Minggu, 3
February 2019
(Minggu Biasa)
Tata Ibadah:
Bentuk I
Stola & Antependium:
Hijau
Bacaan
Alkitab: YEREMIA 1:4- 10
Saudara-Sauadara Yang Di Kasihi Tuhan
1. Latar belakang teks
Yeremia adalah seorang nabi yang dipanggil pada masa pemerintahan Yosia bin
Amon, raja Yehuda. Di tahun yang ke tiga belas Firman Tuhan datang kepada
Yeremia. Ia tidak hanya sekali menerima Firman Tuhan yang memanggil dan
mengutusnya. Sebab dalam zaman Yoyakim bin Yosia, Raja Yehuda, sampai akhir
tahun yang kesebelas zaman Zedekia bin Yosia, raja Yehuda, hingga penduduk
Yerusalam diangkut ke dalam pembuangan dalam bulan yang kelima terjadi
pengulangan pemanggilan itu. Mengapa yeremia di panggil dalam situasi seperti
itu, hal ini disebabkan akibat dari keadaan umat Israel yang murtad kepada
Tuhan. Kemurtadtan umat Israel disebabkan karena penyembahan mereka kepada dewa
kesia-siaan, sehingga hidup mereka menjadi sia-sia. Mereka menjauh dari Tuhan
dan pada akhirnya Allah kecewa dengan hidup umat Israel.
2. Pemanggilan Yeremia
Dalam kondisi hidup umat Israel hidup yang tidak setia bahkan membelakangi
Tuhan, yeremia dipersiapkan oleh Allah sejak masih dalam kandungan. Bahkan jauh
sebelum Yeremia dibentuk oleh Allah dalam rahim seorang perempuan yang menjadi
ibunya, Allah telah merancangkan hidup Yeremia sedemikian rupa sampai dia siap
dipanggil dan dipercayakan untuk maksud yang indah bagi Israel. Yang sangat menarik adalah bahwa bagaimana
Allah meyakinkan dan menegaskan tentang pemanggilan Yeremia. Ada empat kata
kerja yang diungkapkan Allah tentang dirinya.
Yang pertama: sebelum aku membentuk
engkau dalam rahim ibumu
Yang kedua : Aku
mengenal engkau
Yang ketiga : Aku
telah menguduskan engkau
Yang keempat: Aku telah menetapkan engkau
Ini bukan hanya sekedar sebuah kata kerja yang yang tanpa makna, tetapi
sesungguhnya Allah memiliki maksud dalam hidup Yeremia. Hidupnya tidak hanya
sekedar dijalani tanpa makna, namun hidup yang dihidupinya adalah hidup untuk
orang lain atau untuk umat Israel. Allah memakai Yeremia untuk maksud yang
mulia, sebagai penyambung lidah Allah agar hidup umat Israel tidak menjadi sia-sia,
namun hidup mereka semakin bermakna.
Inti berita Yeremia pasal 1:4-10
Kehendak Allah tak dapat dibatasi oleh kelemahan dan keterbatasan
seseorang. Yeremia menyadari bahwa sebagai seorang nabi yang dipanggil oleh
Allah, sesungguhnya dia tidak pandai bicara karena dia masih muda. Yeremia
menolak pemanggilan itu karena alasan ini. Tetapi apakah Allah terpengaruh
dengan alasan Yeremia? Yang Allah tahu bahwa otoritasNya tak dapat di tolak dan
dibantah. Allah menjalankan maksud-Nya
sesuai rencana-Nya. Karena Allah tidak hanya sekedar menjalankan maksud-Nya
namun juga memperlengkapi Yeremia, lalu Tuhan mengulurkan tangan-Nya dan
menjamah mulut Yeremia dan berkata, sesungguhnya Aku menaruh
perkataan-perkataan-Ku ke dalam mulutmu, dan memberi kewenangan sebagai seorang
nabi, ketahuilah, pada hari ini aku mengangkat engkau atas bangsa-bangsa dan
atas kerajaan-kerajaan, untuk mencabut dan merobohkan, untuk membinaskan dan
meruntuhkan, untuk membangun dan menanam. Itulah hidup yang dipersiapkan Allah
bagi Yeremia. Dia di panggil untuk menjadi nabi atas Israel agar Yeremia
mengingatkan mereka supaya hidup yang mereka jalani tidak menjadi sia-sai tanpa
makna. Tidak menyembah Illah kesia-siaan, yang membuat hidup mereka tidak
bermakna, tidak bernilai, tidak berharga, tidak berpengharapan dan tidak
menjadi berkat. Namun bagaimana mereka berbalik pada kehidupan yang
sesungguhnya, yang telah di maksudkan Allah sebagai bangsa yang telah
dikhususkan dan sebagai umat yang telah dipilihNya, untuk maksud menjadi berkat
keselamatan bagi bangsa-bangsa lain.
Dengan hadirnya nabi Yeremia sebagai penyambung lidah Allah, umat Israel
pada akhirnya diharapka akan berubah dan bertobat. Israel akan mengalami kasih
Tuhan dan pemulihan dari Tuhan, dan benar-benar mengalami bagaimanan indahnya
hidup bersama Tuhan.
Aplikasi
Kehidupan ini memang berat dan penuh tantangan. Yang bisa saja membuat kita
berada dalam kekecewaan, kehilangan harapan, dan ketiadaan daya. Hidup menjadi
sia-sia, tetapi Firman Tuhan hari ini, telah mengingatkan kita bahwa
sesungguhnya sejak masih dalam kandungan Allah sudah punya rencana yang indah
bagi kita. Allah idak merancangkan kecelakaan umat-Nya, tetapi rancangan-Nya
adalah penuh dengan damai sejahtera. Masa depan setiap orang Tuhan sudah atur
dan kedalikan. Yang terpenting adalah bagaimana menjalani hiudp sebaik mungkin,
menghargai bahwa hidup ini harus dihidupi sesuai kehendak-Nya. Di situlah nilai
hidup orang percaya yang sesungguhnya. Amin YS
Minggu, 10
Februari 2019
(Minggu Biasa)
Tata Ibadah:
Bentuk II
Stola &
Antependium: Hijau
Bacaan
Alkitab: YESAYA 6:1- 8
Latar belakang Teks
Yesaya adalah seorang nabi yang dipanggil oleh Allah dengan cara yang
berbeda. Allah memperlihatkan kepadanya tentang kemuliaan, keagungan dan
kekuasaanNya. Firman Tuhan datang kepada
Yesaya pada saat raja Uzia telah mati. Ia dipanggil sebagai nabi sekitar tahun
740 SM. Ia adalah nabi Yudea pada abad ke-8 SM Namun penglihatan-penglihatan
tentang Yehuda dan Yerusalem terjadi pada zaman Uzia Yotam, Ahas dan Hizkia,
raja-raja Yehuda. Dalam arti sebelum raja Uzia mati, Yesaya telah aktif di
istana raja sekurang-kurangnya beberapa tahun sebelum wafatnya raja Uzia. Pada
pertengahan abad ke-8, baik Israel pada masa pemerintahan Yerobeam II (782-753
SM), maupun Yehuda pada masa pemerintahan Uzia, menikmati masa-masa
kemakmuran. Namun gejolak terus terjadi
ketika bangsa Asyur mulai menaklukan kerajaan kecil lainnya dan memaksa untuk
membayar upeti supaya terlepas dari tekanan. Situasi ini memunculkan gerakkan
anti Asyur yaitu Pekah dari Israel dan rezin dari Aram. Gerakan ini memaksa
raja Ahas dari Yehuda untuk bergabung. Karena Ahas tidak bersedia, ia akhirnya
meminta pertolongan dari Asyur dan hal tersebut menyebabkan Yehuda berada dalam
kendali Asyur. Yesaya memperingatkan Yehuda untuk tidak terlibat dalam gerakkan
politik yang sama khususnya dalam meminta bantuan kepada bangsa Mesir. Karena
yang pasti bahwa kehidupan keagamaan akan turut berdampak dalam hidup bangsa
itu.
Pemanggilan Yesaya
Nabi Yesaya terpanggil untuk menyadarkan orang-orang fasik di antara
bangsanya dalam hal peribadatan mereka kepada Tuhan. Dengan tegas ia mengajak
Yehuda untuk tidak menggabungkan diri dengan bangsa-bangsa lain, melainkan
percaya kepada Tuhan. Bagaimana mereka mempertahankan kedudukannya sebagai
bangsa yang kudus bagi Tuhan. Ia mendeklarasikan bahwa seisi dunia berada dalam
pengendalian Tuhan. Dia pun juga memperingatkan masyarakat bahwa negeri mereka
akan di musnahkan apabila mereka berpaling kepada Tuhan. Pada dasarnya bahwa
bagaimana umat Allah menaruh keprcayaan kepada Allah dalam keadaan yang paling
sulit sekalipun. Ia tidak hanya bernubuat kepada para raja, tetapi ia aktif
dalam bidang politik. Yesaya meyakini bahwa Allah hadir secara aktif. Allah
memakai kekuasaan dan kekuatan Asyur untuk menghukum orang Israel. Namun Yesaya
pun tahu bahwa kekuasaan dan kekuatan Asyur dibatasi oleh kekuasaan Allah.
Isi teks
Pemanggilan Yesaya sebagai seorang nabi terjadi pada saat umat Israel
berada dalam situasi yang tidak baik. Allah memberikan penglihatan-penglihatan
yang menggambarkan tentang bangsa yang tidak setia. Pada pasal 1: 2, dikatakan “dengarlah hai
langit, dan perhatikanlah, hai bumi, sebab Tuhan berfirman: Aku membesarkan
anak-anak dan mengasuhnya, tetapi mereka memberontak terhadap Aku. Langit dan
bumi menjadi saksi atas ketiadak setiaan umatNya, anak-anak yang diasuhNya dan
dibesarkanNya. Yesaya menyebutkan tentang Allah: Yahwe Sebaot (Tuhan semesta
alam yang mempunyai segala kuasa di langit dan di bumi). Yesaya diperlihatkan tentang kekuasaan Tuhan
yang mengatasi langit dan bumi. Hal ini mau menggambarkan bahwa nabi Yesaya
harus menyampaikan kepada umat Israel agar meletakkan kepercayaan mereka
sepenuhnya kepada Sang pencipta dan pemilik alam semesta ini. Sekalipun banyak
peristiwa yang terjadi yang menggentarkan hati dan jiwa, bahkan dalam keadaan
yang sulit sekalipun umat diminta untuk tetap hidup dihadapan Tuhan,
menguduskan diri dan hidup dalam persekutuan dengan Allah. Dalam situasi bangsa
yang memberontak terhadap penciptaNya, Yesaya di panggil sebagai nabi atas
bangsanya supaya, Firman Tuhan disampaikan kepada bangsa yang tidak setia. Nabi
Yesaya dipanggil sebagai penyambung lidah Allah agar FirmanNya disampaikan dan
di dengarkan agar mereka kembali berbalik kepada Tuhan yang telah memelihara
umatnya. Pertobatan umat akan mengantar mereka mengalami damai sejahtera Allah.
Aplikasi
Tuhan semesta alam, yang menciptakkan langit dan bumi akan terus memelihara
umatnya dari waktu ke waktu. Perjalanan hidup di tahun 2019, bukanlah
perjalanan yang mudah. Kita akan menghadapi banyak tantangan dan kesulitan
namun ketika hidup diserahkan kepada-Nya kita akan menikmati manisnya
pemeliharaan Tuhan seperti menikmati manisnya madu. Firman Tuhan hari ini,
mengajak kita untuk percaya kepada Tuhan, bahwa tidak ada kuasa apapun yang
dapat melampaui kekuasaan Tuhan, karena Allah yang kita imani adalah Allah yang
tidak dibatasi oleh ruang dan waktu. Amin YS
Minggu, 17
Februari 2019
(Minggu Biasa)
Tata Ibadah:
Bentuk III
Stola &
Antependium: Hijau
Bacaan Alkitab: Yeremia 17 : 5 – 10
Persekutuan Yang Dikasihi Oleh Tuhan Yesus
Ketika Yeremia dipanggil untuk menjadi
nabi Allah pada tahun 627 SM, kerajaan Yehuda (Kerajaan Selatan) berada dibawa
kekuasaan Asyur. Amun, setelah Raja Asurbanipal wafat, Asyur menjadi lemah dan
Yehuda sili berganti menjadi jajahan Mesir dan Babilonia. Setelah Raja Yosia
meninggal dunia, ia digantikan oleh Yoyakim dan Yoyakin yang hanya menjadi
boneka Mesir dan Babilonia.
Sebagai nabi Alla, Yeremia sangat
peka dengan perbuatan dosa. Ia sangat prihatin pada sikap bangsa Israel yang
mulai berpaling dari Yahwe dengan melakukan penyembahan berhala. Ekses
penyimpangan iman umat Israel juga terlihat dalam dosa-dosa praktis dalam
bentuk amoralitas dan tindakan-tindakan tidak etis dengan menindas pihak-pihak
yang lemah. Yeremia merasa tidak punya teman karena umat Israel telah
kehilangan kesetiaannya kepada Yahwe. Dalam kesendiriannya Yeremia menangisi
dosa-dosa bangsanya. Ia sangat menyesal atas pelanggaran-pelanggaran Israel.
