tersiar di seluruh Yope dan banyak orang menjadi percaya kepada Tuhan” (Kis. 9: 42). Petrus mampu melakukan mukjizat dengan membangkitkan orang mati bukan karena ia memiliki kuasa, tetapi karena ia diberi kuasa oleh Kristus yang telah mati dan bangkit. Karya mukjizat membangkitkan orang mati hanya dapat dilakukan oleh Nabi Elia, Nabi Elisa, dan Yesus. Kini Petrus diperkenankan Allah untuk membangkitkan Tabita agar dunia percaya bahwa Yesus adalah Mesias, Anak Allah. Melalui penggembalaan Petrus, umat percaya dicelikkan untuk melihat Diri Sang Gembala Agung, yaitu Yesus Kristus.
Jemaat yang dikasihi oleh Tuhan Yesus!
            Sebagai orang percaya kita juga senantiasa mengalami kasih dan kuasa Tuhan Yesus sebagai Gembala yang Agung, Dia tidak pernah meninggalkan kita sendiri melaksanakan panggilan-Nya, tetapi Dia ssenantiasa menyertai kita dengan kuasa-Nya melalui Roh Kudus sehingga tetap mampu bersaksi memberitakan kabar sukacita bagi dunia ini. Sebagai Gembala yang baik, Tuhan memelihara umat gembalaan-Nya dengan setia dan penuh kasih. Melalui Kisah rasul Petrus menyatakan kuasa Allah secara ajaib, menjadi bukti bahwa pertolongan Tuhanlah sehingga Eneas dan Dorkas mengalami mujizat dari Tuhan. Kita juga akan mengalami pemeliharaan Tuhan sebagai Gembala yang baik, karena Yesus Kristus sangat mengasihi umat manusia, sehingga diselamatkan. Karena itu mari kita mengasihi dan melayani Tuhan Sang Gembala Agung yang telah menyatakan anugerah-Nya menyelamatkan kita. Terpujilah Kristus. Amin                                                                        GBA






Minggu, 19 Mei 2019
(Minggu Paskah 5)
Tata Ibadah: Bentuk III
Stola & Antependium: Putih

Bacaan Alkitab:  Kisah 11:1-18 dan Yohanes 13:31-35
Tema: Kasih yang Membaharui dan Mengidupkan
Saudara saudari yang diberkati Tuhan Yesus,
Identitas diri membentuk perilaku atau sikap hidup seseorang. Identitas diri menolong seseorang untuk mengetahui siapa dirinya dan apa peran yang harus dimainkannya dalam dunia ini, agar hidupnya berguna bagi kehidupan bersama. Hidup dalam kasih adalah identitas diri seorang murid Kristus. Jika ini kita pahami, kita akan menyadari bahwa kita adalah umat yang mendapatkan kasih Allah. Sebagai umat yang sudah mendapat kasih Allah, kita harus menjadikan kasih Allah itu sumber dan tujuan kehidupan kita dalam berinteraksi dengan sesama. Dengan demikian, kita akan mewujudkan sebuah kehidupan yang membaharui dan menghidupkan kehidupan bersama. Mengasihi sesama bukan sebuah pilihan, tetapi sebuah keharusan. Mampu atau tidaknya kita menunjukan kasih kepada sesama, menjadi tolok ukur apakah kita layak disebut murid Kristus atau tidak. Hanya dengan mengasihi sesama seperti yang dicontohkan Kristus Yesus, orang lain akan tahu bahwa kita muridnya. Sebelum Yesus menyampaikan perintah baru kepada murid muridnya supaya saling mengasihi, Yesus mengawali percakapan dengan menekankan bahwa kemuliaanNya akan terjadi karena kesediaanNya dalam mematuhi kehendak bapa menjalani derita salib bagi keselamatan manusia. Kemuliaan terjadi karena Yesus bersedia mengosongkan diri demi kasihNya kepada manusia. Kegelapan dikalahkan oleh terang kasih. Ketika Yesus taat kepada kehendak Bapa, Ia dimuliakan Bapa dan Bapa dimuliakan karena ketaatanNya. Kemuliaan Bapa terjadi ketika Yesus dengan kemantapan yang sungguh menapaki jalan salib menuju pemberian diriNya yang seutuhnya bagi umat manusia dalam kasih.
Setelah menekankan kemuliaan yang akan Ia terima dari jalan salib ini Yesus memberikan perintah yang baru kepada muridNya supaya mereka saling mengasihi. Setiap orang Yahudi pasti tahu bahwa di dalam ajaran Taurat ditekankan bahwa mereka harus mengasihi sesama. Jadi apa yang membuat perintah ini menjadi perintah baru? Yang membuatnya baru adalah motif dasar yang melatarbelakanginya yaitu kasih, seperti yang telah Yesus berikan kepada mereka. Mereka dipanggil untuk saling mengasihi seperti Yesus mengasihi mereka. Hanya dengan cara demikian orang akan tahu bahwa mereka adalah murid.
Jemaat yang diberkati Tuhan,
Pertanyaan kritis untuk kita, bagaimana mereka dan kita pada masa kini dapat mengasihi seperti Yesus mengasihi mereka dan kita? Pertama: Kasih yang didasarkan pada kesediaan untuk saling mempedulikan (care) satu dengan yang lainnya. Sebelum memberi perintah saling mengasihi, Yesus telah mempraktekkan sebuah bentuk kasih, yaitu dengan membasuh kaki para murid. Pembasuhan kaki, selain untuk menunjukan kesediaan melayani di dalam kerendahan hati, juga sebuah ungkapan untuk menghargai dan memberlakukan setiap orang sebagai pribadi yang berharga dan bermartabat. Oleh sebab itu mereka/kita harus saling peduli satu dengan yang lain.
Kedua: Kasih yang lahir dari sikap empati terhadap sesama. Kasih yang berdasarkan empati tidak akan jatuh pada sikap egois dan egosentrisme. Kasih yang egois mencari popularitas diri/kelompok, menuntut balas, dan memperdaya orang lain untuk kepentingan dan kesenagan diri/kelompoknya. Sebaliknya dalam kasih yang lahir dari sikap empati, yang menjadi kepuasannya adalah ketika mereka yang mendapatkan kasih, dapat bangkit dari keterpurukan, bangkit dari dosa, mengalami pemulihan hidup, dan bangkit dari ketidakberdayaan, menjadi pribadi/kelompok yang memberdayakan dirinya sendiri. Seperti kasih Allah yang rela mengorbankan diriNya menjadi sama dengan manusia, bahkan mati di kayu salib supaya manusia dapat diselamatkan.
Ketiga: Kasih yang mengampuni. Kasih yang tidak belajar untuk mengampuni adalah kasih yang mudah layu dan gugur. Kasih yang sejati dibangun di atas dasar pengampunan. Karena itu tidak ada kesalaan yang tidak dapat diampuni. Allah sudah melakukan itu di dalam Yesus karena kasihNya.
Ucapan Yesus kepada murid muridNya menegaskan kepada kita bahwa mengasihi sesama bukan sebuah pilihan, melainkan tindakan yang harus dilakukan sebagai bentuk ketaatan pada kehendak Allah. Kasih mempunyai daya mentrnsformasi kehidupan. Kesadaran bahwa kasih merupakan identitas orang Kristen akan menuntun sikap dan tindakan kita untuk mengoreksi diri dan membaharuinya. Di dalam diri kita akan ada kesadaran untuk menghilangkan sikap- sikap yang dapat menghambat kita membangun relasi dengan diri sendiri dan dengan sesama. Oleh karena itu orang yang menjadikan kasih sebagai identitas ke Kristen-annya akan mengalami pembaharuan hidup yang pada akhirnya juga akan membaharui dan menghidupkan kehidupan bersama.
Petrus dalam Kisah 11:1-18 memperlihatkan bahwa hidup yang didasarkan atas kasih, dan yang menjadikan kasih Kristus sebagai tujuan, akan membuat seseorang menembus batas batas atau sekat sekat kesukuan. Paradigm kehidupan yang dikembangkan tidak lagi  “kami” dan ‘mereka” tetapi ‘kita”. Untuk dapat membaharui kehidupan bersama, Petrus terlebih dahulu mengalami pembaharuan hidup. Pembaharuan hidup terjadi karena pengenalan akan kasih Yesus kepada manusia.
Saudara-saudari yang diberkati Tuhan,
Apakah saat ini, orang lain di sekitar kita mudah mengetahui identitas kita sebagai murid Kristus? Berikan penekanan dengan sebuah contoh praktis melalui kisah nyata atau ilustrasi. Apakah kita sudah mengembangkan pola hidup yang membaharui diri sendiri dan membaharui kehidupan bersama sebagai wujud idup dalam kasih? Silahkan kita menjawabnya dalam keseharian hidup kita masing masing. Amin                             MP






























Minggu, 26 Mei 2019
(Minggu paskah 6)
Tata Ibadah: Bentuk IV
Stola & Antependium: Putih

Bacaan Alkitab Kisah 16:9-15 dan Yohanes 14:21-31
Jangan Takut Hidup, Tuhan Menyertai Kita
Saudara saudari yang dikasihi Tuhan
Manusia ketakutan menjalani kehidupan yang penuh dengan persoalan karena terpancang pada (relasi) “aku” dan “persoalanku”. Akibatnya manusia lupa, bahkan melupakan bahwa ada Tuhan yang setia menyertai manusia. Tuhan yang kuasaNya jauh lebih besar daripada persoalan yang sedang dihadapi manusia. Kita perlu belajar melihat secara utuh: “diri kita”-“persoalan kita”di dalamnya Tuhan setia menyertai kita. Dengan demikian kita dimampukan untuk berani menjalani kehidupan ini, apapun persoalan yang kita hadapi.
Teks bacaan kita dalam Kisah 16:9-15, merupakan sepenggal kisah perjalanan kedua dari Paulus dalam memberitakan Injil. Juga ada sepenggal kisah tentang kiprah Paulus dalam memberitakan Injil di Kota Filipi. Pemberitaan Injil di wilayah Makedonia berangkat dari penglihatan yang dialami Paulus (ay 10). Penglihatan itu diyakini Paulus dan rekan-rekannya sebagai panggilan Allah kepada Paulus dan kawan kawan untuk memberitakan Injil kepada orang-orang Makedonia (ay11). Filipi menjadi Kota pertama di wilayah Makedonia yang disinggahi oleh mereka selama beberapa hari. Paulus dkk, memberitakan Injil di Filipi. Itu berarti pemberitaan Injil merambah benua Eropa. Pihak yang pertama kali menaggapi secara positif terhadap pemberitaan Injil yang disampaikan oleh Paulus adalah seorang perempuan. Ia bernama Lidia. Pekerjaannya penjual kain ungu (ay 14). Lidia dan orang orang yang ada di rumahnya memberi diri dibaptis. Ia juga mempersilahkan bahkan mendesak Paulus untuk menumpang di rumahnya (ay 15). Apa yang kita belajar dari pengalaman Paulus? Allah tetap setia menyertai Paulus dan rekan rekannya dalam memberitakan Injil. Penyertaan tersebut tidak dibatasi oleh wilayah tertentu dan situasi tertentu. Dan kalau Allah menyertai tidak ada yang mustahil semua yang kita kerjakan di dalam dan bersama Tuhan pasti membuahkan hasil. Di dalam dan bersama Tuhan tidak ada masalah yang tidak bisa diselesaikan, asalkan kita tetap teguh pada jalan yang benar dan memberi hidup. Keteguhan inilah yang menumbuhkan Iman.
Bacaan Alkitab yang kedua Yoh 14:21-31 ada dalam konteks pesaan-pesan terakhir Yesus kepada murid-muridNya sebelum Ia meninggalkan mereka. Yesus membesarkan hati para murid, mereka diajak untuk tetap teguh, kuat dan setia pada perintah Yesus, yaitu “mengasihi”. Memang keteguhan Iman baru utuh bila ada kasih. Bacaan kita saat ini memberi pendalaman diseputar apa itu “kasih”dalam keteguhan mempercayai Yesus tadi. Awal dan akhir bacaan kita berbicara mengenai munuruti perintah-perintah Yesus (ay 15 dan ayat 21). Jika kita membaca ayat 15 “jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala peritahKu”. Apa makna pernyataan dalam ayat ini, kilimat tersebut janganlah dimengerti sebagai “bila kalian benar-benar mengasihiKu, maka mestinya kalian mentaati perintah-perintahKu”. Seolah-olah kecintaan kita terhadap Guru atau Yesus perlu dibuktikan dengan melakukan hal-hal yang diperintahkan. Memang gagasan ini memiliki nilai sendiri, tapi bukan itulah maksud dari ayat 15. Lalu apa? Kalimat itu justru menggarisbawahi kebalikannya. Ringkasnya, mengasihi Yesus itu bakal membuat kita dapat mengenal perintah-perintahNya dan menurutiNya. Jadi mengasihi sang Guru menjadi jaminan agar kita dapat memperhatikan perintah-perintah sang Guru atau Yesus. Karena itu di dalam ayat 21 terungkap bahwa siapa saja yang memegang dan menuruti perintah-perintahNya, dia itulah yang juga nyata nyata mengasihi Yesus. Oleh karena itu ia akan terus dikasihi Bapa dan Yesus sendiri.
Saudara saudari yang dikasihi Yesus
Makna terdalam dari kata “mengasihi” Yesus dipakai dalam arti mengakui kebesaranNya dan memberi ruang bagi Dia dalam diri kita, setia kepadaNya. Ini dari sisi kita sebagai murid Yesus. Dari sisi sang Guru (Yesus)? Dikasihi oleh Yesus sebagai Guru berarti menerima perlindungan dan penyertaan dariNya. Latar belakang ungkapan “mengasihi” ini ialah kehidupan umat Perjanjian lama. Mereka dipilih, dikasihi, dilindungi, dipedulikan Allah, tapi sekaligus mereka diharapkan tetap setia dan memberi tempat utama pada Allah dalam hati dan kehidupan mereka. Jadi ‘mengasihi” dalam arti itulah yang seharusnya menjadi dasar bagi kita, menuruti perintah-perintah Yesus. Perintah-perintah yang dimaksudkan dalam tex kita ialah kekuatan-kekuatan yang menggerakkan dari dalam dan disadari datang dari hubungan batin dengan sang Guru atau Yesus itu sendiri. Dengan demikian maka tindakan kita sebagai murid tidak bersumber dari diri dan kemauan kita sendiri. Tapi tindakan kita dijiwai oleh kehadiran Yesus sang Guru dalam diri kita masing masing. Dunia akan melihat prilaku dan tindakan kita sebagai murid Yesus yang sejati, ketika kita tetap setia kepada kebenaran kristus. Sehingga sekalipun Yesus tidak bersama-sama lagi dengan kita secara fisik tapi dalam Roh Kebenaran, Yesus selalu siap menjadi penolong di saat saat tergelap sekalipun, dan di jalan yang licin, berliku-liku, dan berbatu batu.
Persoalannya bagaimana saya dan saudara-saudari sebagai murid murid Yesus masa kini tahu dan dapat merasakan kehadiran Roh kebenaran tersebut? Atau bagaimana Penolong itu bertindak? Secara sederhana dapat dikatakan bahwa Roh Kebenaran dapat bekerja dalam diri kita sebagai murid Yesus, melalui ketajaman batin masing-masing kita untuk membedakan yang benar dari yang keliru, (kepekaan hati nurani dalam bertindak menurut kebenaran). Atau dalam bahasa Yohanes gerakan-gerakan batin yang berasal dari atas sana disebut ‘perintah perintah yang mengikat dan membuat kita bertindak. Tapi sekali lagi perlu diingat bahwa dasarnya ialah bila kita mengasihi Yesus. Tanpa ini, gerakan-gerakan batin itu malah akan mengacaukan dan membuat kita mandul kerohanian atau hidup semakin terpuruk dan tidak bermakna. Karena kita tidak akan mampu mewaspadai gerak-gerik kekuatan jahat dunia ini di mana kita hidup dan di utus untuk bersaksi, bersekutu dan melayani untuk kemuliaan Allah bukan kemuliaan kita.
Akhiri khotbah dengan sebuah iustrasi. (Pengkhotbah memegang selembar kertas putih HVS ukuran folio atau kuarto. Pada kertas tersebut terdapat 3 lingkaran hitam berdiameter 5 cm. ketiga lingkaran tersebut berjajar pada bagian tengah kertas).
Ajukan pertanyaan kepada jemaat:
-          Apakah yang saudara saudari lihat?
Kemungkinan besar jawaban jemaat kurang utuh:
- Tiga lingkaran hitam dan atau
- Selembar kertas putih dengan tiga lingkaran hitam
Ajaklah jemaat untuk melihat secara utuh yaitu janganlah melupakan sosok pengkhotbah yang memegang kertas putih yang terdapat tiga lingkaran hitam. Yang memegang kertas lebih besar daripada ketiga lingkaran hitam. Juga lebih besar daripada kertas putih.
Itulah manusia. Pandangannya seringkal terfokus pada yang hitam (baca: masalah, aib, kegagalan, ketakutan, penderitaan) atau terpesona dengan yang putih (baca: berkat, kesuksesan, keberhasilan), tetapi melupakan Tuhan yang setia menyertai kita.
Terpujilah Tuhan Yesus Kristus. Amin                                                MP