Raja-rajanya semakin tidak setia kepada Yahwe, sehingga kesalahan mereka
seakan-akan tidak dapat dihilangkan lagi. Dosa-dosa mereka sepertinya telah
melekat sedemikian rupa sehingga terukir, terpahat, dan terpatri dalam hati
umat Yehuda.
Ada empat dosa utama yang dilakukan umat
Yehuda, yaitu :
·
Gila
kekayaan dan berusaha mengumpukannya dengan cara tidak jujur, memungut suap
dari orang-orang lemah, menumpuk harta dengan cara tidak benar. Akibatnya,
orang-orang miskin makin sengsara. Kasih terhadap sesama pun semakin hilang
(ay.1,3,11).
·
Umat
Yehuda lebih mengandalkan kekuatan dan pertolongan manusia daripada bersandar
kepada Yahwe (ay. 5).
·
Sekalipun
secara formal mereka sudah melakukan ibadah dan ritus-ritus, namun hati
mereka jauh dari Allah. Iman yang benar
telah direduksi dalam bentuk upacara-upacara keagamaan (ay. 5).
·
Hati
mereka tidak jujur, licik, lebih licik dari segala kelicikan. Hati mereka telah
membatu (ay. 9).
Persekutuan Yang Dikasihi Oleh Tuhan Yesus.
Oleh karena semua dosa itu, Yahwe
akan melakukan pembalasan. Dia tidak akan membiarkan dosa-dosa berlangsung dihadapannya.
Sebaliknya, Allah akan menghukum segala kejahatan karena pada hakikatnya dosa
dan kejahatan adalah pelanggaran terhadap Allah dan kekudusannya. Mereka yang
mengeruk kekayaan dengan cara yang tidak benar tidak akan menikmatinya. Mereka akan kehilangan semuanya dan menyebut
mereka sebagai orang-orang bebal. Namun, mereka yang setia, yang mengandalkan
Allah dan menaruh pengharapan kepadanya, akan diberkati (ay.7-8).
Jika kita perhatikan dengan
saksama, apa yang dihadapi Yeremia juga dihadapi oleh orang percaya masa kini.
Orang-orang yang setia menghadapi tantangan yang berat dan sulit. Hukum dan
peraturan seakan-akan dibuat untuk dilanggar, hubungan dengan Allah tak lagi
dihayati dengan benar, karena agama lebih banyak bersifat formalitas. Kepekaan
untuk membedakan kebenaran dan kedurhakaanmakin menipis. Semua itu membuat
kehidupan orang percaya dengan gereja terombang-ambing seakan-akan tanpa
kepastian dan pegangan.
Setiap saat kita masih menyaksikan
dosa-dosa seperti dosa Yehuda. Menimbun harta dengan cara yang tidak jujur
merambah semua lapisan mulai dari DPR, Penegak Hukum bahkan pelaksana
pemerintahan. Oranng cenderung lebih suka bersandar pada kekuatan manusia
darpada bersandar pada kuasa Allah. Hati manusia kering, tanpa spiritualitas,
tanpa penghayatan yang benar mengenai hubungannya dengan Allah. Yang merabak
adalah formalisme keagamaan dalam bentuk menjamurnya rumah keagamaan dalam bentuk menjamurnya
rumah-rumah ibadah dan semaraknya upacara-upacara keagamaan. Namun, dibalik itu
semua, hati manusia dipenuhi dengan kelicikan dan kepalsuan.
Persekutuan Yang
Dikasih Oleh Tuhan Yesus
Dimanakah kita berada? apakah kita
tergolong orang-orang fasik ?seharusnya tidak. Percayalah bahwa orang yang
mengandalkan Tuhan, yang menaruh pengharapan kepadaya, akan diberkati (ay.7-8).
Tuhan mendengar doa orang-orang setia yang tertindas, sebagaimana doa pemazmur
(Mazmur 10: 17 – 18....................). Karena itu setialah, sebab Tuhan
pasti menguatkan kita. Amin. OL
Minggu, 24
Februari 2019
(Minggu Biasa)
Tata Ibadah:
Bentuk IV
Stola &
Antependium: Hijau
Bacaan Alkitab: Kejadian 45 : 1 – 15
Persekutuan Yang Dikasihi
Oleh Tuhan Yesus.
Keluarga
adalah tempat pertama proses pembinaan, sehingga dari tiap-tiap keluarga tampil
sosok teladan yang mampu mempermuliakan nama Tuhan, menjadi berkat dan teladan
bagi banyak orang. Namun ada benang merah yang kita temukan dalam proses
pembinaan keluarga. Ambil contoh: ada orang tua yang mempraktekan pilih kasih
di antara anak-anaknya, seakan ada anak emas, anak perak dan anak perunggu.
Artinya kasih sayang orang tua kepada anak-anak itu bervariasi, tidak sama dan
tidak merata. Praktek pilih kasih yang dilakukan oleh orang tua tersebut tanpa
disadari akan menimbulkan rasa benci dan dendam dari anak yang satu kepada anak
yang lain, sehingga di dalam keluarga itu muncul ketidakutuhan, krisis relasi
cinta kasih. Jika kondisi itu terus dibiarkan, maka cepat atau lambat akan
mengancam kelangsungan dan keutuhan keluarga itu sendiri. Pada hal sudah
menjadi tugas dan tanggung jawab bersama (persekutuan keluarga) untuk menjaga,
merawat keluarga kita masing-masing sebagai unit bacik. Dan pangkalan pembinaan
utama umat.
Di dalam
dan melalui keluarga diwariskan nilai-nilai luhur kristiani, yakni kebersamaan
dan persekutuan. Nilai-nilai inilah yang memberi isi dan makna bagi kemanusiaan
yang bermutu (berkualitas). Dengan kata lain, nilai-nilai kebersamaan dan persekutuan, justru menjadi indikator
(alat ukur) peradaban dari keluarga Kristen sebagai keluarga Allah. Pada
konteks inilah, mesti ditegaskan bahwa kebersamaan dan persekutuan, tidak
dipahami sebatas teori, tetapi mesti menjadi gaya hidup sebagai keluarga-keluarga Kristen
(orang tua, suami-istri, anak-anak) di dalam keluarga. Ambil contoh:
bersama-sama melaksanakan pekerjaan di dalam keluarga, dan duduk makan bersama di meja makan keluarga. Konon, meja
makan adalah lambang (simbol) persekutuan hidup dari keluarga Allah.
Persekutuan Yang Dikasihi
Oleh Tuhan Yesus.
Teks
pembacaan hari ini Kejadian 45 : 1 – 15
(khususnya ay. 1 – 8) yang mendasari
ibadah di sepanjang minggu yang berjalan ini, memperlihatkan sejumlah tindakkan
Yusuf untuk membela dan merawat kehidupan keluarganya, yakni:
-
Bahwa Yusuf melakukan tindakkan pembelaan
terhadap saudara-saudara dan keluarganya, berawal dari hati yang berbelas
kasihan kepada saudara-saudaranya (ay.1). Bahwa hati yang berbelas kasih itu,
justru memberi motivasi (dorongan) bagi Yusuf untuk membela dan merawat saudara-saudaranya.
Bahkan, belas kasihan justru menjadi bukti kepekaan dan kepedulian Yusuf
terhadap penderitaan saudara-saudaranya.
-
Bahwa pembelaan dapat terjadi, ketika ada sikap
saling menerima, antara Yusuf dengan saudara-saudaranya. Bahwa hati Yusuf yang
berbelas kasihan, justru mendorong sedemikiannya sedemikian rupa untuk
membangun perdamaian (rekonsiliasi) dengan saudara-saudaranya. Yusuf mengampuni
saudara-saudaranya, dan tidak menyimpan dendan, kendati Yusuf diperlakukan
secara kejam oleh saudara-saudaranya.
-
Bahwa titik puncak penerimaan Yusuf terhadap
saudara-saudaranya, ditandai dengan tangisan Yusuf, sebegai ekspresi kemuliaan
hatinya yang jatuh cinta kepada saudara-saudaranya. Kebencian
saudara-saudaranya tidak mampu menghapuskan rasa belas kasihan Yusuf terhadap
saudara-saudaranya. Yusuf dipersiapkan Tuhan untuk tujuan yang mulia. Karena
itu ia menasihati saudara-sudaranya untuk tidak menyesal, sebab dia diutus oleh
Tuhan untuk membela dan merawat saudara-saudaranya, dan orang banyak.
Persekutuan Yang Dikadan
hidup, disihi Oleh Tuhan Yesus.
Menarik
, bahwa pembacaan kita yang ke dua,
Lukas 6 : 27 – 38 khususnya pada ayat 8a, mengedukasi (mendidik) kita untuk
tidak berfokus pada apa yang bisa kita terima; melainkan kepada apa yang bisa
kita berikan. Ketika kita memberi, maka kita akan memperoleh buahnya. Hal
seperti ini juga perlu diterapkan dalam seluruh kehidupan kita, dalam hubungan
kita satu dengan yang lain, khususnya dalam lingkup persekutuan keluarga dan
jemaat dimana kita. Persoalan yang yang
lazim terjadi ialah: kita hanya menuntut untuk dihormati, tetapi terkadang kita
juga tidak menghormati. Kita menuntut untuk dikasihi, tetapi terkadang kita
juga tidak mengasihi. Kita menuntut untuk dihargai, tetapi terkadang kita tidak
juga menghargai. Kita menuntut untuk diperhatikan, tetapi terkadang kita juga
tidak memberi perhatian. Kita untuk untuk dilayani, tetapi terkadang kita juga
tidak melayani. Hal-hal seperti ini tidak boleh dianggap sepeleh, karena sangat
rentan (mudah) untuk menyulut konflik dalam keluarga dan persekutuan.Tegasnya
ialah, demi terciptanya iklim kerukunan, keakraban, kebersamaan dan kebahagiaan
dalam keluarga/jemaat, maka kita harus mengambil inisiatif atau prakarsa untuk
memberi lebih dahulu, dan bukan menunggu untuk diberi.
Persekutuan Yang Dikasihi
Oleh Tuhan Yesus
Sebetulnya hidup saling memberi dan saling menerima dalam spirit kasih,
mejadi model hidup kristiani, yang melahirkan damai sejahteradan kebahagiaan,
malah, menjadi model hidup berkeluarga, bergereja, dengan pemahaman dasar,
“taburkanlah kasih dengan mengharagi orang lain”. Kasih itu berkaitan dengan
kesediaan menerima sesamakita apa adanya, sekalipun cara hidupnya berbeda
dengan kita. Perbedaan meski dimaknai sebagai khazanah (kekayaan), dan bukan
keanehan untuk menganggapnya rendah, untuk dihina dan dihakimi. Perbedaan juga
berkaitan dengan gaya hidup, budaya, standar pendidikan dan cara pandang kita
tentang suatu masalah. Karena itu janganlah menghakimi orang lain r pendidikan
dan cara pandang kita tentang suatu masalah. Karena itu janganlah menghakimi
orang lain yang dipandang berbeda dengan kita, bahkan yang melakukan kesalahan
terhadap kita. Hidup dalam persekutuan/bersama membutuhkan saling pengertian,
serta kesediaan untuk memahami orang lain, dari sudut pandang mereka, dan bukan
dari sudut pandang kita. Tuhan
menghendaki supaya kita saling memberi dan saling menerima, bahkan saling
berbagi hidup. Dan inilah yang disebut sebagai cara hidup kristiani. Amin. OL
Minggu, 3 Maret 2019
(Minggu Prapaskah I)
Tata Ibadah: Prapaskah
Stola&Antependium: Ungu
Bacaan Alkitab: Keluaran 35:1- 29;
Lukas 9: 28- 36
Sidang Jemaat,
Saudara-saudara Yang Dikasihi Tuhan Yesus Kristus,
“Kemah suci”
dikenal dalam sejarah keagamaan umat Israel setelah “Kemah Pertemuan”, yakni
tempat perjumpaan sementara Allah dengan umat-Nya Israel. “Kemah suci” adalah
sarana atau tempat Kudus yang dapat dibawa-bawa dan dipercayai sebagai temat
tinggal Allah di tengah-tengah hidup umat-Nya selama berada di Padang gurun.
“Kemah suci” tersebut masih lama dipakai sesudah bangsa Israel memasuki Tanah
Kanaan. Kemah Suci dibangun demi tujuan Allah, berarti Kemah Suci mempunyai
nilai perlambangan bagi zamannya. Perjanjian Baru secara khas mengatakan bahwa
Kemah Suci adalah ‘gambaran dan bayangan dari apa yang ada di Sorga’, ‘kiasan’,
‘merupakan gambaran dari yang sebenarnya’ (Ibr 8:5; 9:9,24). Pembuatan “Kemah
suci” sendiri dilakukan oleh umat Israel melalui pemberian persembahan khusus.