Kamis, 30 Mei 2019
(Kanaikan)
Tata Ibadah: Kenaikan
Stola & Antependium: Putih

Bacaan Alkitab: Kisah Para Rasul 1:1- 11; Lukas 24:44- 53
BERSAKSI BAGI KRISTUS

Saudara-saudari!
Hari ini kita merayakan kenaikan Tuhan Yesus ke sorga. Tema yang akan kita renungkan dalam kebaktian ini adalah; Bersaksi Bagi Kristus. Berbeda dengan perayaan Natal, Jumat Agung dan Kebangkitan Kristus yang biasanya dirayakan meriah, perayaan Kenaikan Tuhan Yesus justru terlihat biasa-biasa saja. Hampir tidak ada perayaan khusus yang dilaksanakan gereja selain kebaktian bersama di hari Kamis ini. Padahal, jika dibandingkan dengan Natal dan Jumat Agung, peristiwa Kenaikan justru memperlihatkan Yesus yang jauh lebih spektakuler. Pada saat Natal dan Jumat Agung, kita menyaksikan Yesus yang begitu ringkih dan hina; Ia lahir di kandang binatang, Ia tumbuh layaknya anak-anak manusia lainnya, sampai akhirnya Ia terbungkuk-bungkuk memikul salib dan mati di Golgota. Pada kedua peristiwa itu banyak orang menolak-Nya sebagai Mesias karena Ia terlihat sangat manusiawi. Namun pada saat peristiwa Kenaikan, Yesus tampil dalam kemuliaan-Nya. Tidak tanggung-tanggung, pada peristiwa inilah para murid menyaksikan dengan mata kepala sendiri bagaimana Yesus terangkat ke langit sampai awan-awan menutupi-Nya dari pandangan mereka. Para murid terperangah dengan pemandangan itu, sampai-sampai malaikat menegur mereka dengan perkataan: Hai orang-orang Galilea, mengapakah kamu berdiri melihat ke langit?. Lalu, apa makna peristiwa kenaikan Tuhan Yesus yang kita rayakan ini?
Saudara-saudari!
Ketika Tuhan Yesus bangkit pada hari minggu Paskah, itu merupakan hari yang paling menggembirakan bagi para murid. Sebelumnya para murid sempat putus asa dan kehilangan harapan ketika mereka melihat Guru mereka mati tergantung di atas kayu salib. Pengakuan mereka akan kemesiasan-Nya gugur seperti daun kering. Tetapi dengan bangkitnya Yesus dari kematian, seketika itu bangkit pula impian-impian para murid terhadap-Nya. Keyakinan mereka akan kemesiasan-Nya diteguhkan kembali. Mereka berpikir; inilah saatnya bagi Yesus menunjukan wibawa kemesiasan-Nya. Maka tidak heran bila para murid mencoba menggoda Yesus dengan bertanya di ayat 6: Tuhan, maukah Engkau pada masa ini memulihkan kerajaan bagi Israel?. Meminta Yesus memulihkan kerajaan bagi Israel sebenarnya adalah desakan agar Yesus segera tampil sebagai pemerintah yang berkuasa tanpa menunda-nunda lagi. Mereka ingin segera melihat Mesias perkasa yang menertibkan dunia penuh kejahatan, kekerasan dan kemiskinan ini muncul di muka publik, dan mereka akan menjadi pendukungnya yang setia di belakang layar. Tetapi Yesus justru mengambil jalan lain. Di tengah-tengah harapan dan semangat para murid itu, Yesus malah memilih terangkat ke sorga dan meninggalkan para murid. Apa maksud Yesus? Apakah Yesus tidak peka bahwa sekarang para murid memasrahkan segala sesuatu kepada-Nya? Bukankah lebih baik seandainya “Kenaikan” itu tidak pernah terjadi? Karena andaikata Yesus tetap tinggal di bumi, Ia bisa menjawab segala pertanyaan, menghapus segala keraguan, serta menengahi segala perdebatan. Saudara-saudari! Justru itulah salah satu sebab mengapa Yesus memilih untuk naik ke sorga. Maksudnya adalah; supaya para murid tidak melulu memasrahkan segala sesuatunya hanya pada Yesus. Sementara para murid hanya menjadi penonton yang setia. Mereka harus keluar dari balik layar, dan tampil di atas pentas. Itulah sebabnya Yesus berkata kepada para murid: … kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi.
Maka peristiwa kenaikan Yesus ke sorga adalah proses pelimpahan tanggungjawab dari Yesus kepada murid-murid. Yesus memberi ruang dan kesempatan kepada para murid untuk mengambil alih tugas pemberitaan kabar baik. Jika selama ini para murid hanya mengikuti Yesus dari belakang sambil mengamati-Nya mengajar dan melayani, maka sejak kenaikan Yesus ke sorga, para muridlah yang mengerjakannya sendiri. Mereka harus memberdayakan diri mereka; membuka mulut untuk bersaksi, dan mengulurkan tangan untuk melayani. Persis seperti yang sudah dicontohkan Yesus selama 3 setengah tahun bersama mereka. Mereka harus berhenti menjadi penonton, dan harus menjadi saksi yang aktif bagi Kristus. Tetapi, kalau begitu, masakan Yesus tega meninggalkan para murid untuk memerangi pertempuran sendirian? Bagaimana mungkin para murid dapat berhasil bersaksi apabila Ia pergi meninggalkan mereka? Saudara-saudari! Kenaikan ke sorga bukan berarti Yesus betul-betul lepas tangan. Kita perlu berhati-hati memahami tentang kenaikan Yesus ke sorga. Bahwa kenaikan ke sorga tidak boleh kita samakan seperti perpindahan sebuah materi; ketika Yesus naik ke sorga, maka Ia tidak ada lagi di bumi. TIDAK SAMA SEKALI! Ia adalah Allah yang Mahahadir. Yesus sendiri pernah berjanji kepada murid-murid-Nya dalam Yohanes 14:18a; Aku tidak akan meninggalkan kamu sebagai yatim piatu.. Maka saat Ia naik ke sorga meninggalkan murid-murid-Nya, sesungguhnya Ia pun masih tetap ada di bumi bersama-sama dengan mereka. Karena di masa selanjutnya Ia menyatakan kehadiran-Nya dengan cara yang lain, yaitu melalui Roh Kudus yang sekarang mendiami hati para murid. Di ayat 8 bacaan kita, Yesus berkata kepada para murid: … kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu,. Jadi, tepatlah apa yang pernah dikatakan oleh seorang bernama Augustine; Engkau terangkat di depan mata kami, dan kami pun kembali dengan bersedih, kemudian mendapati Engkau berada dalam hati kami..
Jadi, sekali lagi, kenaikan Yesus ke sorga adalah pelimpahan tanggungjawab dari Yesus kepada murid-murid. Di situlah para murid menerima tongkat estafet dari Yesus untuk melanjutkan pekerjaan-Nya. Para murid diutus menjadi saksi bagi Kristus. Dan serentak dengan itu pula, Yesus tetap hadir melalui Roh Kudus untuk menyertai para murid.
Saudara-saudari!
Lalu, apakah tanggungjawab yang harus dipersaksikan oleh para murid? Bacaan Injil kita dalam Lukas 24:46-48 mencatatnya sebagai berikut: Kata-Nya kepada mereka: “Ada tertulis demikian: Mesias harus menderita dan bangkit dari antara orang mati pada hari yang ketiga, dan lagi: dalam nama-Nya berita tentang pertobatan dan pengampunan dosa harus disampaikan kepada segala bangsa, mulai dari Yerusalem. Kamu adalah saksi dari semua ini.. Maka seluruh wujud kesaksian dan pelayanan para murid harus semata-mata mempersaksikan Yesus yang mati dan bangkit itu. Para murid bertanggungjawab untuk menuntun dunia pada pertobatan dan menerima pengampunan dosa. Para murid harus turun ke jalanan dunia ini untuk memberitakan Injil kepada segala makhluk, mengusir setan demi Nama Tuhan Yesus, berbicara dalam bahasa-bahasa yang baru, dan menyembuhkan orang-orang sakit.
Kita dapat menelusuri wujud kesaksian para murid Yesus itu dalam sepanjang sejarah dunia setelah Kenaikan Yesus ke sorga. Kita ingat bagaimana orang-orang Kristen perdana akhirnya muncul di atas pentas dunia dengan berjalan keliling sambil memberitakan firman Allah. Di kemudian hari orang-orang Kristen mendirikan sekolah-sekolah, rumah sakit dan rumah penampungan bagi orang-orang yang terbuang. Di masa kini, sebagai murid-murid Kristus, kita pun menyadari bahwa pelayanan kepada para penderita kusta, tunanetra dan tunarungu, yatim piatu dan para janda, para pecandu narkotika dan korban bencana alam adalah bagian yang tak terelakan dari tugas kesaksian gereja. Sebagai murid di masa kini, gereja dituntut untuk ikut serta menggumuli perjuangan melawan penindasan, kerusakan lingkungan, melawan segala keadaan yang tidak manusiawi, dan menyatakan solidaritas kepada orang-orang miskin dan kelaparan, orang-orang yang terbuang dan tertindas. Murid-murid Kristus dituntut untuk tampil di tengah-tenah pergulatan dunia itu sebagai wakil Kristus.
Maka, takala saat ini kita merayakan Kenaikan Yesus ke sorga, kita diingatkan bahwa Tuhan memberi kepercayaan kepada kita untuk menjadi saksi-Nya di dalam dunia. Maka sudahkah tugas kesaksian ini kita kerjakan dengan baik? Ataukah kita masih sama seperti murid-murid Yesus yang terperangah menatap Yesus dan mengharapkan supaya Ia sendiri yang turun langsung mengerjakannya? Teguran malaikat dalam bacaan kita yang berbunyi: Hai orang-orang Galilea, mengapakah kamu berdiri melihat ke langit? hendaknya menyadarkan kita juga, bahwa pandangan kita mustinya diarahkan pula kepada dunia. Dunia ke dalam mana Kristus telah datang, dan ke dalam mana Ia kini mengutus kita. Sebab tempat kita adalah di situ. Dunia adalah arena dalam mana kita hidup, kasih mengasihi, bersaksi dan melayani, menderita dan mati bagi Kristus. Semoga kita semakin bersemangat. Selamat bersaksi. Tuhan menyertai kita. Amin!                                              AG


































Minggu, 2 Juni 2019
(Minggu paskah 7)
Tata Ibadah: Bentuk I
Stola & Antependium: Putih

Bacaan Alkitab: Kisah Para Rasul 16:16- 34; Yohanes 17:20-26
BERDOA DAN MEMUJI ADALAH CARA
BERLINDUNG KEPADA TUHAN

Saudara-saudari!
Setelah kita merayakan hari Kenaikan Yesus ke Sorga pada hari Kamis yang lalu, maka pada hari ini kita beribadah di hari Minggu yang biasa disebut dalam kalender gerejawi sebagai Minggu Paskah VII. Minggu ini menjadi menarik karena Minggu Paskah VII ini berada di antara hari Kenaikan Yesus ke Sorga dan hari raya Pentakosta. Dalam tradisi banyak gereja, masa rentangan waktu antara hari Kenaikan Yesus dan hari raya Pentakosta yang berlangsung selama 9 (sembilan) hari ini dimanfaatkan oleh warga gereja untuk berdoa selama 9 malam berturut-turut, atau biasa disebut dengan ‘novena’ (novem = sembilan). Itulah sebabnya kedua pembacaan kita di Minggu ini dua-duanya menceritakan tentang doa, yaitu; doa Paulus dan doa Yesus.
Mungkin kita memang belum pernah melakukan tradisi berdoa selama 9 malam berturut-turut selama masa antara Kenaikan dan Pentakosta seperti yang disebutkan di atas. Tetapi aktifitas berdoa dalam tradisi novena itu penting untuk dicontohi. Karena selain akan mengikat umat Kristen dalam persekutuan bersama yang indah lewat berdoa, doa itu juga menjadi ekspresi iman umat Kristen yang terus mengharapkan perlindungan Tuhan. Sebab dalam 1 Petrus 5:8, kita diingatkan bahwa lawan kita, si Iblis, berjalan keliling seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya. Ketika kita lemah, di situlah Iblis akan menelan kita. Maka cara agar kita tetap kuat dan terlindung adalah dengan berdoa memohon perlindungan dari Allah. Hal inilah yang akan kita renungkan lewat kedua teks bacaan kita hari ini.
Saudara-saudari!
Dalam perayaan Kenaikan Yesus ke sorga pada hari Kamis yang lalu, kita sudah merenungkan bersama bahwa Kenaikan Yesus ke sorga adalah proses pelimpahan tanggungjawab dari Yesus kepada murid-murid. Yesus memberi ruang dan kesempatan kepada para murid untuk mengambil alih tugas pemberitaan kabar baik. Para murid diutus ke dalam dunia untuk mempersaksikan Injil Kristus. Tetapi, kita harus sadar pula bahwa tugas menjadi saksi Kristus di dalam dunia itu bukanlah tugas yang gampang. Sebab kita diutus bukan ke dalam dunia dongeng yang dapat kita bayangkan penuh dengan kegembiraan. Kita diutus ke dalam dunia yang sarat dengan isu-isu yang menggelisahkan dan penuh pergulatan.
Yesus pernah berkata kepada murid-murid-Nya: Lihat, Aku mengutus kamu seperti domba ke tengah-tengah serigala, (Matius 10:16a). Perkataan Yesus ini bukan hanya perintah pengutusan, tetapi juga gambaran jelas mengenai suasana di mana kita diutus. Bahwa sebagai saksi-Nya, kita diutus bukan kepada dunia yang berlimpah damai sejahtera, tetapi dunia yang mengancam dan penuh konflik. Dunia yang sarat dengan berita-berita yang memprihatinkan, memilukan hati bahkan mendirikan buluh kuduk. Dunia yang sedang menderita dan berteriak minta tolong. Oleh karena itu, sekali lagi, menjadi saksi Kristus di tengah-tengah dunia seperti ini bukanlah tugas yang gampang. Para murid harus bersiap-siap berhadapan dengan tantangan dan penderitaan.
Pengalaman Paulus dan Silas dalam pembacaan kita yang pertama adalah contoh yang nyata bagi kita semua. Ketika mereka pergi ke Filipi untuk memberitakan Injil, mereka berhadapan dengan sejumlah tantangan. Yang pertama adalah, mereka berhadapan dengan seorang hamba perempuan yang mempunyai roh tenung. Dalam teks Yunani, ‘roh tenung’ itu disebut sebagai pneuma Pythonyang berarti ‘roh dewa Python’. Dalam keyakinan Yunani, dewa ini dianggap menjelma dalam wujud ular Pyton. Roh itulah yang mendiami seorang hamba perempuan yang berjumpa dengan Paulus dan Silas di tempat sembahyang di Kota Filipi dan terus mengganggu mereka. Oleh karena itu, Paulus tidak tahan dan mengusir roh itu dari perempuan itu. Roh itu akhirnya keluar dari diri hamba perempuan itu. Tetapi karena pengusiran roh tenung yang dilakukan Paulus dalam Nama Yesus itulah yang akhirnya membawa mereka pula, Paulus dan Silas, pada tantangan yang kedua yaitu “Berita Hoax”.
Para tuan yang mempekerjakan perempuan dengan roh tenungnya itu kehilangan penghasilan mereka karena roh tenung itu tidak ada lagi. Dengan kemarahan yang besar mereka menangkap Paulus dan Silas, lalu menyeret mereka ke pasar untuk menghadap penguasa (Ayat 19). Apakah yang dilakukan tuan-tuan perempuan yang dirasuki roh tenung itu? Yang mereka lakukan adalah, menyebarkan berita hoax (berita bohong) bahwa Paulus dan Silas sudah mengacaukan kota. Mereka dituduh telah mengajarkan adat istiadat yang bertentangan dengan kebudayaan oran Rum (Ayat 20-21). Padahal yang dilakukan oleh Paulus dan Silas adalah mengusir roh tenung, bukan mengacaukan kota. Namun publik sudah terlanjur percaya dengan berita hoax itu, dan akhirnya menghadapkan Paulus dan Silas pada tantangan berikutnya, yaitu: “Penjara”. Mereka didera berkali-kali, lalu dilemparkan ke dalam penjara di Kota Filipi.
Inilah deretan tantangan yang dihadapi oleh Paulus dan Silas dalam pemberitaan Injil. Apa yang mereka alami sesungguhnya adalah gambaran bagi semua pengikut Kristus dalam memberitakan Injil, bahwa tantangan dan penderitaan akan selalu datang mengancam. Si Iblis, dengan tidak kenal lelah, berjalan keliling seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya. Tetapi kita harus mencontohi apa yang dilakukan oleh Paulus dan Silas ketika menghadapi tantangan yang datang bertubi-tubi itu. Apakah yang mereka lakukan? Pada ayat 25 dicatat seperti ini; Tetapi kira-kira tengah malam Paulus dan Silas berdoa dan menyanyikan puji-pujian kepada Allah dan orang-orang hukuman lain mendengarkan mereka..
Berdoa dan memuji Tuhan di tengah-tengah penderitaan adalah cara terbaik untuk membawa diri dalam perlindungan Tuhan. Doa dan pujian akan membawa kita ke dalam tangan Tuhan, dan mendengarkan suara-Nya di kedalaman hati kita. Kita berdoa, dan Allah akan bertindak. Dalam Yakobus 5:16b tertulis: Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya.. Itulah yang kita saksikan di dalam penjara di kota Filipi. Ketika Paulus dan Silas berdoa dan menyanyikan pujian kepada Allah, tiba-tiba terjadilah gempa bumi yang hebat, sehingga sendi-sendi penjara itu goyah; dan seketika itu juga terbukalah semua pintu dan terlepaslah belenggu mereka semua (Ayat 26). Jadi, tantangan demi tantangan mungkin akan datang bertubi-tubi. Tetapi doa dan pujian kepada Allah akan membawa kita terus berjalan dengan aman. Sebab kita ada dalam perlindungan Tuhan.
Saudara-saudari!
Sejak Kristus naik ke sorga, sampai dengan sekarang ini, para murid, termasuk saudara dan saya, terus berjuang untuk menjadi saksi Kristus dalam dunia. Dan bersaksi tentang Kristus dalam dunia ini bukanlah pekerjaan yang muda. Bila kita mengamati sejarah sejak berdirinya gereja sampai sekarang, barangkali tidak ada kesimpulan lain yang dapat kita katakan, selain bahwa berdirinya gereja memang merupakan awal pelayanan misi ke dunia yang penuh tantangan. Tantangan itu semakin bergolak seiring dengan meningkatnya tugas dan tanggungjawab kesaksian gereja. Maka aktivitas berdoa dan memuji Tuhan harus sungguh-sungguh dilakukan oleh kita semua.
Mungkin kita akan berkata: “Yah, kita kan sudah melakukannya. Setiap minggu kita berdoa dan memuji Tuhan. Dalam ibadah Kolom dan Pelka pun kita selalu berdoa dan memuji Tuhan. Lalu apa lagi?”. Saudara-saudari! Hal yang perlu kita waspadai adalah, ketika aktifitas rutin itu tinggal menjadi sekadar “rutinitas”. Seorang tokoh terkenal dari India bernama Mahatma Gandhi, pernah berkata begini: Berdoa bukanlah meminta. Itu adalah keinginan jiwa. Itu adalah pengakuan akan kelemahan seseorang. Lebih baik berdoa dengan hati tanpa kata-kata daripada berdoa dengan kata-kata namun tanpa hati..
Saya terharu sekali dengan doa Yesus dalam bacaan kita yang kedua. Yesus dengan sungguh-sungguh menyerahkan para murid-murid-Nya di dalam doa, agar murid-murid-Nya itu tetap bersatu sekalipun badai pemecah-belah datang silih berganti. Bayangkanlah, Yesus mengkhususkan waktunya sebelum ditangkap untuk berdoa bagi kesaksian yang akan dikerjakan oleh para murid. Yesus memahami bahwa doa itulah cara memohon perlindungan Allah dari segala ancaman Iblis. Dapatkah kita meneladani cara Yesus, Paulus dan Silas tersebut?


Saudara-saudari!
Memasuki Minggu Paskah VII ini, kita diingatkan bahwa sebagai murid yang sudah diutus Tuhan untuk bersaksi di dalam dunia ini, kita pasti akan berhadapan dengan banyak bahaya dan tantangan karena nama Tuhan Yesus. Oleh karena itu, kita membutuhkan perlindungan dari Allah melalui doa. Di Minggu Paskah VII ini, kita mungkin tidak punya tradisi novena seperti kebiasaan di beberapa gereja lainnya. Tetapi berdoalah. Berdoalah untuk dirimu sendiri, untuk keluargamu, dan untuk tugas kesaksian gereja. Agar sekalipun tantangan dan bahaya datang mengancam, kita tetap melangkah dengan pasti bersama dengan Allah yang setia melindungi kita. Amin.                                                     AG
























Minggu, 9 Juni 2019
(Pentakosta)
Tata Ibadah: Pentakosta
Stola & Antependium: Merah

Bacaan Alkitab: Kejadian 11:1-9 (Nas). Yohanes 14:8-17, 25-26.

Saudara-saudara, Jemaat Yang Dikasihi Tuhan Yesus
Dalam sejarahnya, menara Babel didirikan untuk satu tujuan yakni Persatuan (Kej. 11:3-4). Upaya dalam membangun atau mendirikan bangunan ini dimulai setelah adanya peristiwa air bah dizaman Nuh. Dalam nas ini dikisahkan bahwa padawaktu itu semua orang mempunyai satu bahasa dan satu logatnya. Mereka berangkat kesebelah timur yakni ketanah Sinear, berdekatan dengan ibu kota Provinsi Babilonia suatu tempat yang pertamakali ditempati oleh Kus, putera Ham dan oleh Nomrod. Dan ditempat inilah sebuah sejarah baru terukir dengan dimulainya pembangunan kota dengan tatanan rancangan pembangunan yang bergaya arsitektur modern dizamannya dengan disain menara pencakar langit yang menjulang tinggi tepat berada di tengahnya (Kej. 11:3-4).
Proses pembangunan itupun dilakukan, dengan harapan semuanya terselesaikan dengan baik. Akan tetapi harapan itu sirna seketika oleh karna tindakan Allah yang maha hebat. Allah turun lalu mengacaukan segala rencana manusia itu dengan cara mengacaukan bahasa mereka sehingga mereka tidaklagi mengerti bahasa masing-masing dan berakibat pada terseraknya mereka sehingga proses pembangunanpun terhenti. Sungguh kita memahami, bahwa tujuan awal dri dibangunnya menara Babel adalah sebuah persatuan, kesan yang muncul di sini tentu tidak ada yang keliru tetapi mengapa Allah bertindak dengan mengacaukan bahkan menceraiberaikan mereka seolah-olah Allah bertindak tidak adil di sini. Di sinilah dibutuhkan pertimbangan yang objektif dalam menganalisa sebuah perkara.
Saudara-saudara, upaya dalam membangun menara Babel yang bertujuan menciptakan persekutuan dalam satu kelompok manusia, terkesan mulia adanya namun dibalik usaha serta kerja keras yang dilakukan rupanya melahirkan sikap-sikap hidup yang bertentangan dengan kehendak Allah yakni adanya kecenderungan manusia yang ingin setara dengan kemahakuasaan Allah, upaya untuk membangun persaingan dengan Allah, dan upaya untuk memperkuat diri tanpa mengakui kekuatan dan kehebatan Allah. Itulah sebabnya persekutuan mereka diceraiberaikan Allah. Tentunya sikap yang ditunjukan Allah disini tidaklah menjelaskan bahwa Allah tidak menyukai persatuan! Malah sebaliknya Dia mengasihi dan mencintai persekutuan hidup umatNya.
Saudara-saudara, Jemaat Tuhan,
Segala sesuatu yang terjadi atas segala rencana dan rancangan hidup manusia ada dalam pandangan Allah. jikalau Allah bertindak dengan mengacaukan segala harapan manusia, itu berarti ada hal yang keliru yang dibuat oleh manusia itu sendiri, dan bagi Allah hal yang keliru itu harus diluruskan sebagai bagian dari campur tangan Allah untuk melindungi umatNya dari sebuah kesalahan. Sekali lagi Allah tidak menentang persatuan/persekutuan yang diciptakan oleh manusia pada upaya membangun menara Babel. Yang Allah tentang adalah perbuatan salah yang melanggar ketetapan Allah di balik persatuan/kesatuan yang dibuat oleh manusia itu yakni keinginan untuk menciptakan persaingan dengan Allah yang didasarkan pada sikap angkuh dan kesombongan. Sesungguhnya Allah mengasihi kehidupan umatNya. KasihNya nyata dengan Dia selalu membawa kita pada dekapan kasihNya.
Saudara-saudara, Jemaat Yang diberkati Tuhan Yesus
Jikalau pada hari ini, kita berada pada satu peristiwa mulia Allah "Pentakosta", turunnya Roh kudus atas kehidupan kita tentunya tidak dalam kerangka menceraiberaikan kehidupan umatNya seperti pada peristiwa menara Babel, tetapi kehadiranNya dalam karya Roh Kudus adalah menyatukan, mempersekutukan, menguatkan, meneguhkan umat untuk tetap membangun iman yang dapat merobohkan dan menceraiberaikan menara-menara babel yang ada dalam hati manusia. Roh kudus yang diutus Bapa Dialah yang akan mengarahkan kita untuk semakin mengenal Bapa kita didalam Yesus Kristus sebagai menara kehidupan yang memberikan perlindungan dan yang menyelamatkan. Tuhan Yesus memberkati kita. Amin                  IR                                                                                                   


Minggu, 16 Juni 2019
(Minggu Trinitas)
Tata Ibadah: Bentuk III
Stola & Antependium: Putih

Bacaan Alkitab: Amsal 8:1-4, 23-31 (Nas) Yohanes 16:12-15.