Setelah Musa menegaskan perihal penghormatan dan pengudusan Hari Sabat, Firman
Tuhanpun disampaikan oleh Musa supaya umat Tuhan mempersembahkan persembahan
khusus dari setiap barang kepunyaan umat-Nya untuk membuat kemah suci. Perintah
Tuhan Allah ini, direspon dengan baik oleh umat Tuhan, dengan keyakinan bahwa
melalui dan lewat kemah suci tersebut Tuhan Allah selalu ada dan berdiam dengan
mereka diperjalanan hidup mereka yang penuh tantangan, penderitaan dan juga
kesengsaraan. Dengan dasar iman bahwa melalui dan di dalam kemah suci, Tuhan
Allah selalu hadir dan tetap beserta mereka di perjalanan hidup yang
menyesakkan tersebut, umat Israel dengan penuh antusia mempersembahkan apa yang
ada pada mereka termasuk keahlian yang mereka miliki.
Sidang Jemaat, Saudara-saudara Yang Dikasihi
Tuhan Yesus Kristus,
Umat Israel mempersembahkan semua
persembahan mereka berdasarkan gerakan hati, dorongan jiwa (ay.20) sebagai
bentuk pengakuan, ketaatan dan ketergantungan mereka kepada Tuhan Allah dalam
perjalanan hidup yang mereka tempuh. Baik laki-laki maupun perempuan yang
tergerak hatinya dan terdorong jiwanya memberikan persembahan mereka dan juga
memberi diri mereka untuk tersedianya kemah suci yang diyakini sebagai tempat
berdiamnya Allah di tengah kehidupan mereka. Tindakan iman umat Tuhan ini
sungguh lahir dari ketulusan, dan oleh dasar hati yang tergerak dan dorongan
jiwalah sesungguhnya perjumpaan Tuhan Allah dengan umat-Nya sungguhlah terjadi.
Jika Musa dan umat Israel membuat kemah suci bagi Allah di perjalanan hidup
mereka di padang gurun sebagai lambang kehadiran dan berdiamnya Allah di tengah
perjalanan hidup mereka yang penuh derita dan sengsara, Petruspun menawarkan
mendirikan 3 kemah bagi Yesus, Musa dan Elia dalam peristiwa transfigurasi
Yesus Kristus sesuai bacaan kita yang kedua. Walaupun sesungguhnya Petrus tidak
mengerti akan apa yang ia ucapkan. Transfigurasi atau penampakan kemuliaan
Tuhan Yesus bersama Elia dan Musa terjadi setelah Tuhan Yesus memberitahukan
tentang penderitaan atau sengsara yang akan dialami dan dihadapi-Nya.
Dijelaskan bahwa Musa dan Elia yang menampakkan diri dalam peristiwa
transfigurasi Yesus Kristus di atas Gunung itu sesungguhnya berbicara tentang
tujuan kepergian Tuhan Yesus yang akan digenapi-Nya di Yerusalem. Artinya Musa
dan Elia yang Nampak bersama Yesus di dalam kemuliaan Yesus menegaskan bahwa
Tuhan Yesus akan menderita, disiksa, sengsara, disalibkan di Yerusalem,
kemudian akan bangkit dan hidup menerima kemuliaan Illahi.
Sidang Jemaat,
Saudara-saudara Yang Dikasihi Tuhan Yesus Kristus,
Pengakuan Petrus yang merasakan
kebahagiaan yang begitu luar biasa dalam peristiwa di puncak gunung tersebut
merupakan pengalaman iman yang luar biasa yakni terjadinya perjumpaan dengan
Tuhan dalam kemuliaan-Nya merupakan pengakuan yang lahir dari gerakan hati dan
dorongan jiwanya. Di peristiwa penampakan kemuliaan Tuhan Yesus inilah, suara
terdengar; “inilah Anak-Ku yang Kupilih, dengarkanlah Dia!”. Peristiwa
transfigurasi Tuhan Yesus, Elia dan Musa ini menegaskan kembali bagaimana murid
Tuhan Yesus merespon kemuliaan Tuhan dalam perjalanan hidup ini. Tuhan Allah
hadir dan senantiasa beserta umat-Nya di dalam perjalanan hidup di dunia ini.
Tuhan Yesus Kristus hadir dalam kemuliaan Sang Illahi dikehidupan umat yang
percaya kepada-Nya, sebagai bentuk solidaritas Illahi bagi umat yang menderita
dan sengsara akibat kungkungan kuasa dosa dan maut. Maka Tuhan Yesuspun
menjalani dan menerima segala bentuk derita dan sengsara supaya manusia yang
percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. Allah
telah hadir di dalam dan melalui Tuhan Yesus Kristus, Dia tidak lagi berdiam di
Kemah suci sebagaimana yang dibuat oleh umat Israel, melainkan Allah berdiam di
dalam Yesus Kristus, dan Yesus Kristuslah Kemah suci tersebut. Di dalam Yesus
Kristuslah berdiam segala kemuliaan Allah. Karena itu, untuk mengaminkan
kehadiran Tuhan Allah dan berdiam di dalam hidup ini, maka setiap orang percaya
harus dengan gerakan hati dan dorongan jiwa mendengarkan Dia, Yesus Kristus
Tuhan Juruselamat.
Sidang Jemaat,
Saudara-saudara Yang Dikasihi Tuhan Yesus Kristus,
Memasuki dan menjalani minggu
sengsara saat ini, kita semua sesungguhnya diarahkan untuk mendengarkan Tuhan
Yesus sebagai Penebus dan juruselamat kita. Mendengar Dia berarti kita
mempersembahkan hidup kita sebagai puji-pujian dan kemuliaan bagi nama Allah.
Di dalam Yesus Kristuslah kemuliaan Allah bersemayam, Yesus Kristuslah kemah
suci yang mesti kita jadikan sebagai tempat kita berjumpa dengan Allah, sebab
Yesus Kristuslah Allah itu. Supaya Yesus Kristus yang adalah kemah suci Allah tetap
ada di tengah-tengah hidup kita umat-Nya, maka hati yang tergerak, dorongan
jiwa untuk memuliakan dan mempersembahkan hidup kepada-Nya mesti menjadi hari
dan jiwa kita. Walaupun untuk tiba pada kebahagiaan menikmati kemuliaan Tuhan
seperti yang dialami Petrus, kita mesti mendaki gunung kehidupan yang terjal
dan penuh tantangan penderitaan dan kesengsaraan. Semua pengalaman hidup itu
niscaya akan mengarahkan kita mengerti dan menyadari apa sesungguhnya yang
Tuhan kehendaki. Karena itu, kita harus mendengar Yesus Kristus. Mendengar
Tuhan Yesus berarti memberi diri untuk meneladani-Nya. Mendengar Tuhan Yesus
berarti kita diarahkan untuk mempersembahkan apa yang kita miliki. Mendengar
Tuhan Yesus berarti mengarahkan kita untuk tetap setia menerima segala bentuk
derita dan sengsara oleh karena iman kepada-Nya.
Sidang Jemaat,
Saudara-saudara Yang Dikasihi Tuhan Yesus Kristus,
Penderitaan dan kesengsaraan orang
beriman adalah pengalaman hidup yang hendak mengarahkan orang percaya untuk
melihat dan menikmati kebahagiaan oleh karena berjumpa dengan Allah dalam
kemuliaan-Nya. Kebahagiaan yang luar biasa akan menjadi pengalaman hidup orang
percaya ketika ia berjumpa dengan Tuhan Allah di dalam kemuliaan-Nya, maka
marilah kita mempersembahkan hidup kita demi kemuliaan-Nya, yakni Yesus Kristus
yang adalah kemah suci abadi bagi kita, di mana Allah berdiam dan menjumpai
kita. Marilah kita tetap berkomitment dan dengan kesetiaan, oleh hati yang
tergerak dan oleh dorongan jiwa kita mempersembahkan hidup kita kepada-Nya. Yakinlah,
Dia yang adalah Kemah suci dan yang abadi senantiasa ada berdiam di dalam
perjalanan hidup ini. Di dalam kesengsaraan dan penderitaan sekalipun
kemuliaan-Nya tidak pernah sirna dari hidup kita, Terpujilah Tuhan Yesus
Kristus, Amin BPS
Minggu, 10 Maret
2019
(Minggu
Prapaskah II)
Stola&Antependium:
Ungu
Bacaan Alkitab Ulangan 26:1- 11;
Lukas 4: 1- 13
Sidang Jemaat,
Saudara-saudara Yang Dikasihi Tuhan Yesus Kristus,
Pencobaan yang dialami oleh manusia
kerapkali membuat manusia melupakan diri dan Tuhannya. Pencobaan-pencobaan
tersebut dapat mewujud dalam berbagai bentuk tragedi kehidupan, baik dalam
bentuk kesusahan maupun dalam bentuk mesuksesan hidup. Artinya manusia
senantiasa diperhadapkan pada pencobaan hidup yang juga melibatkan dirinya
sendiri. Ketika orang percaya jatuh ke dalam pencobaan, maka yang terjadi di
sana adalah umat akan melupakan jati dirinya dan juga melupakan Tuhannya.
Pencobaan-pencobaan hidup selalu dimanfaatkan iblis untuk menjauhkan umat Tuhan
dari Tuhannya dan ujung-ujungnya adalah supaya umat Tuhan meninggalkan Tuhannya
dan sujud menyembah kepadanya (iblis). Semua yang terjadi dan dialami oleh
manusia di kolong langit ini, dapat menjadi pencobaan bagi dirinya sendiri. Baik
kekurangan, kelebihan, kekuatan, kelemahan, kepintaran, kebodohan dan lain
sebagainya selalu menjadi peristiwa hidup yang dapat menjadi pencobaan bagi
umat Tuhan. Maka setiap orang percaya senantiasa diarahkan untuk mengingat jati
dirinya sebagai umat yang telah ditebus oleh Tuhan Allah. Bukti bahwa seorang
percaya tetap setia mempertahankan jati dirinya dan setia kepada Tuhannya ialah
ketaatannya berkorban kepada Tuhannya, yakni mempersembahkan hidupnya kepada
Tuhan Allah.
Sidang Jemaat, Saudara-saudara
Yang Dikasihi Tuhan Yesus Kristus,
Umat Israel mendapat perintah Tuhan
agar jikalau mereka terbebas dari penderitaan dan kesengsaraan, dan memasuki
serta menikmati hidup yang menyenangkan, supaya tetap mempersembahkan hidup
mereka kepada Allah sebagai bukti ketaatan dan kesetiaan mereka memelihara jati
diri sebagai umat Allah. Mempersembahkan hasil pertama dari setiap berkat yang
mereka terima dari Tuhan wajib dilakukan. Ini adalah korban yang menunjuk bahwa
Tuhan Allah lah yang terutama dan pertama di dalam kehidupan umat percaya.
Penderitaan dan kesengsaraan di perjalanan hidup di masa silam dan mungkin juga
di masa depan yang dialami oleh umat Tuhan tidak boleh membuat umat Tuhan
menjadi berubah setia. Apapun dan bagaimanapun kondisi hidup umat percaya,
kesetiaan kepada Tuhan harus tetap menjadi sikap dan tindakan imannya.
Kesengsaraan dan penderitaan yang terjadi dan dialami oleh umat Tuhan harus
dijadikan sebagai pengalaman iman, yang bertujuan mengarahkan hidup kepada
penyerahan diri secara totalitas kepada Tuhan dan menjadikan Tuhan selalu yang
terutama dan yang pertama. Mempersembahkan korban dari hasil pertama dari
keberhasilan hidup ini menjadi kewajiban yang mesti dilakukan oleh setiap orang
percaya sebagai wujud dan bukti kesetiaan kepada Tuhan Allah.
Sidang Jemaat,
Saudara-saudara Yang Dikasihi Tuhan Yesus Kristus,
Pencobaan adalah
bagian dari proses hidup setiap orang percaya selama hidup di dunia ini.
Pencobaan sendiri datang dari diri manusia dan iblis bekerja di sana memanfatkan
semua bentuk situasi dan kondis hidup manusia. Tuhan Yesus sendiripun telah
menghadapi pencobaan dari Iblis, tetapi bukan dari dirinya, sebab Dia tidak
berdosa, Dia menghadapi pencobaan untuk membuktikan bahwa iblis tidak akan
pernah menang atas Dia. Pencobaan yang dihadapi Yesus menjadi pembelajaran iman
bagi setiap orang percaya bahwa sesungguhnya dengan senantiasa taat dan setia
kepada Tuhan Allah, maka iblis dikalahkan dan kemengan iman menjadi milik
umat-Nya. Bentuk penderitaan berupa kelaparan di Padang gurun menghantar Tuhan
Yesus pada pencobaan Iblis untuk menggunakan kuasaNya mengubah batu menjadi
roti. Jenis pencobaan ini sangat dekat dengan kehidupan orang percaya. Kondisi
dalam kelaparan menunjuk pada kondisi hidup yang serba kekurangan dan tidak
memiliki apa-apa. Kondisi hidup seperti ini akan membuat orang tergoda untuk
menghalalkan semua cara, termasuk dengan cara menghianati Tuhannya asalkan apa
yang dibutuhkan terpenuhi. Tuhan Yesus tidak mau menggunakan kuasaNya hanya
untuk roti dan tunduk kepada iblis. Tuhan Yesus mengatakan bahwa manusia tidak
hidup dari roti saja, tetapi dari setiap Firman Tuhan. Tuhan Allah sanggup
memberikan apa yang dibutuhkan umatNya asalkan umatNya percaya kepada-Nya.