Saudara-saudara, Jemaat Yang Diberkati Tuhan Yesus Kristus,
Kita bearada pada era tehknologi modern. Kehidupan kini terfasilitasi dengan hal-hal yang sifatnya modern, dan kita tidak dapat menghindarkan diri dari kenyataan-kenyataan hidup yang demikian. Saya ambil contoh, tehknologi modern dalam lingkungan pertanian. Kalau dulu orang membajak sawah dengan menggunakan tenaga hewan, tetapi sekarang membajak sawah dengan mesin tracktor. Cangkul dan bajak yang ditarik oleh tenaga hewan tergantikan dengan tenaga tracktor. Hasil pertanian meningkat, bukan saja cukup untuk dimakan tetapi juga untuk dijual. Kalau dulu pekerjaan dilakukan dengan sikap gotong royong tetapi kini dapat dilakukan sendiri-sendiri dengan mengunakan fasilitas yang tidak perlu memakai banyak tenaga orang segalanya pasti beres. Sehingga yang terjadi dalam kebanyakan hal dizaman ini "menemukan sesuatu, tetapi kehilangan sesuatu". Inilah kenyataan dari perubahan dunia dimasa kini. Segala sesuatu dikuasai oleh tehknologi yang sebetulnya buah dari ilmu pengetahuan. Dengan gembira kita menyambut semua itu. Tetapi, harus pula kita akui bahwa selain dampak positif, maka kemajuan yang mengandalkan ilmu pengetahuan dan tehknologi juga memberi dampak negatif terhadap kehidupan masyarakat dan lingkungannya.
Dalam banyak hal terkadang hal ini mengubah tatanan sosial, mengubah nilai-nilai budaya yang dianut masyarakat. Keadaan ini juga terkadang memukinkan orang untuk menjadi kecewa, putus asa, hidup dalam ketidakpastian nilai, bagaikan kapal yang kehilangan arah karena mengalami kerusakan kompas di tengah gelora samudera yang dahsyat. Itu berarti, pengaruh kemajuan ilmu pengetahuan dan tehknologi terhadap kehidupan manusia bisa baik, bisa buruk. Disinilah dibutuhkan hikmat.
Saudara-saudara Yang Diberkati Oleh Tuhan Yesus Kristus,
Perikop pembacaan Firman Tuhan kita yang pertama dalam kitab Amsal berbicara tentang hikmat. Di sini hikmat diposisikan sebagai orang yang berseru-seru di tempat-tempat yang strategis dan di tempat-tempat tinggi, di tepi jalan dan di persimpangan jalan. Yang juga bisa berarti di dalam situasi-situasi di mana orang bingung untuk menentukan arah perjalanan hidupnya. Hikmat berseru-seru di samping pintu-pintu gerbang artinya di tempat-tempat pengambilan keputusan. Hikmat yang dalam bahasa ibrani disebut hokmah/khok-mah diartikan sebagai pekerjaan yang membawa hasil baik. Jadi hikmat menyiratkan luasnya pengetahuan dan dalamnya pengertian yang menghasilkan pertimbangan yang masuk akal dan jelas. Hikmat sangat perlu bagi setiap orang. Dengan berhikmatnya seseorang berarti dia memiliki kecerdasan, pengetahuan yang melahirkan tindakan bijaksana atas sebuah keputusan.
Saudara-saudara Yang Dikasihi Tuhan,
Hikmat, Kecerdasan, pengetahuan adalah trilogi pertumbuhan manusia yang sehat. Kecerdasan tanpa pengetahua bagaikan pisau yang tak terasah. Pengetahuan tanpa kecerdasan bagaikan komputer tanpa data. Selanjutnya, saudara-saudara memiliki hikmat berarti takut akan Tuhan. Takut akan Tuhan adalah keberanian untuk membenci kejahatan, kesombongan, kecongkakan, tingkahlaku yang jahat, dan tipu muslihat. Hikmat bukan semata-mata mempunyai makna praktis, tetapi memiliki nilai iman. Hikmat yang melahirkan Nilai iman inilah yang menuntun kita kepada kebenaran (Yohanes 16:13). Dengan Hikmat, Tuhan mencipta, menata dan memelihara. Malahan karya penyelamatan Allah untuk menebus manusia adalah karya hikmat, sebab Kristus sang juruselamat adalah hikmat Allah. Dia hadir dalam karya Roh Kudus yang juga akan memampukan kita hidup dalam kebenaran dan semakin menjadikan kita berhikmat di dalam Tuhan. Terpujilah Tuhan Yesus. Amin          IR





Minggu, 23 Juni 2019
(Minggu Biasa)
Tata Ibadah: Bentuk IV
Stola & Antependium: Hijau

Pembacaan Alkitab: Yesaya 65: 1-7; Lukas 8 : 26-39

Persekutuan jemaat yang kekasih dalam Tuhan,
Status kekristenan yang kita miliki dari sebagian besar diantara kita adalah karena warisan. Kita menjadi orang Kristen karena orang tua kita beragama kristen. Dan tidak sedikit diantara kita yang memiliki pertumbuhan iman secara alami, dan akibatnya tidak begitu tangguh/kuat bertahan dikala kita mengalami pergumulan. Kerapkali pun kita menjadi keliru ketika memahami bahwa keselamatan yang kita miliki adalah sebuah anugerah yang permanen/ tetap. Dan karena itu walaupun kita hidup jauh dari Tuhan keselamatan itu tidak pernah akan diambil dari kita. Pemahaman seperti inilah yang menyebabkan umat israel gagal dalam mempertahankan jati dirinya sebagai umat pilihan Allah.
Persekutuan jemaat yang kekasih dalam Tuhan,
Karena itu dalam perikop pembacaan yang pertama melalui Yesaya 65:1-77, kita menyaksikan jawaban Allah atas permohonan doa yang disampaikan oleh orang israel yang bertobat melalui nabi Yesaya sebagai juru bicara bangsa itu. Mereka memohon Tuhan turun tangan untuk berbelas kasihan kepada mereka, serta menegakkan kekudusanNya dan keadilanNya. Walaupun jawaban atas doa itu tidak dengan serta merta memenuhi harapan dan impian mereka. Sebab lewat perikop ini, tak segan-segan Tuhan mempertajam pertentangan antara terang dan gelap, dan menyisihkan seluruh hak istimewa dari bangsa israel. Artinya bahwa janji perkenaan Tuhan dan jaminan keselamatan itu tidak hanya sebatas kepunyaan dan menjadi milik orang-orang Yahudi saja, akan tetapi jaminan keselamatan itu juga menjadi bagian bangsa-bangsa lain walaupun mereka tidak memanggil nama Tuhan. (ay.1,2)
Persekutuan jemaaat yang kekasih dalam Tuhan,
Dakwaan ini tentu sangat menyakitkan hati, namun itu harus mereka terima sebagai ganjaran dari sebuah bangsa yang mengaku sebagai bangsa yang kudus dan benar ( ayat 5), tetapi pada kenyataannya melakukan kekejian-kekejian seperti bangsa kafir. Karena itu garis pemisah dari Allah dengan jelas bukanlah melintas antara orang Yahudi dan bukan orang Yahudi, melainkan antara “yang mencari” dan “orang yang meninggalkan”. Itulah sebabnya dalam perikop pembacaan yang kedua, Yesus mencoba keluar dari wilayah orang Yahudi dalam pengajaran dan pelayananNya. Ia pergi ke tanah orang Geresa, yang artinya melampaui daerah tanah Yahudi dan memasuki sebentar daerah orang-orang yang bukan Yahudi yang dengan hina dianggap oleh orang Yahudi sebagai orang-orang kafir (bangsa-bangsa lain).
Persekutuan jemaat yang kekasih dalam Tuhan,
Di Geresa Yesus dijumpai oleh seorang lelaki yang dirasuki setan-setan. Ia membebaskan dan menyembuhkan orang itu.
Akan tetapi kesembuhan orang yang sakit itu ternyata tidak membuat orang-orang Geresa menjadi percaya kepada Tuhan Yesus. Sebaliknya justru mereka lebih terharu karena kehilangan harta kepunyaan (babi) mereka dari pada karena penyelamatan satu orang. Mereka lebih mementingkan pertimbangan ekonomis dari pada anggapan-anggapan keagamaan atau kesusilaan. Kehadiran Yesus dianggap mereka sebagai suatu resiko yang terlalu besar, sehingga mereka menghendaki agar Yesus segera pergi dan meninggalkan mereka.
Persekutuan jemaaat yang kekasih dalam Tuhan,
Dan Yesus sungguh-sungguh pergi. Saat untuk memberitakan keselamatan didunia bangsa-bangsa ternyata belum tiba. Tetapi, Yesus tidak membiarkan orang-orang Geresa itu begitu saja dalam nasib mereka. Ia meninggalkan suatu saksi dari perbuatan Allah di daerah itu, yakni orang yang telah sembuh itu. Tuhan Yesus memerintahkan supaya orang itu memberitahukan di daerah sekitarnya apa yang diperbuat Allah kepadanya.
Persekutuan jemaat yang kekasih dalam Tuhan,
Bercermin dari kedua perikop pembacaan kita saat ini, tentu kita sadar bahwa acapkali kita terbelenggu dengan cara berpikir kita yang menganggap diri kita lebih benar dari orang lain, atau mungkin lebih baik dan suci dari orang disekitar kita. Karena itu saat ini kita diingatkan bahwa karena kasihNya Tuhan Yesus berkenan mencari, menjumpai dan membebaskan kita dari bebagai “belengguh” yang mengikat kita selama ini. Ia telah menebus kita dari segala dosa dan kecemaran kita. Dan tanggapan kita sebagai orang yang percaya kepadaNya adalah terus mencari dan mengundang Yesus untuk hadir dalam setiap lini kehidupan kita, agar kita tetap teguh berdiri dalam sebuah pengharapan dan keyakinan bahwa Yesus Kristus adalah sang Mesias yang hendak membebaskan manusia dari cengkraman kuasa-kuasa jahat dan dengan demikian mendirikan didunia ini tanda-tanda dari pemerintahan Allah dan kerajaanNya yang mengandung keselamatan bagi umat manusia. Amin !      KB



























Minggu, 30 Juni 2019
(Minggu Biasa)
Tata Ibadah: Bentuk V
Stola & Antependium: Hijau

Pembacaan Alkitab:  Lukas 9: 51-62

Persekutuan jemaat yang kekasih dalam Tuhan,
            Apa artinya kalau orang mengikut Yesus ? jawaban atas pertanyaan inipun pasti sangat berpariasi. Ada yang memahami bahwa mengikut Yesus adalah sebuah pilihan yang mesti dipertahankan seumur hidup, namun pada kenyataannya bisa berubah karena faktor pergumulan panjang misalnya, atau mungkin juga karena jabatan pelayanan yang tidak lagi dimiliki  sehingga seseorang  bisa berbalik arah. Di sisi lain tidak sedikit orang yang menganggap bahwa mengikut Yesus adalah sebuah kewajiban yang harus dipenuhi sebagai jawaban iman atas pertolongan dan berkat Tuhan.
Persekutuan  jemaat yang kekasih dalam Tuhan,
            Perikop saat ini  menyajikan tiga contoh dan motif kalau orang mengikut Yesus. Yang pertama mengenai seseorang yang penuh semangat datang kepada Yesus dan berkata : “Aku akan mengikut Engkau, kemana saja Engkau pergi”. Namun ternyata Yesus tidak bergirang hati ketika mendengar perkataan itu, melainkan Ia memperingatkan orang itu supaya mereka insaf baik-baik apa yang mereka perbuat kalau mereka mau mengikut Dia. Dalam ayat 58 Yesus mengingatkan orang itu bahwa Ia adalah seperti seorang pengembara yang tidak memiliki rumah atau tempat tinggal yang tetap. Terkadang Ia ditolak, bahkan tidak diberi izin kepadaNya untuk menginap (ayat 53). Namun arti yang lebih dalam dari pernyataan ini adalah : bahwa Yesus sedang dalam perjalanan ke Yerusalem, disana Ia akan ditolak dan dihukum, disana Ia akan menderita dan mati.
Persekutuan jemaat yang kekasih dalam Tuhan,
            Contoh yang kedua adalah mengenai seseorang yang oleh Yesus sendiri diajak untuk mengikuti Dia, tetapi orang itu minta supaya keputusannya diundurkan karena keadaan kaum keluarganya. Menanggapi permintaan orang itu Yesus menjawab “Biarlah orang mati menguburkan orang mati !” Maksud perkataan Yesus bahwa siapa yang lebih suka kepada adat terhadap orang mati dari pada kepada perggaulan dengan Kristus yang hidup, ia sudah mati secara rohani dan sudah tergolong kepada dunia maut. Tetapi siapa yang telah menemukan hal Kerajaan Allah, ia telah menemukan hidup yang sejati.
            Contoh yang ketiga bahwa seseorang menawarkan dirinya untuk mengikuti Yesus, namun ia meminta waktu sebentar untuk berpamitan dengan dengan keluarganya.
Menanggapi tawaran orang itu Yesus berkata : “Setiap orang yang siap untuk membajak tetapi menoleh ke belakang, tidak layak untuk Kerajaan Allah.”
Persekutuan jemaat yang kekasih dalam Tuhan,
            Dari ketiga contoh mengikut Yesus tersebut diatas menjadi jelas kepada kita bahwa mengikut Yesus berarti bersedia melepaskan diri dari berbagai – bagai ikatan yang memberi keamanan dan ketentraman. Siap menjadi seorang musafir yang dianggap orang sebagai orang asing, yang tidak disukai. Tuhan Yesus menghendaki agar mengikut Yesus haruslah bersikap radikal, malahan harus bersedia memutuskan ikatan yang paling akrab dengan sekitarnya dan dengan adat di sekitarnya, bila ikatan-ikatan itu berlawanan dengan tuntutan Kristus.
Artinya bahwa Tuhan Yesus adalah segala-galanya, sehingga apapun yang kita hadapi dan kalaupun kita disuruh untuk memilih tetap kita memilih Yesus untuk menjadi skala prioritas utama.
Persekutuan jemaat yang kekasih dalam Tuhan,
            Mengikut Yesus berarti bersedia melepaskan ikatan masa lalu, dan tidak boleh menggabungkan dua hal : mau mengikut Yesus, tetapi mau tetap menyimpan dalam hatinya kenangan-kenangan yang baik kepada kaum keluarganya. Sehingga sewaktu-waktu ia dapat kembali kepada masa dan keadaan dahulu. Keadaan seperti inilah yang kerapkali  terjadi dalam persekutuan pelayanan kita. Mau menerima tanggungjawab pelayanan, tetapi ketika dalam situasi yang sulit  begitu mudahnya membuat pernyataan-pernyataan yang kurang terpuji untuk mundur dalam pelayanan itu. Sebab itulah maka Tuhan Yesus mengingatkan bahwa siapa yang hidup dan bekerja dalam Kerajaan Allah, ia harus menunjukkan segala perhatiannya kepada masa kini dan masa depan. Amin !     KB                                        



































Minggu, 7 Juli 2019
(Minggu Biasa)
Tata Ibadah: Bentuk I
Stola & Antependium: Hijau

Bacaan Alkitab: LUKAS 10 : 1 – 12, 17-20

Saudara-saudari yang dikasihi Tuhan,
            Dikalangan orang percaya masih banyak yang beranggapan bahwa tugas memberitakan Injil adalah tugas orang-orang yang memiliki latar belakang pendidikan khusus atau orang-orang yang memang dipercayakan  tugas itu seperti, pendeta atau hamba-hamba Tuhan yang melayani lewat pelayanan misi. Tugas memberitakan Injil dan menjadi saksinya adalah tugas semua orang percaya, bukan hanya menjadi tugas para pendeta, penginjil atau fulltimer. Kenapa demikian? Karena semua orang yang percaya kepada Yesus adalah utusan-utusannya. Hal itu tercermin pada ucapan Yesus yaitu, “sama seperti…, demikian sekarang Aku mengutus kamu” (Yoh 20:21). Tindakan pengutusan tujuh puluh orang murid yang lain menunjukan bahwa Yesus bisa memakai siapa saja dalam pelayanan, tidak hanya terbatas  pada kedua belas murid atau terbatas pada segelintir orang saja. Pengutusan para murid juga mengandung perintah langsung, seperti perintah seorang komandan kepada prajuritnya yang menuntut kepatuhan prajuritnya. Kata mengutus  dalam bahasa Yunani memakai kata Apostello, yang berarti memberi sebuah perintah untuk dilakukan. Sebagai utusan kita harus memiliki kepedulian yang sama dengan Sang Guru akan banyaknya tuaian dan sedikitnya jumlah pekerja (ay 2). Sehingga setiap utusan pun merespons pengutusan itu dengan kesungguhan hati, bukan bersikap “semau gue” atau setengah hati.
Saudara-saudari yang dikasihi Tuhan,
            Dalam misi ini, bagaimanapun para utusan akan berhadapan dengan resiko, dimana mereka akan “seperti domba ditengah serigala”. Yesus memakai kiasan ini untuk menunjukan ancaman bahaya yang besar yang akan dihadapi dalam tugas mereka nantinya. Bukan dengan maksud menakut-nakuti tetapi dimaksudkan supaya para utusan selalu berada dalam keadaan siaga. Sebagai orang yang diutus, disatu pihak kita dipercayai dan diberi tanggung jawab, dan dilain pihak kita diikut sertakan dan diberi kuasa dalam proyek Ilahi ini. Medan kehidupan tidaklah mudah, akan banyak tantangan dan godaan yang mungkin akan menghadang kita dalam hidup setiap hari, pun akan banyak penolakan yang dihadapi, tetapi kiranya tidak akan mengurungkan niat kita untuk tetap setia kepada Dia yang kita layani. Karena itu dibutuhkan kesediaan diri yang sungguh dan setulus-tulusnya dalam melayani Tuhan. Memberi diri seperti itu mungkin kebodohan menurut kelaziman umum. Sebab dalam melayani Tuhan kita memberi mulai dari waktu, tenaga, pikiran bahkan materi. Justru itulah kekuatan orang yang mendengar panggilan Tuhan untuk melayani yaitu terletak pada sikap mau dan bisa memberi diri.
Saudara-saudari yang dikasihi Tuhan,
            Larangan Yesus supaya para utusan itu tidak membawa pundi-pundi (tempat uang), bekal atau kasut seperti yang biasa dibawah orang dalam perjalanan, maksudnya supaya mereka sepenuhnya hanya bergantung pada pemeliharaan Allah. Larangan untuk memberi salam selama dalam perjalanan tidak bermaksud membuat mereka yang diutus bersikap tidak beretika, sombong atau angkuh tetapi supaya jangan gara-gara memberi salam atau menyapa saudara dalam perjalanan akan memperlambat atau menghalangi mereka dalam perjalanan. Hal-hal menyangkut membawa barang-barang penting diperjalanan dan soal memberi salam, dilihat sebagai sesuatu hal yang akan menghambat atau menghalangi perjalanan. Bukankah kita sering melihat bahkan mungkin mengalami karna alasan pemenuhan kebutuhan, Tuhan diabaikan dan dilupakan, dan karena banyaknya kesibukan untuk urusan yang sifatnya duniawi menjadikan kita lupa tujuan hidup yang sesungguhnya.
Saudara-saudara yang dikasihi Tuhan,
            Para utusan adalah agen-agen pembawa kabar baik, sekaligus pembawa damai sejahtera dalam pengutusan itu. Untuk itu perlu ada tindakan proaktif, dan ini memerlukan usaha untuk membawa kabar yang mensukacitakan dan damai bagi sesama manusia, walaupun perbuatan itu mungkin akan disalah artikan atau bahkan akan ada banyak penolakan. Beragam karakter manusia pasti akan dihadapi. Karena itu diperlukan sikap yang bijaksana di dalam menghadapi setiap orang dengan pembawaan mereka masing-masing. Sebab emosi yang tak terkontrol akan melahirkan tindakan yang berakibat buruk. Sebagai utusan kita memiliki tanggung jawab untuk menghadirkan tanda-tanda kerajaan Allah yakni terwujudnya damai sejahtera dalam kehidupan bersama. Sebagai utusan kita sendiri ditantang untuk tidak henti-hentinya mewujudkan hal itu dalam hidup setiap hari. Lakukan apa yang menjadi bagian kita, dan biarkan Tuhan melakukan apa yang menjadi bagian-Nya. AMIN             IL




























Minggu, 14 Juli 2019
(Minggu Biasa)
Tata Ibadah: Bentuk II
Stola & Antependium: Hijau