Demikian pula dengan kuasa dan kemuliaan serta dengan janji Tuhan Allah tidak
dapat dijadikan sebagai alasan untuk tunduk kepada iblis. Singkatnya ialah
apapun yang ada di kehidupan ini tidak dapat dijadikan sebagai alasan untuk
menyangkali Tuhan Allah dan tunduk kepada iblis.
Saudara-saudara,
Sidang Jemaat Yang Dikasihi Tuhan Yesus Kristus,
Di Minggu-minggu
sengsara ini, kita akan diajak merenungkan segenap kan perjalanan hidup kita
dalam hubungannya dengan berbagai bentuk penderitaan dan kesengsaraan sebagai
umat Tuhan. Pencobaan, acapkali menghantar kita menderita dan sengsara. Maka
pencobaan apapun wujud dan bentuknya harus dihadapi dengan tetap setia dan taat
kepada Tuhan Allah. Mempersembahkan hidup kepada Tuhan Allah dan senantiasa
memposisikan Tuhan Allah sebagai yang terutama dan pertama di kehidupan ini.
Bagaimanapun kesengsaraan dan penderitaan hidup yang pernah kita alami dan yang
akan kita hadapi, ingatlah bahwa kita tidak akan pernah ditinggal pergi dan
dibiarkan oleh Tuhan Allah. Di pencobaan hidup sekalipun Dia berkuasa,
FirmanNya berkuasa mengarahkan kita menaklukkan diri dan menakklukkan segala
bentuk pencobaan yang kita hadapi di hidup ini. Selama kita tetap berpegang
teguh pada Firman Tuhan, dan selama kita tetap taat kepada Tuhan Allah, kasih
setia-Nya tidak akan pernah meninggalkan kita. Maka berdasarkan kesaksian
Alkitab saat ini, ketika kita akan menjalani minggu-minggu sengsara di tahun
ini, ingatlah bahwa Tuhan menghendaki kita senantiasa mengandalkan Firman-Nya,
hidup sesuai dengan Firman-Nya serta taat kepada-Nya. Persembahkanlah hidup
secara totalitas sebagai bentuk korban hidup kita kepada Allah dengan demikian
tidak ada tempat bagi iblis merongrong kehidupan beriman kita dan menjauhkan
kita dari kasih karunia Tuhan Allah. Tuhan Yesus sendiri telah berkorban,
menderita dan mengalami kesengsaraan, Ia disalib dan mati demi menebus kita
dari kuasa maut. Kita tidak akan binasa di dalam menghadapi setiap bentuk
kesengsaraan dan penderitaan hidup di dunia ini, selama kita tetap setia
kepada-Nya dan mempersembahkan hidup kita secara total kepada-Nya sebagai
bentuk ketaatan dan kesetiaan kita kepada-Nya.
Saudara-saudara,
Sidang Jemaat Yang Dikasihi Tuhan Yesus Kristus
Marilah, sebagai umat yang telah
ditebus oleh Tuhan Allah, kita senantiasa setia dan sedia mempersembahkan hidup
kita secara menyeluruh kepada Tuhan Allah. Jadikanlah Tuhan Allah yang terutama
dan yang pertama di dalam hidup saudara, maka segala sesuatu akan
ditambahkan-Nya kepadamu. Pencobaan berat sekalipun, termasuk derita dan
kesengsaraan niscaya akan kita lewati. Hiduplah sesuai dengan Firman-Nya,
niscaya segala bentuk pencobaan yang membuat kita menderita dan sengsara akan
berujung pada kemenangan, sebab Tuhan Yesus sendiri telah menghardiknya dari
kehidupan kita umat tebusan-Nya. Tuhan Menyertai dan memberkati kita menghadapi
dan menjalani kehidupan ini. Sengsara dan penderitaan niscaya menghantar kita
kepada Damai sejahtera Tuhan Allah. Amin BPS
Minggu, 17 Maret
2019
(Minggu
Prapaskah III)
Tata Ibadah:
Prapaskah
Stola &
Antependium: Ungu
Bacaan Alkitab: Kejadian 15: 1-12, 17-18;
Lukas 13: 31-35.
Tuhan Tidak Pernah Gagal
Saudara-saudari yang dikasihi Tuhan.
Perjalanan hidup sebagai orang-orang percaya
kepada Tuhan, tidak selalu berjalan dengan mulus. Selalu diperhadapkan dengan
tantangan dan rintangan. Kenyataan yang terjadi terkadang jauh panggang dari
api, artinya tidak seperti yang diharapkan. Akibatnya, banyak yang menjadi
ragu-ragu, kecewa, bahkan kehilangan harapan. Tuhan seolah-olah tidak mampu
berbuat apa-apa, atau tidak mau melakukan sebagaimana yang dijanjikan.
Keyakinan tentang kasih dan kuasa Tuhan tergerus dengan pengalaman dan
kenyataan yang berbeda. Mengapa Tuhan seringkali membiarkan masalah menerpa
hidup umat-Nya, apakah janji-Nya dapat dipegang? Mungkinkah Tuhan dapat gagal
dalam rencana terhadap umat-Nya?
Saudara-saudari yang dikasihi Tuhan.
Dari dua bagian pembacaan tadi, kita
menyaksikan tentang janji-janji dan rencana Tuhan, yang sering tidak mampu
diselami oleh manusia. Pada pihak manusia ada keterbatasan untuk memahami,
bahwa Tuhan berdaulat dalam melaksanakan segala janji dan rencana-Nya.
Janji-janji dan rencana Tuhan tidak pernah gagal, pasti terjadi menurut waktu
dan cara Tuhan sendiri. Apa yang Tuhan buat tidak bergantung pada akal dan
pikiran manusia. Tuhan mengharapkan, agar manusia tetap percaya dan berserah
pada kehendak Tuhan. Sebagaimana yang terjadi dengan Abram, ketika Abram
dipanggil keluar dari negerinya, Tuhan mengikrarkan janji akan memberkati dan
membuatnya menjadi bangsa yang besar, supaya ia menjadi berkat bagi
bangsa-bangsa. Janji Tuhan akan memberikan keturunan kepada Abram dan Sarai,
istrinya. Namun setelah sekian puluh tahun, ternyata anak yang diharapkan belum
terealisasi, padahal Abram dan Sarai sudah semakin tua. Kalau sudah tua, tentu
secara fisik sudah tidak bisa diharapkan dapat mempunyai anak. Nampaknya Tuhan
sudah gagal, tidak mungkin dapat menepati janji-Nya.
Tetapi Tuhan menjumpai Abram dan menegaskan kembali, bahwa janji-Nya
tidak berubah. Ketika Abram sudah hampir pupus harapan untuk memperoleh anak
dari Sarai, bahkan sudah memikirkan tentang Eliezer, hambanya, yang kelak akan
mewarisi segala harta kekayaannya. Tuhan tetap akan memenuhi janji-Nya kepada
Abram, asalkan Abram tetap percaya kepada Tuhan. Di sini, kepercayaan Abram
diuji Tuhan. Namun iman Abram sungguh teruji, sekalipun secara nalar manusia
sulit diterima, ia tetap menunjukkan kepercayaannya kepada Tuhan. Abram
percaya, Tuhan pasti sanggup untuk berbuat seperti apa yang dijanjikan, entah
bagaimana caranya. Itulah sebabnya, Abram (Abraham) dikenal sebagai Bapa orang
percaya. Mengapa begitu besar keyakinan dan kepercayaan Abram kepada Tuhan?
Karena Abram bergaul dengan Tuhan, sehingga ia mengenal keMahaKuasaan Tuhan.
Saudara-saudari yang dikasihi Tuhan.
Dalam Lukas 13:31-35, orang-orang Farisi
mengingatkan Tuhan Yesus terhadap ancaman pembunuhan oleh Herodes. Tentu saja
dalam pikiran mereka, seharusnya Tuhan Yesus berusaha menghindar dari ancaman
tersebut, sehingga pelayanan Tuhan dapat terus berlanjut. Namun tanggapan Tuhan
Yesus, bukannya menghindar, melainkan menyampaikan tantangan kepada Herodes
untuk melakukan apa yang dianggapnya baik. Segala kemungkinan yang terburuk
dari perjalanan pelayanan, siap dihadapi oleh Tuhan Yesus. Mengapa Tuhan Yesus
dapat tenang mendengar informasi ancaman pembunuhan Herodes? Sebab Tuhan Yesus
mengetahui benar apa yang menjadi rencana dan kehendak Tuhan. Tanpa perkenan
Tuhan tidak mungkin terjadi sesuatu, dan tidak ada kuasa mana pun yang bisa
menghalangi rencana Tuhan. Mungkin dalam pikiran banyak orang saat itu, kalau
Tuhan Yesus berhasil dibunuh/mati, maka tamatlah riwayat Tuhan. Karya kasih
Tuhan untuk menyelamatkan manusia di dalam Tuhan Yesus berhasil digagalkan.
Tetapi yang tidak dipahami oleh manusia, justru melalui kematian Tuhan Yesus,
maka karya keselamatan Allah terealisasi. Inilah yang disebut oleh Paulus
sebagai hikmat Allah, yang berbeda dengan hikmat manusia. Manusia
mereka-rekakan yang jahat, namun Tuhan membuatnya menjadi kebaikan. Orang-orang
Yahudi menyangka dengan membunuh Yesus, maka berakhir pula eksistensi dari
Tuhan Yesus, namun justru dengan kematian Tuhan Yesus, ketika Ia ditinggikan di
salib, Ia menarik banyak orang kepada-Nya. Setiap orang yang percaya akan
diselamatkan. (band. Yoh.3:14-15).
Saudara-saudari yang dikasihi Tuhan.
Di minggu prapaskah ke 3 ini, kita semua
diingatkan untuk tetap berpegang pada janji-janji Tuhan. Walau pun mungkin saat
ini kita sedang menghadapi situasi dan kondisi hidup yang seolah-olah tanpa
harapan, namun kita harus tetap percaya dan hidup dalam pengharapan kepada
Tuhan. Mungkin kita merasa Tuhan seolah-olah sudah lupa, atau terlambat dalam
menyatakan pertolongan dan anugerah-Nya, namun sesungguhnya Tuhan sedang
menantikan saat yang tepat untuk menyatakan kasih dan kuasa-Nya dalam hidup
kita. Sebab Dia Tuhan, yang lebih mengetahui apa yang terbaik bagi kita. Tuhan
membuat segala sesuatu indah pada waktunya. Janji-janji-Nya dalam Tuhan Yesus
Kristus, ya dan amin! Amin!
YD
Minggu, 24 Maret
2019
(Minggu
Prapaskah IV)
Tata Ibadah:
Prapaskah
Stola &
Antependium: Ungu
Bacaan Alkitab: Yesaya 55: 1-9; Lukas 13: 1-9.
Panggilan Bertobat
Saudara-saudari yang dikasihi Tuhan.
Kita sering mendengar orang berkata: “Manusia
tidak luput dari kesalahan, sebab tidak ada seorang manusia yang sempurna,
kesempurnaan hanyalah milik Tuhan.” Walaupun demikian, hal ini tidak boleh
menjadi alasan seseorang untuk terus berkanjang dalam kesalahan / dosa, dan
tidak berupaya memperbaiki diri. Sebab apabila seseorang tetap hidup dalam
kesalahan dan dosa, pastilah hidupnya tidak akan membuahkan hal-hal yang baik,
bahkan pada akhirnya akan binasa. Karena upah dosa adalah maut. Manusia memang
penuh dengan kelemahan, bahkan dengan kekuatannya sendiri tidak berdaya untuk
membaharui hidup di hadapan Tuhan, sehingga mengalami keselamatan. Tetapi
kekuatan anugerah Tuhan, jauh melampaui segala kelemahan manusia. Kekuatan
anugerah Tuhan akan memampukan seseorang untuk hidup yang berkenan kepada Tuhan
dan berbuah dalam kehidupannya.
Saudara-saudari yang dikasihi Tuhan.
Bagian Firman Tuhan dalam Yesaya 55:1-9,
merupakan seruan bagi umat yang sedang menderita sebagai dampak dari kesalahan
dan dosa mereka sendiri. Tuhan berfirman melalui nabi, agar umat itu berbalik
kepada Tuhan (bertobat) : “Carilah Tuhan selama Ia berkenan ditemui; berserulah
kepada-Nya selama Ia dekat!” Hal ini menunjukkan, bahwa di tengah
ketidakberdayaan manusia untuk menjalani hidup yang berkenan kepada Tuhan,
sehingga berdampak pada penderitaan dan pergumulan, Tuhan tetap memperhatikan
dan mempedulikan. Dia tidak membiarkan manusia binasa karena kesalahan mereka.