Bacaan Alkitab: LUKAS 10 : 25 – 37

Saudara-saudara yang dikasihi Tuhan,
            Ada dua aspek tanggung jawab orang percaya, yaitu aspek yang menyentuh soal hubungannya dengan Tuhan (vertikal) dan aspek yang menyentuh soal hubungannya dengan sesama (horizontal). Jadi jelas disini bahwa hidup beribadah kepada Tuhan tidak lepas dari tanggung jawab sosial dalam kehidupan dengan sesama. Namun ada permasalahan yang mulai menggejala saat ini, yakni orang mulai memisahkan antara kedua aspek tersebut. Pemisahan seperti ini memandang hubungannya dengan Tuhan tidak ada kaitannya dengan hubungannya dengan sesama, ataupun sebaliknya. Masalah inilah yang nampak dari kesaksian bacaan kita saat ini. Dimana Yesus menuturkan sebuah cerita dalam bentuk perumpamaan sebagai tanggapan Yesus atas pertanyaan menjebak dari seorang ahli Taurat, yang punya banyak pengetahuan soal kebenaran tetapi tidak dipraktekan dalam hidup sehari-harinya. Tujuannya jelas, yakni bukan mencari kebenaran tetapi untuk menguji Yesus dihadapan orang banyak dengan maksud untuk mencari kesalahan Yesus. Hal ini diketahui Yesus, bahwa sang ahli taurat mengajukan pertanyaan bukan untuk mengetahui jawabannya, sebab sebenarnya dia sudah punya pendapat sendiri akan hal itu. Penggalan sebuah syair lagu berbunyi, “dihadapan manusia boleh kau bersandiwara, tapi jangan kepada Tuhan”, artinya bahwa kita mungkin bisa berpura-pura, menyembunyikan atau menutupi sesuatu tapi tidak demikian dihadapan-Nya. Sebab Ia Maha mengetahui segala sesuatu yang ada di dunia ini, termasuk mengetahui isi hati kita.
Saudara-saudara yang dikasihi Tuhan,
            Sekalipun Yesus mengetahui motif dibalik pertanyaan dari sang ahli Taurat ini, tetapi Yesus tetap menanggapi dengan sabar, melalui pertanyaan balik yang diajukan Yesus tentang apa yang dia ketahui sebagaimana yang dipelajarinya dalam Taurat. Dengan mengutip apa yang ada di dalam Taurat ia berkata, kasihilah Tuhan Allahmu, dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Nampak disini bahwa “secara teori” sang ahli Taurat sudah mengetahui jawaban pertanyaannya, dan Yesus membenarkan jawabannya. Akan tetapi Yesus tidak berhenti sampai disitu, Ia melanjutkan, “perbuatlah demikian maka engkau akan hidup”. Perkataan Yesus hendak mengingatkan kita bahwa mengetahui teori untuk mengasihi saja belumlah cukup, melainkan harus disertai perbuatan nyata. Disini ditegaskan bahwa kehendak Tuhan tidaklah cukup dipahami saja, sebab yang terpenting adalah melakukan dan mewujudkannya dalam sikap hidup setiap hari.
Saudara-saudara yang dikasihi Tuhan,
            Pertanyaan selanjutnya dari sang ahli Taurat, tentang siapakah sesama yang harus dikasihi, sangat mengejutkan. Sebab bagimana mungkin hal yang sesederhana itu masih harus dipertanyakannya. Itu berarti dimatanya, tidak setiap orang merupakan sesamanya. Sang ahli Taurat itu seharusnya tidak bertanya siapakah sesamanya, tetapi bertanya apakah ia sedang menjadi sesama bagi orang lain. Melalui perumpamaan yang dikisahkan Yesus, Ia hendak mengoreksi kebiasaan kesalehan yang palsu, serta membongkar cara pandang yang sangat keliru yang selama ini melekat dalam diri sang ahli Taurat, serta kebanyakan orang Yahudi tentang sesamanya. Ahli Taurat tersebut mewakili pemikiran kebanyakan orang Yahudi pada masa itu, yang memahami “sesama” sebatas orang sedarah, sesuku dan seagama (orang-orang yang menjalankan tradisi Yahudi). Dalam kisahnya Yesus menampilkan dua pihak yang sebenarnya memiliki hubungan yang tidak harmonis, yaitu orang Yahudi (imam dan orang Lewi), dan orang Samaria (penolong orang yang dirampok). Dalam pandangan orang-orang Yahudi, orang Samaria merupakan musuh, penghianat yang murtad karena kawin campur yang mereka jalani. Yesus menunjukan melalui perumpamaan itu, tentang cinta kasih yang tidak terbatas, yang ditunjukan oleh orang Samaria yang tidak hanya menunjukan simpatinya terhadap orang yang dirampok tersebut, tetapi sungguh-sungguh telah berempati monolong dan menyelamatkannya juga. Sebab “sesama” bagi orang Samaria itu tidak terbatas ras ataupun golongan, melainkan semua orang disekelilingnya termasuk musuh sekalipun. Teladan orang Samaria yang murah hati, menjadi inspirasi bagi kita, bagi sikap hidup orang percaya, mendorong kita pula untuk lebih dekat dengan mereka yang menderita, melalui penghormatan, pengertian, penerimaan, kelemah-lembutan, belas kasihan dan kesediaan melakukannya tanpa pamrih. Kasih kepada Tuhan diikuti dan diwujudkan didalam kasih kepada sesama. Sebab memperoleh hidup yang kekal tidak hanya menyangkut soal hidup beribadah kepada Tuhan, seperti yang diyakini sang ahli Taurat, melainkan bagaimana ibadah itu hidup lewat berbuatan hidup setiap hari. Yesus sendiri menegaskan hal itu, “pergilah, dan perbuatlah demikian”. AMIN                  IL                                                       
















Minggu, 21 Juli 2019
(Minggu Biasa)
Tata Ibadah: Bentuk III
Stola & Antependium: Hijau

Bacaan Alkitab: Kejadian 18:1- 10a; Lukas 10: 38-42
Saudara-saudara, Jemaat Yang Dikasihi Tuhan Yesus Kristus,
            Berdasarkan kesaksian Alkitab Perjanjian Lama, Allah selalu hadir dan menjumpai umat-Nya dengan berbagai cara, salah satunya melalui malaikat-Nya. Kehadiran malaikat Tuhan di kehidupan umat Tuhan sama halnya dengan kehadiran Tuhan Allah sendiri. Malaikat memiliki peran sebagai utusan Tuhan Allah untuk menyampaikan pesan Tuhan Allah kepada umat-Nya. Malaikat Tuhan hadir adalah representase atau perwujudan kehadiran Allah dalam rangka menjumpai umat-Nya. Demikian juga dalam kisah hidup Abraham, yang adalah Bapa segala orang percaya, Allah berulangkali hadir dan berfirman kepadanya, dimulai dari pemanggilannya untuk keluar dari kaumnya dan mengikuti perintah Tuhan untuk menduduki Tanah yang dijanjikan kepadanya. Setelah Allah mengikat perjanjian dengan Abraham, Allah terus meyakinkan Abraham akan janji Allah tersebut, bahwa Abraham akan beranak cucu sedemikian banyaknya. Walaupun janji ini sesungguhnya diragukan Abraham mengingat umurnya dan umur istrinya yang sudah tua, namun Allah tetap meneguhkan iman Abraham bahwa janji tersebut pastilah tergenapi. Untuk upaya ini, Tuhan Allah selalu hadir lewat Firman-Nya ataupun kehadiran Malaikat-Nya seperti kesaksian Alkitab yang menjadi bacaan kita saat ini. Ketika terik panas, di saat Abraham duduk di pintu kemahnya, ia melihat 3 orang berdiri di depannya dan segera menyongsong mereka. Sepertinya Abraham telah mengetahui siapa tamunya (ketiga orang), ia melihat mereka sebagai tamu yang mesti disambut dan dihormati. Penampakan malaikat ini, pastilah berbeda dengan kehadiran manusia biasa. Abraham juga sepertinya mengenali makhluk sorgawi ini, sehingga ketika menyongsong mereka, Abraham harus bersujud sampai ke tanah sebagai tanda penghormatannya dan tanda kerendahan hatinya.
Saudara-saudara, Jemaat Yang Dikasihi Tuhan Yesus Kristus
            Tradisi menyambut tamu dan memberikan penghormatan terhadap tamu ditunjukkan oleh Abraham kepada tamunya tersebut. Menyambut dan menghormati tamu diwujudkannya melalui menyediakan air pembasuhan untuk kaki sebelum memasuki kemah atau rumah. Kemudian menyajikan makanan untuk tamu tersebut juga merupakan tindakan penghormatan kepada tamu tersebut. Abraham memberikan perintah kepada isterinya Sara dan kepada budaknya untuk mempersiapkan makanan bagi tamunya tersebut. Abraham yang memohon agar tamunya bersedia menerima tawaran jamuan kasihnya sangat bersukacita karena tamunya tersebut sudi menerima tawarannya. Abraham sangat bersukacita bahwa tamunya itu bersedia menerima persembahannya dan Abraham berdiri di sana ketika mereka sedang makan. Disaat itulah, Tuhan Allah melalui malaikatNya memberitahukan apa yang hendak mereka sampaikan kepada Abraham, yakni peneguhan janji Allah tentang kelangsungan hidupnya melalui keturunan yang Tuhan hendak berikan kepadanya melalui Sara isterinya yang walaupun telah berusia senja. Kehadiran Tuhan Allah ke dalam kehidupan Abraham merupakan berkat. Kehadiran Tuhan Allah ke dalam kehidupan Abraham membuat Abraham diliputi sukacita, tidak ada keluh kesah walaupun ia harus sibuk mempersiapkan segala sesuatu demi menyenangkan hati tamunya, yakni Tuhan Allah yang diwakili malaikat-Nya.
Saudara-saudara, Sidang Jemaat Yang Dikasihi Tuhan Yesus Kristus,
            Bacaan kita yang keduapun berkisah tentang bagaimana Tuhan Yesus datang menjumpai dua orang bersaudara yakni Maria dan Marta di rumahnya. Kedua orang bersaudara ini dengan sukacita menyambut Tuhan Yesus di rumah mereka, tetapi dengan tindakan yang berbeda. Marta sibuk mempersiapkan jamuan untuk tamu mereka, sedang Maria duduk mendengarkan Tuhan Yesus. Akibat hal ini, Marta menjadi mengeluhkan saudaranya Maria. Di saat itulah Tuhan Yesus menegaskan bahwa Maria telah memilih bagian yang terbaik, sedang Marta telah menyusahkan diri dengan banyak perkara. Apa maksud Tuhan Yesus dengan pernyataan ini? Bukankah tindakan Marta merupakan tindakan menghormati tamunya? Sama halnya yang diperbuat Abraham dalam menyambut Tuhan Allah yang datang menjumpainya di kemahnya? Apa sesungguhnya yang hendak dijelaskan kepada kita melalui sikap dan tindakan Abraham dan tindakan Maria dalam hal menyambut Tuhan Allah di dalam kehidupan mereka? saudara-saudara, jika diperhatikan dengan seksama, Abraham dan Maria sebenarnya memberikan penghormatan kepada tamunya dengan tindakan yang sama yakni, bahwa mereka lebih memilih untuk menyambut Tuhan Allah dengan cara mendengarkan apa yang disampaikan kepada mereka. dalam kej. 18: 8 b dikatakan bahwa Abraham berdiri di dekat mereka di bawah pohon itu, sedang tamunya tersebut makan. Demikian juga yang dilakukan Maria, duduk di dekat kaki Yesus dan mendengarkannya. Sebenarnya tindakan Marta tidaklah dicela oleh Tuhan Yesus, tetapi Tuhan hendak mengatakan bahwa sikap yang terpenting yang dikehendaki oleh umatNya dalam menyambut Tuhannya adalah mendengarkanNya.
Sidang Jemaat, Saudara-saudara Yang Dikasihi Tuhan Yesus Kristus,
            Kesaksian Alkitab saat ini, sesungguhnya mengandung makna dan pembelajaran yang amat berharga bagi kita umat Tuhan tentang bagaimana dan apa seharusnya sikap dan tindakan yang terpenting yang harus kita perbuat dalam rangka merespon kehadiran Tuhan di dalam kehidupan kita. Kehadiran Tuhan Allah dalam kehidupan kita umat-Nya yang percaya juga diwujudkan dalam berbagai bentuk cara dan peristiwa. Ibadah yang di dalamnya pemberitaan Firman merupakan salah satu bentuk kehadiran Tuhan di dalam kehidupan kita. Dan kehadiran Tuhan ini, adalah Berkat bagi kita. Melalui kesaksian Alkitab yang kit abaca dan dengar saat ini, kita diajak dan diarahkan untuk menyambut Tuhan dengan sikap dan respon yang benar, yakni dengan cara mendengar. Mendengar bukanlah pekerjaan yang mudah, sebab dalam mendengar dibutuhkan perhatian dan kerelaan serta ketulusan. Mendengar tanpa memperhatikan sama halnya dengan orang yang bercermin, tidak lama setelah itu ia lupa bagaimana wajahnya. Mendengar merupakan tindakan yang paling baik dalam rangka menyambut Tuhan dalam hidup ini. Bukankah iman lahir dari pendengaran, pendengaran akan Firman Tuhan? Bukankah Firman Tuhan adalah berkat bagi umat-Nya?
Sidang Jemaat, Saudara-saudara Yang Dikasihi Tuhan Yesus Kristus,
            Mungkin bagi banyak orang, “mendengar” dianggap sebagai tindakan mudah dan sepele.  Anggapan ini adalah keliru besar. Sebab mendengar Firman Tuhan adalah tindakan satu-satunya yang Tuhan kehendaki sebab dengan mendengar Firman Tuhan, umat niscaya akan mengetahui apa yang Tuhan kehendaki dan apa yang Tuhan hendak nyatakan di dalam kehidupan kita. “Mendengar’ merupakan tindakan iman yang benar, sebab dengan mendengarkan Tuhan kita mengetahui apa yang Tuhan janjikan kepada kita, sehingga berdasarkan janji tersebut kita diarahkan kepada hidup yang berpengharapan. Mendengarkan Tuhan lebih baik daripada memusingkan diri dengan banyak perkara ketika kita menyambut Dia di dalam kehidupan kita.
Sudara-saudara, Sidang Jemaat Yang Dikasihi Tuhan Yesus Kristus,
            Sampai saat inipun, Tuhan Allah senantiasa hadir dan menjumpai kita di kehidupan ini. Walaupun seringkali kita tidak mengerti dan menyadari bentuk kehadiranNya oleh karena kegagalan kita mendengarNya. Maka melalui kesaksian Alkitab saat ini, kita diajak untuk menyambut Tuhan dengan respon dan sikap yang benar, yakni mendengarkan Dia. Percayalah bapak, ibu, saudara-saudara, bahwa dengan mendengar Tuhan, kita diberkati, kita diberi janji kasih karunia, kita diarahkan untuk tetap hidup di dalam pengharapan kita memilih bagian yang terbaik di kehidupan ini. Terpujilah Kristus Yesus. Amin                        BPS