Tuhan merancangkan jalan bagi manusia untuk selamat. Panggilan Tuhan kepada
umat yang sudah menyimpang dari Tuhan ini ditawarkan secara cuma-cuma, yang
menggambarkan belas kasih Tuhan. Dalamnya terkandung janji Tuhan untuk
mengampuni segala kesalahan dan mengaruniakan keselamatan atas orang-orang yang
bertobat kepada-Nya, sehingga hidup mereka berlimpah sukacita dan diberkati,
serta berbuah bagi sesama.
Selanjutnya dalam Lukas 13:1-9, menyaksikan dua hal: yang pertama
berkaitan dengan peristiwa tragis yang menimpa orang-orang Galilea di mana
darah mereka dicampurkan Pilatus dengan korban persembahan mereka dan
orang-orang yang mati tertimpa menara dekat Siloam. Kematian yang mengenaskan
dalam dua peristiwa ini, menurut konsep pikiran masyarakat saat itu, adalah
disebabkan oleh perbuatan dosa. Dengan kata lain, kematian itu sebagai hukuman
Tuhan atas keberdosaan mereka. Tuhan Yesus memberi tanggapan, tentu bukan
seperti yang diharapkan, yaitu menyetujui konsep mereka. Bagi Tuhan Yesus,
semua orang sudah jatuh ke dalam dosa, sehingga suatu ketika akan dihukum
Tuhan. Namun Tuhan mengambil peristiwa ini sebagai suatu ilustrasi untuk
mengingatkan pendengarnya saat itu untuk bertobat. Bagi Tuhan Yesus, orang banyak itu tidak
pantas untuk menghakimi orang-orang yang menjadi korban dari kedua peristiwa
tadi, karena mereka dihukum Tuhan. Mereka yang beranggapan seperti itu,
seolah-olah menempatkan diri mereka sebagai yang lebih benar dan baik, padahal
semua manusia tidak luput dari kesalahan. Cara berpikir seperti itu, telah
merendahkan Tuhan Allah sebagai yang suka menghukum manusia. Sebab walaupun
Tuhan berdaulat dan adil, namun Dia juga berbelas kasih dan berkemurahan. Tuhan
Yesus mengingatkan, bahwa yang Tuhan inginkan ialah adanya pertobatan
sebagaimana hal yang kedua dari pembacaan ini, yaitu perumpamaan tentang pohon
ara. Ketika pohon ara tersebut ditanam, maka yang diharapkan tentunya akan
berbuah, sehingga membawa manfaat. Ketika pohon ara itu tidak berbuah, maka
jelas tidak berguna. Apalagi setelah diupayakan tanah sekitarnya digemburkan
dan diberi pupuk. Jika tetap tidak berbuah, maka pohon itu akan ditebang dan
diganti dengan pohon yang lebih baik. Gambaran ini digunakan oleh Tuhan Yesus
untuk mengingatkan para pendengarnya, termasuk jemaat saat ini, supaya jangan
terjebak dalam diskusi-diskusi hanya untuk mencari pembenaran diri sendiri dan
selalu mempersalahkan orang lain, sehingga saling melukai hati dan perasaan
satu sama lain. Sebab yang dikehendaki Tuhan, agar masing-masing orang
menunjukkan buah-buah hidup yang baik, yang bermanfaat bagi semua orang. Sikap
yang seharusnya dimiliki, ialah selalu terbuka untuk intropeksi diri,
berefleksi dari berbagai peristiwa hidup, agar menjadi pribadi yang lebih baik,
sehingga hidupnya berkenan kepada Tuhan dan berbuah bagi orang-orang di
sekitarnya.
Saudara-saudari yang dikasihi Tuhan.
Di minggu prapaskah ke 4 ini, kita semua
dipanggil untuk bertobat dari segala kesalahan dan dosa kita. Mungkin selama
ini, kita sudah merasa yang paling baik dan benar, sehingga kita suka
menghakimi sesama manusia. Ingatlah, tidak ada seorang pun yang tidak pernah
berbuat kesalahan. Kita hanya hidup oleh karena kemurahan Tuhan. Karena itu,
kita dipanggil untuk saling mengakui kesalahan, saling mengampuni, supaya kita
pun mengalami pengampunan Tuhan. Marilah kita menyambut anugerah Allah di dalam
Yesus Kristus. Tuhan Yesus telah datang ke dalam dunia, sebagai wujud kasih
Allah untuk menebus dan menyelamatkan manusia yang berdosa. Dalam anugerah-Nya,
kita akan dibaharui dan dimampukan untuk hidup baru sesuai kehendak Tuhan dan
berbuah-buah bagi kemuliaan nama Tuhan. Amin! YD
Minggu, 31 Maret
2019
(Minggu
Prapaskah V)
Tata Ibadah:
Prapaskah
Stola &
Antependium: Ungu
Bacaan Alkitab:
Yosua 5:9- 12; Lukas 15:1-3, 11b-32
Sidang Jemaat,
Saudara-saudara Yang Dikasihi Tuhan Yesus Kristus,
Perjalanan dan
pengembaraan hidup umat Israel selama 40 tahun di Padang gurun adalah
perjalanan dan pengembaraan hidup yang unik. Bagaimana tidak, bahwa selama di
perjalanan dan pengembaraan hidup tersebut mereka diberikan makanan oleh Tuhan
Allah yaitu manna. Manna yang menyerupai sisik-sisik halus, seperti embun beku
yang berwarna putih yang turun dari langit. Setiap hari umat Israel selama di
Padang gurun memungut manna ini sebagai makanan bagi mereka. Luar biasa,
saudara-saudara, bahwa di tengah ketidakmungkinan, umat Israel tetap
dimungkinkan untuk beroleh makanan dan minuman, jaminan hidup selama di
perjalanan tersebut. Ketika mereka telah tiba di Tanah Kanaan, kebiasaan makan
manna inipun berakhir. Tuhan memberikan mereka roti untuk dimakan dari hasil
Tanah Kanaan. Namun sebelum mereka tinggal diam di Tanah Kanaan tersebut,
penyunatanpun berlangsung, sebagai penyegaran perjanjian Allah dengan umatNya.
Sunat menjadi penting dalam tradisi keagamaan umat Israel. Anak-anak yang lahir
bagi umat Israel di sepanjang perjalanan di Padang Gurun disunat di Gilgal
sebagai tanda perjanjian yang diteguhkan bagi mereka oleh Tuhan Allah.
Sidang Jemaat,
Saudara-saudara Yang Dikasihi Tuhan Yesus Kristus,
Perayaan Paskahpun dilaksanakan umat
Israel di perkemahan di Gilgal sebagai respon dan pengakuan mereka atas Kasih
Tuhan Allah yang membebaskan mereka dari cengkeraman Mesir. “Makan Paskah”
menjadi tradisi iman yang menyertai perayaan Paskah umat Israel. Makan Paskah
umat Israel di Gilgal dengan menu roti tak beragi dan bertih gandum yang
merupakan hasil pertama dari tanah negeri Kanaan. Perayaan Paskah oleh umat
Israel di perkemahan di Gilgal sungguh demikian sederhana. Ini mengarahkan
hidup umat tersebut untuk merenungkan Kasih Tuhan dalam perjalanan hidup
mereka. Penderitaan dan kesengsaraan selama di Padang gurun itu kini telah
berubah dengan pengharapan baru yakni sukacita karena menikmati kasih karunia
Tuhan melalui tanah yang Tuhan berikan kepada mereka. Mereka berbalik kepada
Tuhan Allah, dan Tuhan Allah yang senantiasa setia menanti dan menyertai
merekapun meneguhkan janjiNya kepada umat itu. Tuhan menyambut mereka, Tuhan
menguduskan mereka dan Tuhan terus setia membuat mereka tiba dan memasuki serta
menikmati berkat Tuhan di Tanah Perjanjian tersebut. Negeri yang dijanjikan
Tuhan kepada umat Israel adalah negeri yang benar-benar mengubah banyak hal
dalam kehidupan umat itu.
Sidang Jemaat,
Saudara-saudara Yang Dikasihi Tuhan Yesus Kristus,
Bacaan kita yang kedua saat ini,
berkisah tentang bagaimana Tuhan Yesus menyampaikan pengajaranNya tentang
seorang anak (si Bungsu) yang menuntut hak warisannya dari ayahnya kemudian
pergi jauh di negeri orang hidup dalam foya-foya sampai semua harta miliknya
habis sehingga pada akhirnya anak bungsu ini menjadi orang yang mengalami
kesusahan, kelaparan dan kehilangan masa depan. Kemudian ia yang dalam keadaan
jatuh terpuruh tersebut, mengingat rumah ayahnya, mengingat hamba-hamba ayahnya
yang hidupnya malah lebih baik daripada dirinya. Disertai rasa penyesalan dan
tekat untuk mengaku serta bersedia menerima konsekwensi hidup sebagai hamba
ayahnya sendiri, sibungsu inipun kembali, pulang ke rumah ayahnya. Ternyata
sesampainya di sana anak ini sungguh disambut dengan sukacita, ia tidak
direndahkan menjadi salah seorang upahan ayahnya. Penderitaan dan kesengsaraan
telah menyadarkannya akan nikmat dan besarnya kasih sayang ayahnya kepadanya.
Makan bersama, juga menjadi tradisi dalam keluarga ini dalam mengungkapkan
sucacita mereka. Bagi sang ayah, kembalinya anak bungsunya ke hadapannya adalah
peristiwa hidupnya kembali anaknya, sebab ia telah menganggapnya mati ketika ia
meninggalkan ayah, dan rumahnya. Kini ia kembali, ia hidup kembali.
Sidang Jemaat,
Saudara-saudara Yang Dikasihi Tuhan Yesus Kristus,
Pada minggu-minggu sengsara yang
kita jalani tahun ini, kita sesungguhnya diarahkan untuk kembali merenungkan
kasih dan kesetiaan Tuhan pada kita di perjalanan hidup di dunia ini. Sebagai
gerejanya, kita tentu telah mengalami penderitaan dan kesengsaraan oleh berbagi
peristiwa dan tragedy kehidupan. Di tahun yang silam, di perjalanan hidup kita
28 September 2018 yang silam, kita diterpa badai bencana yang dahsyat.
Gereja-gereja kita banyak yang hancur demikian juga rumah-rumah kita, lahan
pertanian, dan juga banyak orang yang kehilangan sanak yang dikasihi serta
kehilangan pekerjaan dan kampung halaman. Derita ini penting untuk kita
renungkan saat ini, sembari kita melihat diri kita sekarang. Kita harus
mengaminkan bahwa kasih setia Tuhan tidak pernah meninggalkan hidup kita
gerejaNya. Sebagaimana umat Israel telah Tuhan hantar memasuki Tanah
Perjanjian, bagaimana anak bungsu kembali kerumah ayahnya dan disambut bahagia,
kitapun sebagai umat Tuhan, sebagai anak-anak Tuhan, senantiasa dirindukan oleh
Tuhan untuk kembali kepadaNya. Derita dan sengsara sesungguhnya harus kita
jadikan pengalaman hidup yang mengarahkan kita untuk kembali kepada ke jalan
yang Tuhan Allah kehendaki untuk kita tempuh sehingga kita bisa tiba di
rumahNya, di mana damai sejahtera menjadi bagian kita. Yesus Kristus adalah Manna
Sorgawi yang disediakan Allah bagi kita. Marilah kembali kepadaNya, sebab Dia
menunggu kita, TanganNya terbuka menunggu aku dan kau. Dia, Yesus Tuhan telah
menderita sengsara bagi kita, Dia telah mati untuk kita, tetapi Dia juga telah
bangkit dan menaklukkan maut demi hidup kekal bagi kita. Damai sejahtera
disediakanNya bagi kita yang kembali kepadaNya. Terpujilah Tuhan Allah di dalam
Yesus Kristus. Amin. BPS
Minggu, 7 April
2019
(Minggu
Prapaskah VI)
Tata Ibadah:
Prapaskah
Stola &
Antependium: Ungu
Bacaan Alkitab: Yesaya 43:16-21; Yohanes 12:1-8
Saudara saudara yang dikasihi Tuhan,
Sukacita untuk menyambut
kehadiran eeseorang ataupun beberapa orang sebagai tamu di rumah kita adalah
budaya ramah yang perlu dipelihara bahkan sangat perlu untuk dilestarikan,
karena nilai-nilai hidup yang baik tergambar dari cara dan pola hidup yang
demikian. Apalagi sebagai orang timur yang sangat dikenal sebagai masyarakat
berbudaya yang menjunjung nilai-nilai sopan santun dan tata krama dengan baik,
maka kehadiran tamu dalam rumah kita ibarat seseorang yang dilayani laksana
raja. Tepat seperti filosofi yang mengatakan “Tamu adalah raja”.
Saudara saudara yang
dikasihi Tuhan,
Dalam teks pembacaan
kita, menurut penuturan penulis Injil Yohanes bahwa enam hari sebelum Paskah
Yahudi tiba, yakni hari raya terbesar umat Yahudi, Yesus berkunjung ke Betania.
Betania adalah salah satu kampung atau desa yang terletak di sisi gunung
Zaitun, desa terjauh dalam wilayah Yerusalem yang berjarak sekitar 3 KM dari
kota Yerusalem. Namun desa ini juga terkenal sebagai tempat tinggal
Sahabat-sahabat Yesus (Maria, Marta dan Lazarus bersaudara. Lihat Yoh. 11:1)
Demikianlah Yesus
berkunjung ke rumah sahabat-sahabat-Nya di Betania.
Suasana yang akrab dan
rasa kekeluargaan yang tinggi dapat dirasakan oleh Yesus dan murid-murid-Nya,
sehingga kehadiran mereka juga dilayani dengan pelayanan jamuan kasih (Makan
bersama), hal ini merupakan tradisi ramah orang Yahudi untuk menyambut dan
memperlakukan kehadiran tamu-tamu di rumah mereka, apalagi Yesus dan
murid-murid-Nya adalah tamu khusus/istimewa dalam rumah (Maria, Marta dan
Lazarus).
Saudara saudara yang
dikasihi Tuhan...
Dalam pembacaan kita
dikatakan bahwa Maria (Saudara Marta dan Lazarus) mengambil setengah kati
minyak Narwastu murni, ia menuangkan ke kaki Yesus, lalu membasuhnya, bahkan
menyekanya dengan rambutnya. Tindakan Maria ini sebenarnya bertentangan dengan
tradisi dan adat istiadat Yahudi, yakni bahwa seorang Nyonya rumah mengurai
saja rambutnya dalam melayani tamu yang datang sudah dianggap tidak layak,
apalagi dalam hal ini Maria menyeka minyak Narwastu yang telah dituangkan pada
kaki Yesus untuk membasuh, merupakan suatu tindakan yang cukup berani untuk
melawan adat-istiadat Yahudi demi pelayanan kasihnya yang tulus terhadap Yesus.
Saudara saudara yang
dikasihi Tuhan...
Narwastu murni adalah
sejenis parfum cair yang masih asli dan belum dicampur dengan bahan cair
lainnya, maka sangatlah wajar jika baunya sangat wangi dan harganyapun sangat
mahal. Menurut tindakan protes Yudas Iskariot,
setengah kati saja harganya 300 Dinar (1 Kati = 3,75 Kg). Upah kerja buruh pada
saat itu sekitar 1 (satu) Dinar sehari. 300 Dinar berarti upah kerja buruh
hampir satu tahun penuh, lalu jika diambil perbandingan dalam nilai mata uang
sesuai konteks dunia kerja kita masa kini adalah :
Rp. 50.000 per hari = Rp.
50.000,- X 300 = Rp. 15.000.000,- (Lima Belas Juta Rupiah).
Saudara saudara yang
dikasihi Tuhan...
Memang sangat mahal
harganya dalam hitungan nilai ekonomis, itulah sebabnya Yudas Iskariot salah
seorang murid Yesus yang juga merupakan bendahara/pemegang kas keuangan dalam
kelompok murid-murid yang sudah sering mengambil uang kas secara diam-diam
(ayat 6) berkata : ”Mengapa minyak Narwastu ini tidak dijual Tiga Ratus Dinar
dan uangnya diberikan kepada orang-orang miskin?” Yudas sebenarnya tidak
menaruh belas kasihan pada orang miskin, tapi menganggap itu rugi karena ia
sudah terbiasa hidup tidak jujur (menucuri uang kas). Yesus tahu apa yang ada
dalam pikiran dan hati Yudas, sehingga Yesuspun berkata : “Biarkanlah dia
melakukan hal ini mengingat hari penguburanKu. Karena orang miskin selalu ada
padamu, tetapi Aku tidak akan selalu ada pada kamu”. (Ayat 7-8)
Saudara saudara yang
dikasihi Tuhan...
Maria telah melakukan
yang terbaik dalam hidupnya, memberi bagian dari harta miliknya yang berharga,
yakni minyak Narwastu yang mahal, yang mungkin saja dikumpulkan dalam waktu
yang cukup lama untuk dapat membeli minyak tersebut, tapi dengan tulus dan hati
yang murni ia persembahkan dalam pelayanan terhadap Yesus. Inilah inti kasih
yang sesungguhnya, yakni tatkala kita rela berkorban demi pelayanan yang
sejati, seperti yang dilakukan Maria terhadap Yesus. Maka adalah wajar jika
Yesuspun menyambut dan menerima pelayanan tersebut sebagai persembahan kasih
Maria kepadaNya, dan Yesus berkata : “Biarkanlah dia melakukan ini mengingat
hari penguburanKu”.
Saudara saudara yang
dikasihi Tuhan...
Selaku gereja dan
orang-orang percaya apakah yang dapat kita lakukan dalam hidup ini? Allah
menghendaki kita untuk berbuat dan bukan tinggal diam/menanti dengan pasif.
Iman pada Yesus harus terimplikasi dalam hidup dan tindakan kita yang nyata,
yakni bagaimana mempersembahkan diri kita sebagai persembahan yang Kudus dan
berkenan kepadaNya seperti tindakan Maria. Amin. WL
Minggu, 14 April
2019
(Minggu
Prapaskah VII)
Tata Ibadah:
Prapaskah
Stola &
Antependium: Ungu
Bacaan Alkitab : Mazmur 118:1-2, 9; Lukas 19:28-40
Saudara saudara yang
dikasihi Tuhan,
Minggu-minggu pra Paskah
atau Minggu-minggu sengsara yang sedang kita jalani saat ini, mengarahkan kita
untuk melakukan refleksi dan perenungan tentang hakekat penderitaan sebagai
pengikut Tuhan Yesus atau orang-orang percaya, dengan tujuan agar kita tetap
hidup berkenan kepada Tuhan, serta tetap melakukan apa yang baik dan benar
sesuai kehendakNya. Dalam hidup manusia
memang acapkali penderitaan mudah membawa seseorang untuk melakukan berbagai
tindak kejahatan karena tidak tahan untuk menghadapinya. Namun sebagai orang-orang
percaya dan sebagai pengikut Tuhan Yesus saudara dan saya justru dipanggil
untuk tetap melakukan apa yang baik dan benar sekalipun dalam kondisi tertentu
“Penderitaan” baik sedang menghadang perjalanan hidup yang kita jalani, maka
dengan demikian kita tetap mengasihi Tuhan dan menjadi pengikutNya yang setia.
Persis seperti dalam syair-syair lagu KJ 375 “Saya Mau Ikut Yesus...saya mau
ikut Yesus..sampai slama-lamanya...meskipun saya susah, menderita dalam
dunia..saya mau ikut Yesus..sampai slama-lamanya”.
Jemaat yang diberkati
Tuhan...
Hari ini sebagai Warga
Gereja, kita memperingati Minggu sengsara yang ke-7, itu berarti Minggu ini
adalah persiapan bagi kita untuk memperingati puncak sengsara Yesus menuju
“Palang Salib” (Jumat Agung), atau setidak-tidaknya jika kita merekonstruksi
kembali perjalanan penderitaan Yesus Via Dolorosa menuju Golgota, saat-saat itu
sudah hampir mencapai klimaksnya.
Saudara saudara yang
dikasihi Tuhan...
Dalam pembacaan kita
dikisahkan oleh Penulis Injil Lukas bahwa Yesus menuju Yerusalem tempat dimana
Ia akan diadili bahkan divonis mati. Sebelum itu Ia akan melalui pahit getirnya
penderitaan, mulai dari tekanan batin karena dikhianati oleh muridNya sendiri
sampai pada penderitaan fisik (Memikul Salib yang berat, dicambuk, dipukul dan
ditikam). Kota Yerusalem menjadi saksi bisu tentang kisah pilu menjelang puncak
sengsara itu.
Saudara saudara yang
dikasihi Tuhan...
Mengapa harus di
Yerusalem, bukankah Yesus adalah identik dengan kota Suci, jantung keagamaan
Yahudi, disana hidup para ulama agama (seperti Farisi dan Saduki) yang
mengklaim diri sebagai orang-orang saleh dan orang-orang yang setia memelihara
hukum-hukum agama mereka? lalu mengapa bukan di Samaria pusat pemerintahan
politis, tempat yang diklaim oleh orang-orang Farisi dan Saduki sebagai pusat
orang-orang berdosa? Saudara-saudara... jalan penderitaan yang dilalui Yesus
menuju Yerusalem tentu dalam rangka menggenapi Nubuat para Nabi yang sudah
berabad-abad disampaikan. Bagi Yesus sendiri, Ia sangat menyadari bahwa kini
perjalananNya menuju ke yerusalem bukan hanya sekedar untuk merayakan Paskah
bersama murid-muridNya akan tetapi Persiapan Penderitaan yang akan dihadapiNya.
Jemaat yang diberkati
Tuhan,
Perjalanan Yesus menuju
Yerusalem (seperti dalam penuturan Injil Lukas, demikian pula Injil-Injil yang
lain); adalah menggunakan anak keledai/keledai muda yang belum pernah
ditunggangi (ayat 30). Hal ini juga sesuai dengan nubuat Nabi Zakharia
(Zakharia 9:9) Yesus mempersiapkan masuknya secara khusus ke kota
Yerusalem. Dengan menunggangi keledai muda Ia menuruni lereng Bukit Zaitun
menuju kota tersebut. Pengiring-pengiringNya menghamparkan pakaian mereka di
jalan sebagai tanda penyambutan gembira dan penuh antusias. Mereka yang telah
datang bersama Dia dari Galilea bergembira dan memuji Allah karena segala
mujizat yang telah mereka lihat, tentu saja dengan harapan bahwa akan lebih
banyak lagi mujizat-mujizat yang Yesus akan buat di Yerusalem. Mereka menyambut
Yesus sebagai Dia yang akan Datang, Raja yang mempunyai kekuasaan Ilahi. Nemun
demikian hanya Penulis Injil Lukas yang mencatat bagaimana orang-orang Farisi
karena takut akan akibat-akibatnya, memperingatkan Yesus supaya menenangkan
pengikut-pengikutNya yang sangat bersemangat itu. Yesus tidak bersedia untuk
berbuat seperti keinginan orang Farisi, malah menjawab :”Jika mereka ini diam,
maka batu ini akan berteriak “. (ayat 40). Suatu maksud yang lebih dalam,
melalui seruan para pengikut Yesus tersebut, perkataan mereka adalah benar,
bahwa Mesias telah datang.
Saudara saudara yang
dikasihi Tuhan,
Misi apa yang
sesungguhnya dibawa oleh Yesus, sehingga menjelang puncak penderitaanNya Ia
harus menuju kota Yerusalem, kota Suci Umat Yahudi namun yang kini telah
tercemar oleh dosa akibat berbagai tindak kejahatan yang dilakukan termasuk
oleh pemuka-pemuka agama Yahudi?? Yesus membawa Misi Perdamaian dan Misi
Penyelamatan, yang tentunya bukan saja berlaku bagi Umat Yahudi dan Yerusalem
secara khusus, tapi misi perdamaian dan penyelamatan yang berlaku secara umum
kepada dunia yang telah tercemar oleh dosa. Allah telah memperdamaikan diriNya
dengan dunia yang telah tercemar oleh dosa melalui Yesus Kristus atas
kematianNya di Kayu Salib. Hal tersebut dalam hidup manusia yakni dosa telah
dibayar lunas oleh Allah melalui kematian Kristus (Bandingkan Yesaya 53: 4-5 ;
Filipi 2:8). Oleh sebab itu kita semua, yakni Saudara dan saya dip
anggil untuk memuliakan Tuhan dalam hidup ini, agar kita selaku warga gereja
dapat menjadi alat damai sejahtera bagi Tuhan kepada orang lain dan mampu
mewartakan keselamatan di dalam Yesus Kristus yang
adalah Tuhan dan Juruselamat dunia! Amin.
WL
Kamis, 18 April
2019
(Pejamuan Kudus)
Tata Ibadah:
Perjamuan Kudus
Stola &
Antependium: Ungu
Pembacaan Alkitab: Keluaran 12: 1-20; Yohanes 13:1-17, 31-35
Jemaat Yang Dikasihi Tuhan Yesus Kristus,
Pada pembacaan yang pertama tadi, LAI memberi judul “Tentang Perayaan
Paskah”. Dalam perikop itu, tercatat segala sesuatu yang berhubungan erat
dengan Perjamuan Paskah Israel. Diantaranya daging anak domba dan roti tidak
beragi. Ini menambah kesan bahwa, makna simbolis itu seringkali berbicara lebih
jelas dan bahkan lebih keras dari kata-kata biasa. Ketika kata-kata seolah-olah
gagal untuk membahasakan serta menterjemahkan sebuah kebenaran, maka symbol
yang dapat menterjemahkannya. Dan dalam hal ini, ketika Paskah Israel tiba,
semua orang Israel harus makan roti tidak beragi.