Minggu, 28 Juli 2019
(Minggu Biasa)
Tata Ibadah: Bentuk IV
Stola & Antependium: Hijau

Bacaan Alkitab: Mazmur 138; Lukas 11:1- 13

Saudara-saudara, Sidang Jemaat Yang Dikasihi Tuhan Yesus Kristus,
            Ucapan Syukur yang diungkapkan oleh orang yang percaya kepada Tuhan merupakan refleksi iman dari umat yang dimaksudkan untuk memuliakan Tuhannya. Ungkapan syukur juga merupakan pengakuan iman di mana Tuhan Allah telah memberikan apa yang diperlukan di dalam kehidupannya. Ucapan syukur adalah model atau pola hidup orang yang percaya kepada Tuhan. Hidup orang percaya adalah hidup di dalam ucapan syukur kepada Allah dengan dasar iman bahwa hidup yang dihidupi oleh orang percaya adalah karena kasih karunia Tuhan Allah. Daud banyak kali memberi kesaksian di dalam kitab Mazmur tentang ucapan syukurnya kepada Tuhan Allah atas segala karya kasih Tuhan yang dialaminya di segenap perjalanan hidupnya. Mazmur 138 yang menjadi bacaan Alkitab saat ini juga merupakan Mazmur syukur Daud yang dialamatkan semata-mata hanya karena kepada Allah sebagaimana keseluruhan mazmurnya. Ucapan syukur yang lahir dari dalam diri Daud, sesungguhnya lahir karena dilandasi perenungannya akan segala yang telah Tuhan lakukan padanya. Di tengah kesesakannya, Daud merasakan bahwa Tuhan mempertahankan hidupnya, Tuhan membebaskan dia dari cengkeraman musuhnya, Tuhan menyelamatkannya. (Band. Ay. 7). Dalam keyakinan Daud, Tuhan Allah melihat orang hina, mengenal yang sombong (ay.6), Daud juga yakin bahwa Tuhan akan menyelesaikan segala bentuk perkara yang terjadi di dalam hidupnya. Bagi Daud, kasih setia Tuhan itu kekal sampai selamanya.
Sidang Jemaat, Saudara-saudara Yang Dikasihi Tuhan Yesus Kristus
           Kehidupan Daud, merupakan kehidupan yang diwarnai dengan berbagai  pengalaman hidup yang penuh dengan tantangan dan pergumulan. Sejak di awal perjalanan kariernya, dia telah diperhadapkan dengan tantangan yang berat, dia harus terancam oleh mertuanya sendiri, yakni Saul, dia harus mengasingkan diri dari lingkungannya, harus berpindah dari bukit batu ke bukit batu yang lain demi keselamatan jiwanya. Dia juga harus meninggalkan anggota rumah tangganya, dan hidup sebagai pelarian karena ancaman pembunuhan dari Saul. Dia juga harus berhadapan dengan musuh yakni bangsa Filistin. Semua pergumulan dialaminya, termasuk kemudian dari kehidupan anak-anaknya. Akan tetapi, di segenap perjalanan hidup tersebut, Daud merasakan bahwa Tuhan Allah tidak pernah meninggalkan dia. Tuhan Allah senantiasa setia dan memberikan keselamatan kepadanya. Itulah yang senantiasa mendorong Daud mengucap syukur kepada Tuhan Allah. Ekspressi iman Daud yakni bersyukur kepada Tuhan telah menjadi referensi iman bagi setiap orang percaya dalam mengucap syukur kepada Tuhannya. Mari kita menyimak dengan seksama seperti apa Daud mengucap syukur kepada Tuhan. Yang pertama adalah Daud mengucap syukur dengan segenap hatinya. Artinya bahwa ucapan syukur Daud adalah ucapan syukur yang dilakukannya dengan sepenuh hati atau dengan totalitas hidupnya. Segenap kehidupannya, segenap yang dilakukannya ditujukan dan dimaksudkan sebagai syukur kepada Tuhan demi kemuliaan Tuhan. Yang kedua adalah bahwa Daud bersyukur dengan sujud ke arah Bait Allah yang suci. Sikap ini mengandung makna bahwa dalam mengucap syukur, Daud merendahkan dirinya di hadapan Allah, atas dasar pengakuan bahwa Tuhanlah yang memberikan segalanya berlaku di dalam hidupnya. Dan kerendahan diri tersebut ditujukannya kepada Tuhan Allah yang Maha Tinggi. Ketiga, di dalam ucapan syukur Daud, ia memuji Tuhan Allah, dengan pengakuan bahwa oleh karena kasih dan setia Tuhanlah sehingga ia dapat terbebas dari segala bentuk ancaman dan pergumulan hidupnya.
Sidang Jemaat, Saudara-saudara Yang Dikasihi Tuhan Yesus Kristus,
            Sebagai umat Tuhan, kita harus terus dan senantiasa menyadari bahwa sesungguhnya pola hidup yang Tuhan kehendaki dalam kehidupan kita adalah bersyukur. Tidak ada alasan bagi setiap orang percaya untuk tidak bersyukur di dalam hidup ini. Sebab adapun hidup kita ini, bukan lagi kita yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam kita. Oleh penderitaan, penyaliban dan kematian serta kebangkitan Yesus kristus, hidup kita telah ditebus dan harganya telah lunas dibayar. Maka kita hidup di bawah kasih karunia dan janji-Nya. Mengucap syukur mesti keluar dari hidup kita sebagai bentuk pengakuan kita akan kedaulatan Tuhan Allah. Dalam Firman-Nya Yesus bersabda: “….mintalah, maka akan diberikan kepadamu, carilah, maka kamu akan mendapat, ketoklah, maka pintu akan dibukakan”. Janji Firman Tuhan ini dengan jelas mengingatkan kita bahwa tidak ada yang tidak dapat di kehidupan ini untuk kita temukan, kita dapatkan dan kita masuki. Asalkan kita memohonnya kepada Tuhan Allah. Maka kunci untuk mampu mengucap syukur di dalam hidup ini adalah ketika kita mampu menyadari bahwa segenap hidup kita adalah anugerah Allah. Ucapan syukur yang berkenan dan dikehendaki Tuhan Allah adalah ucapan syukur yang dilakukan dengan segenap hati, ucapan syukur yang merendahkan diri di hadapan Tuhan dan ucapan syukur yang memuji Nama Tuhan. Tidak ada tempat bagi kemuliaan diri, tidak ada tempat bagi kesombongan dan tidak ada tempat untuk meninggikan diri di tengah ucapan syukur orang yang percaya kepada Tuhan. Mengucap syukurlah dalam segala hal di kehidupan ini kepada Allah, mintalah, maka kamu akan menerima, carilah maka kamu akan menemukan dan ketoklah maka bagimu pintu niscaya dibukakan. Naikkanlah syukurmu kepada Tuhan dalam doa dan sikap, serahkanlah segenap hidupmu kepada-Nya. Tuhan Yesus memberkati. Amin. BPS
              

















































Tidak ada komentar:

Posting Komentar