Saudara-saudara, tentu pertanyaannya disini adalah apa nilai di balik
symbol itu? Dan apa makna yang digenggam oleh symbol itu? Pada adonan roti,
ragi berfungsi untuk mengkhamirkan atau mengembangkan. Tetapi dalam pandangan
orang Israel ragi adalah sesuatu yang hidup. Yang dapat menyebabkan pembusukkan
dan perusakan wujud manusia, sehingga menimbulkan kesan najis. Dan karena itu,
sesuatu yang mengandung ragi tidak boleh ikut dibakar dengan korban bakaran
diatas mezbah (studi kasus menurut
alkitab SABDA). Hal ini kemudian berkembang menjadi sebuah peraturan
normative yang dipelihara dengan teliti dan kontinyu oleh orang-orang Israel
sendiri. Bahwa segala sesuatu yang dapat mengakibatkan pembusukan dan perusakan
harus disingkirkan. Pada malam menjelang Paskah, para perempuan (ibu) akan
menyalakan lampu dan mencari dengan teliti, apakah didalam rumah masih tersisa
roti yang beragi. Kalau mereka menemukannya, maka sisa-sisa roti itu harus
dibuang dan dibakar, atau dimusnahkan. Konkritnya, Paskah dalam tradisi bangsa
Israel, berhubungan erat dengan hidup yang bersih, jauh dari semua yang kotor,
yang dapat mengakibatkan bencana. Dan membuat kejahatan semakin mewabah.
Jemaat Yang Dikasihi Tuhan Yesus Kristus,
Disatu sisi, kita perlu memperhatikan cara
kerja ragi, ketika kita mau mengembangkan nilai-nilai hidup yang sesuai dengan
kehendak Allah. Yakni, tidak kelihatan tetapi bekerja secara diam-diam. Tetapi
hasil atau manfaatnya terasa. Tidak seperti sekarang ini, dimana semua yang
dibuat atau dikerjakan terasa kurang sempurna kalau tidak digembar gemborkan
atau dipamer di media social. Perjamuan paskah Israel bagi kita kini, adalah
sebuah masa lampau. Kita sekarang sedang merayakan perjamuan paskah Anak Domba
Allah yang tidak bercela. Yang rela memberi diri bahkan seluruh hidupNya, ganti
manusia yang berdosa. Air anggur dan roti yang tersaji adalah manifestasi dari darah
yang tercurah dan tubuh yang tercabik mengingatkan kita pada tanggungjawab dan
makna hakiki dari kehadiran kita ditengah-tengah orang lain. Membebaskan diri
sendiri, gereja dan masyarakat dari perusakkan dan pembusukkan, serta
membendung perusakkan dan pembusukkan yang sedang marak belakangan ini.
Membebaskan, mencegah dan membendung kejahatan, pembusukkan dan perusakkan
adalah tugas abadi atau misi yang akan terus kita emban selama kita masih
bernama gereja. Semoga Tuhan menolong dan memberkati kita. Amin DT
Jumat, 19 April
2019
(Jumat Agung)
Tata Ibadah:
Jumat Agung
Stola &
Antependium: Ungu
Pembacaan Alkitab: Yesaya 52: 13- 53:12; Yohanes 18:1- 19:42
Saudara-saudara Yang Dikasihi Tuhan,
Hari ini kita mengingat-rayakan Jumat Agung.
Setiap kali kita merayakan Jumat Agung, peristiwa penderitaan dan kematian
Yesus dalam rangkaian pasal 18-19 akan senantiasa menjadi suatu suguhan moral
bagi kita, tentang betapa buruknya perilaku manusia ketika kebencian dan dendam
begitu membabibuta. Martin Luther pernah mengatakan bahwa tanpa salib, iman
Kristen tidak memiliki landasan apapun. Gereja dibangun di atas darah Kristus
yang tertumpah, karena itu gereja tidak boleh terlepas dari salib sebab tanpa
salib, gereja bukanlah gereja.
Saudara-saudara, kita bisa membayangkan
peristiwa penyaliban itu. Setelah dihukum mati, Yesus dibawa ke tempoat
penyaliban diluar kota. Biasanya, seorang terhukum akan diarak terlebih dahulu
keliling kota. Seorang serdadu akan berjalan didepan sambil membawa papan yang
mencantumkan perbuatan jahat si terhukum. Maksudnya adalah untuk menakut-nakuti
orang banyak. Seorang terhukum juga harus memikul sendiri salibnya.
Tradisi penyaliban ini berasal dari Persia.
Orang Persia memberlakukan tradisi salib karena tanah mereka suci. Dan karena
tanah tanah mereka suci, mereka tidak mau kejahatan terjadi yang dapat
menyebabkan tanah mereka tercemar. Di negeri Roma sendiri, penyaliban tidak
pernah dipakai sebagai hukuman mati kepada warga yang melakukan kejahatan.
Hanya sebagian propinsi saja yang melakukannya, itupun hanya sebagai hukuman
mati bagi para budak. Cara ini diberlakukan, karena para budak tidak memiliki
kekuatan hukum. Hal ini dimaksudkan untuk menakut-nakuti para budak yang lain.
Orang-orang terhukum ditempatkan di tengah empat serdadu yang mengawalnya.
Salib diletakkan diatas pundak, dan penyiksaan selalu mendahului penyaliban.
Seringkali penjahat tersebut diejek, diludahi, dicambuk dan didorong-dorong
sepanjang perjalanan. Dia diarak dijalan yang dilalui banyak orang supaya orang
tidak meniru perbuatannya. Tetapi arakan itu juga dimaksudkan untuk member
kesempatan kepada terdakwa atau terhukum, kalau-kalau ada kesaksian dari orang
lain yang bisa membatalkan penyaliban itu, dan perkaranya ditinjau kembali.
Di Indonesia hukuman mati juga diberlakukan
(Imam Samudera tahun 2008 dalam kasus bom Bali 2002, Freddy Budiman gembong
narkoba tahun 2016) namun dengan cara yang berbeda. Ada satu sanksi atau
hukuman yang menarik dalam tradisi suku pakpak. Bahwa orang yang melanggar adat
harus dihukum mati, karena tidak cukup lagi ayat-ayat dalam kitab hukum pidana
dan tidak cukup lagi kerbau untuk menebus kejahatannya. Maka yang pantas bagi
orang itu adalah hukuman mati. Penduduk akan mengikatnya, lalu memenuhi
mulutnya dengan jerami. Batu besar akan diikatkan pada lehernya, lalu
ditenggelamkan kedalam sungai yang besar. Karena bagi masyarakat suku pakpak,
orang yang terlampau berat kesalahannya dan sering mengulangi kejahatannya
hanya pantas menjadi makanan ikan dan binatang lainnya. Semua masyarakat desa
harus melihatnya, agar mereka tidak berani berbuat hal yang sama. Mereka
percaya bahawa “tuhan” akan marah dan menghukum tanah, taman dan seluruh usaha
penduduk, kalau mereka membiarkan seorang penjahat tetap hidup.
Saudara-saudara, (mungkin) hampir sama dengan
itu. Bahwa salib dapat melambangkan penolakan atas bumi dan surga. Dalam
tradisi Israel, orang yang dihukum salib tidak lagi mempunyai status. Tubuh dan
roh dari orang yang tersalib, diyakini telah mengambang dan tidak mempunyai
harapan apa-apa lagi. Tanah tidak ingin tercemar karena kejahatannya (orang
tersalib) dan surga pun tidak menerimanya karena akan mencemari jubah kekudusan
para pengisi sorga. Jika demikian, maka sebesar apakah kejahatan yang Yesus
lakukan? Dan sebanyak apakah kesalahan yang Yesus perbuat sehingga membuat Dia
pantas untuk disalibkan? Spontan kita menjawab, tidak! Yesus tidak melakukan
satupun kejahatan. Kita tahu, yang membuat Yesus disalibkan adalah karena Dia
dianggap merugikan kelompok pemuka agama Yahudi. Sebab pembaharuan yang Yesus
lakukan membuka mata banyak orang pada kemunafikan para ahli agama
Saudara-saudara, kehidupan beragama kita saat
ini (sadar atau tidak) mungkin tidak jauh berbeda dari pemuka-pemuka agama
Yahudi itu. Sebagai ganjaran atas kesalahan-kesalahan kita, mautlah yang layak
kita terima. Tetapi toh, ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita
ditimpakan kepadanya (Yesaya 53:5). PenderitaanNya bukan karena kejahatanNya,
melainkan kejahatan kita. PenderitaanNya adalah konsekuensi atas pelanggaran
yang kita lakukan (bnd. Yesaya 53:6). Jikalau demikian saudara-saudara,
bagaimana sikap kita ketika kita memperingati Yesus yang tersalib itu dalam
ibadah Jumat Agung saat ini? Marilah kita mencoba berdialog dengan jiwa kita
dan merenung secara mendalam. Ingatlah senantiasa bahwa kematian Yesus adalah
jaminan keselamatan kita. I Korintus 6:20 berkata, “Sebab kamu telah dibeli dan
harganya telah lunas dibayar: Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu.”
Terpujilah Kristus. Amin DT
Minggu, 21 April
2019
(Minggu Paskah)
Tata Ibadah: Paskah
Stola &
Antependium: Putih
Bacaan
Alkitab: LUKAS 24:1- 12
Saudara-saudari yang dikasihi Yesus Kristus.
Hari ini kita merayakan hari kebangkitan Yesus, suatu fakta dan berita
yang penting dalam kebenaran Firman Tuhan yang harus dimengerti oleh setiap
manusia, sebab misi Yesus kedalam dunia bukan hanya untuk lahir dan menjadi
manusia, tetapi berlanjut pada penebusan dengan kematianNya di atas kayu salib
dan kebangkitanNya untuk mengalahkan dosa dan maut, bahkan termasuk juga segala
pergumulan hidup orang yang percaya kepada Dia.
Kitab injil Lukas
menjelaskan bahwa Pada hari ketiga sesudah Yesus mati perempuan-perempuan yang
mengasihi-Nya pergi ke kubur untuk merempahi mayat Yesus. Mereka dikejutkan
karena mayat Yesus tidak ada lagi. Tetapi mereka disadarkan dengan ucapan kedua
utusan Allah bahwa Yesus telah bangkit pada hari yang ketiga sesuai dengan apa
yang diucapkanNya sewaktu di Galilea. Perempuan-perempuan itu menjadi sadar dan
mendapat keyakinan yang kokoh, Untuk itulah mereka tanpa ragu pergi
menyampaikan berita kebangkitan kepada murid-murid Yesus yang berada dalam
keadaan bimbang. Kehadiran perempuan-perempuan itu di kubur Yesus bukan untuk
membuktikan kebangkitan Yesus, tetapi mereka pergi hanya melaksanakan kebiasaan
adat istiadat orang Yahudi sebagai pengungkapan rasa cinta dan kasih serta
hormat kepada yang meninggal karna itu mereka pergi kekubur dalam rangkah untuk
merempahi mayat Yesus. Itulah yang hendak dilakukan oleh perempuan-perempuan
itu dan kebangkitan Yesus yang sudah dijanjikan telah dilupakan. Itulah sebabnya mereka mendapat teguran Ilahi
“mengapa kamu mencari Dia yang hidup di antara orang mati?” Ingatlah apa yang
dikatakan ketika Ia masih di Galilea, bahwa pada hari ketiga Ia akan bangkit.
Mengingat akan hal itu mereka sadar akan kebenaran dan kebesaran Tuhan. Saat
itu mereka menjadi kuat dan menjadi pemberita yang tidak ragu-ragu menyampaikan
kebenaran itu.
Saudara-saudari yang dikasihi Yesus Kristus.
Kebangkitan Yesus menjadikan kehidupan ini
berarti karena keselamatan sempurna telah dilakukan Allah bagi manusia dan
dunia. Kebangkitan Yesus memperlihatkan kekuatan dan kekuasaan Allah yang
melampaui kuasa maut. Kebangkitan Yesus meruntuhkan tembok pemisah antara yang
kaya dan miskin, antara yang terhormat dan yang hina, sebab perempuan-perempuan
yang tidak diperhitungkan diantara masyarakat waktu itu justru yang pertama
yang mendapat kehormatan untuk mendengar dan menyampaikan berita Paskah.
Kebangkitan Yesus memberi semangat bagi kita untuk berdiri pada keyakinan yang
sungguh-sungguh akan Firman Allah, seperti yang di alami oleh
perempuan-perempuan yang ingat dan sadar akan kebenaran ucapan Yesus sebelumnya
bahwa Ia akan bangkita pada hari ketiga.
Saudara-saudari yang dikasihi Yesus.
Paskah menunjuk pada keadaan dimana manusia
menikmati pembebasan dari kuasa dosa dan maut. Karena itu perayaan Paskah yang
sedang kita rayakan hendaknya menjadi saat-saat tepat untuk mengingatkan kita
tentang pembebasan dan kemenangan atas kuasa dosa dan maut. Setiap orang
percaya yang mengaminkan Paskah Kristus adalah orang-orang merdeka, Orang-orang
yang seharusnya tidak lagi dihantui oleh perasaan takut dan kuatir, orang-orang
merdeka dari berbagai bentuk ikatan yang melilit kehidupan bahkan orang-orang
yang tidak lagi dengan gampangnya terjerat pada situasi sulit apalagi
mempersulit orang lain. Karena itu hidup yang dijiwai oleh
Paskah Yesus adalah hidup dalam kemenangan, hidup yang tidak tenggelam kedalam kubangan dosa melainkan
hidup yang bergantung dan terarah pada Kristus dan selalu sadar bahwa Allah
didalam Yesus selalu hadir dan menyertai dalam situasi apapun dan kapanpun.
Karena itu kita sebagai gereja selalu mendapat kekuatan dari berita Paskah ini,
walau didalamnya kita sering merdapat teguran Ilahi untuk mengingatkan kita
tentang apa yang diimani bahwa Yesus telah mengalahkan maut atau Yesus itu
hidup, karena itu kesulitan dan penderitaan yang kita alami sampai saat ini
bukanlah kerana Allah gagal mengaruniakan keselamatan, tetapi di balik semua itu
ada rencana indah dari Allah untuk hidup kita masing –masing. Jadi sesungguhnya
berita Paskah memberi semangat baru bagi kita untuk memperjuangkan kehidupan
ini, serta menjadi kekuatan bagi kita untuk memenangkan pergumulan yang
menantang kita di setiap saat dan waktu. Dia telah mati tetapi telah bangkit
dari kematian itu untuk membuktikan bahwa Dia telah mengalahkan dosa atau maut
supaya kita memiliki kehidupan yang berkemenangan. Selamat merayakan Paskah
Tuhan Yesus yang telah bangkit menyertai kita semua. Amin. NB
Minggu, 28 April
2019
(Minggu Paskah
2)
Tata Ibadah:
Bentuk 4
Stola &
Antependium: Putih
BACAAN
ALKITAB: YOHANES 20:19- 31
Saudara-saudara
yang dikasihi Yesus Kristus
Keadaan murid-murid Yesus setelah peristiwa Golgota
(kematian Yesus), dipenuhi dengan keresahan, ketakutan, keraguan dan tiada
harapan akan masa depan. Rasa takut yang ada membuat para murid Yesus mengunci
rumah mereka seperti mereka mengunci hati mereka terhadap harapan masa depan.
Mereka mengalami kegoncangan ketika ditinggalkan oleh Yesus Sang pemimpin
mereka. Sementara mereka menghadapi situasi yang tanpa damai sejahtera, di tengah kesedihan hati mereka saat itu, tiba-tiba mereka dikejutkan oleh kehadiran Yesus. ya
siapapun pasti terkejut melihat sosok
orang mati yang tiba-tiba muncul di hadapan mereka, Semua orang pasti takut, itulah yang terjadi
pada murid-murid ketika Yesus menampakkan
Diri kepada mereka. Saat perjumpaan itu Yesuspun menyapa mereka dan berkata:“Damai sejahtera bagi kamu! Dan sesudah berkata demikian, Ia menunjukkan tanganNya dan lambungNya. Untuk
membuktikan bahwa Ia telah bangkit. Maka suasana hati mereka menjadi berubah
karena murid-muridNya saat itu sangat bersukacita, tidak kelihatan lagi
kesedihan karena Yesus telah menjumpai mereka. Sapaan Yesus diulangi lagi dalam
ay 21“Damai Sejahtera Bagi Kamu! Hal ini untuk meyakinkan agar mereka
benar-benar yakin dan percaya bahwa Yesus telah bangkit dari antara orang mati
seperti yang pernah dikatakan Yesus kepada mereka. Bahwa Anak manusia akan
menderita sengsara, mati dan dikuburkan, tetapi pada hari ketiga Ia akan
bangkit dari antara orang mati.
Saudara-saudara
yang dikasihi oleh Yesus Kristus
Setelah Yesus memulihkan keadaan hati para
murid-murid dengan damai sejahteraNya, memberi semangat kepada mereka dalam
kelanjutan pelayananNya, kini Ia mengembusi mereka dengan berkata: “Terimalah Roh Kudus” (ay. 22). Sebab
Roh Kudus itulah yang akan menguatkan mereka dalam tugas di manapun mereka
diutus. Yesus memberikan dua harta sorgawi yang dibutuhkan
pengikutNya sepanjang pengembaraan di dunia yakni: Roh-Nya
dan Damai sejahtera. Hal itu sama artinya bahwa Yesus selalu hadir dalam hidup
umat-Nya sebab itu jangan takut menghadapi apapun di dunia ini.
Saudara-saudara yang dikasihi Yesus.
Kita
adalah persekutuan yang telah dijumpai Kristus lewat kedua harta sorgawi tadi, kehadiran-Nya memperlihatkan kesediaan dan kesetiaan Allah
selalu memelihara umat-Nya, sama seperti Yesus menjumpai murid-Nya, demikian
juga Ia selalu menjumpai kita ketika semangat kita mulai lemah menghadapi
berbagai persoalan. Kita terus diingatkan bahwa Ia selalu bersama kita, asalkan
kita mau menyadari bahwa peristiwa perjumpaan-Nya dengan muridNya
adalah sebuah pengakuan fakta yang benar-benar terjadi bahwa: Yesus benar telah
bangkit. Kita lihat Thomas yang sempat meragukan kebangkitan
Yesus, ketika Yesus menjumpaiNya akhirnya Ia pun percaya akan kebangkitan
Yesus. Perjumpaannya dengan Yesus sungguh-sungguh mengubah kepercayaannya
menjadi semakin teguh. karena Perjumpaan
dengan Yesus yang sudah bangkit selalu membuahkan sukacita. Sukacita itulah
yang menjadi sumber kekuatan murid-muridNya,
ada semangat baru dalam hidup mereka dan tentu bagi kita juga dalam menjalani hidup didalam
dunia ini.
Makna
yang terkandung dalam perjumpaan Yesus dengan murid-murid-Nya, pertama: lewat perjumpaan itu memastikan bahwa Allah selalu menyertai
umat-Nya. Kedua: perjumpaan dengan
Yesus menghapuskan rasa takut dan membangkitkan keberanian iman dalam
menghadapi berbagai masalah. Tidak terus berada dalam keterpurukan, tetapi
bangkit untuk keluar dari persoalan, Yesus Kristus adalah sumber kekuatan kita
untuk mengalahkan ketidakberdayaan kita. Ketiga:
perjumpaan dengan Yesus menumbuhkan rasa percaya diri, bahwa Allah mengasihi
kita dan memberikan kemenangan atas dosa, kemenangan atas setiap persoalan,
kemenangan untuk mengatasi kebiasaan-kebiasaan yang menghancurkan kehidupan
kita. Dan Yesus menginginkan kita untuk
menghadirkan damai sejahtera ke dalam kehidupan setiap
orang, sekalipun mereka belum mengenal Kristus. Dan Yesus Mau agar kita menggunakan
setiap kesempatan yang ada untuk menciptakan suasana damai sejahtera, dimanapun
kita berkarya sehingga orang lain bisa
menikmati kesukacita melalui kehadiran
kita. Amin.
NB
Minggu, 5 Mei
2019
(Minggu Paskah
3)
Tata Ibadah:
Bentuk I
Stola &
Antependium: Putih
Kisah
Para Rasul 9:1-9 (Nas Khotbah); Yohanes 21:1-19
Jemaat yang dikasihi
oleh Tuhan Yesus Kristus!
Kita semua pasti
memiliki pengalaman hidup yang berbeda-beda, misalnya ketika kita masih muda
tingkah laku kita kurang baik bahkan sangat jahat, tetapi dalam perkembangan
waktu menjadi orang yang sangat baik. Setiap orang pasti mempunyai latar
belakang hidup yang berbeda-beda; hal ini tentu dijadikan sebagai pengalaman
yang berharga untuk melakukan suatu perubahan dalam hidup.
Demikian juga hidup kekristenan kita, dulu kita hanya menjadi kristen KTK
(Kristen tanpa Kristus) tidak melakukan apa yang diajarkan oleh Tuhan Yesus,
perbuatan kita tetap buruk suka berjudi dan suka minum sampai mabuk pada malam
Minggu, sehingga tidak pernah ada waktu untuk beribadah ke gereja karena sudah
teler. Dan bukan hanya itu saja mungkin
ada hal-hal yang lain perbuatan yang jahat kita lakukan sebagai pengikut
Kristus, tetapi sejak sungguh-sungguh
mengalami perjumpaan dengan Tuhan Yesus, ada komitmen dalam diri untuk
meninggalkan pola kehidupan yang lama itu, menjalani kehidupan yang baru di
dalam Kristus.
Saudara-saudari yang dikasihi oleh Tuhan Yesus
Kristus!
Demikian juga dalam bagian perikop yang kita baca pada hari ini, kita belajar
dan melihat bagaimana kehidupan Saulus yang lama kemudian dia bertobat
menjadi seorang Paulus dalam kehidupan yang baru.
Kisah Para Rasul 9 mencatat
peristiwa yang sangat penting dalam sejarah perluasan pemberitaan Injil ke
ujung bumi, yaitu kisah pertobatan Saulus. Jika di dalam Kisah Para Rasul 1-12
tokoh utama dalam pemberitaan Injil adalah rasul Petrus, Stefanus dan Filipus,
yang membawa Injil dari Yerusalem sampai ke Samaria, Kaisaria dan Antiokhia,
dalam Kisah 13-28 tokoh kuncinya adalah Paulus yang membawa berita Injil sampai
ke Asia Kecil, Yunani, bahkan sampai ke ujung bumi, ibu kota kerajaan Romawi.
Pada
ayat 1 dan ayat 2 dijelaskan bahwa Paulus adalah seorang pembunuh dan bukan
pembunuh sembarangan, dia adalah pembunuh orang-orang Kristen. Padahal dia
adalah seorang Yahudi didik Hukum Taurat dan begitu cerdas dalam mempelajari
serta memahami Hukum Taurat di bawah pemimpin besar orang Farisi, yaitu
Gamaliel. Tetapi dia menjadi seorang yang begitu jahat dan kejam, dia begitu
membenci para pengikut Kristus. Kalau kita baca dalam Kisah Rasul pasal 7
tentang kematian Stefanus, dijelaskan bahwa Paulus ada di sana menyaksikan
kematian dari Stefanus dan bukan hanya itu malah Paulus juga yang turut
merencanakan kematian Stefanus.
Jemaat yang dikasihi oleh Tuhan Yesus Kristus!
Proses pertobatan Paulus dijelaskan dalam ayat
3-6 dalam perjalanannya ke Damsyik Tuhan berjumpa dengan Paulus. Dalam
perjalanan itu tiba-tiba cahaya memancar dari langit lalu mengelilingi Paulus.
Perjumpaan itu mengakibatkan Paulus rebah ke tanah, lalu kedengaranlah suatu
suara yang berkata kepada-Nya: Saulus, Saulus mengapakah engkau menganiaya
Aku? (ayat 4). Pertanyaan ini
tentu sangat mengejutkan dan menakutkan Saulus ketika itu, sehingga Saulus
bertanya: “Siapakah Engkau Tuhan? (ayat 5). Pertanyaan ini adalah untuk
menyadarkan dan mengingatkan Saulus atas perbuatannya yang kejam mengania
orang-orang Kristen, karena apa yang ia lakukan merupakan penganiayaan kepada
Yesus Kristus. Hal ini dipertegas dengan jawaban Yesus terhadapa pertanyaan
Saulus yang mengatakan: “Akulah Yesus yang kau aniaya itu.
(ayat 5)
Jemaat Yang
dikasihi oleh Tuhan Yesus Kristus!
Setelah
terjadi perjumpaan antara Tuhan Yesus dan Saulus, dia diperintahkan Tuhan untuk
bangun dan pergi, “tetapi bangunlah dan pergilah ke dalam kota,” (ayat 6).
Bagaimana respon Saulus, ia bangun dan berdiri lalu pergi walaupun ketika dia
membuka matanya tidak dapat melihat apa-apa, mereka menuntun dia masuk ke
Damsyik (ayat 8). Tiga hari lamanya ia tidak dapat melihat dan tiga hari
lamanya ia tidak makan dan minum, untuk merenungkan kembali seluruh
pemahamannya selama ini. Ia menyangka ia melayani Allah, tetapi nyatanya ia
justru melawan Allah, Saulus akhirnya mengakui bahwa Yesus Kristus benar-benar
adalah Mesias yang dinanti-nantikan umat Yahudi. Perjumpaan inilah merupakan
awal hidup baru Saulus dalam Kristus Yesus, yang menjadikan ia Paulus (1 Kor.
9:1; 15:8; Galatia 1:15-16). Pusat pengalamannya ada pada Yesus Kristus, ia
menemukan relasi dengan Kristus yang bangkit. Di luar dugaan dan perhitungan
Saulus, ia yang berangkat ke Damaskus untuk menangkapi pengikut-pengikut Yesus,
ternyata ia sendiri yang ditangkap oleh Yesus. Seluruh bangunan kepercayaan
yang selama ini di anut roboh berantakan. Ia diperhadapkan dengan kenyataan
bahwa Yesus Kristus tidak mati, tetapi hidup. Yesus Kristus bukan seorang
penyesat, sebaliknya Ia adalah Mesias, Anak Allah, yang selama ini ia dan
bangsanya nanti-nantikan. Selama tiga hari tiga malam berpuasa, tentunya Paulus
merenungkan kembali seluruh pemahaman dan keyakinannya selama ini, sambil
berdoa (9:11). Sementara itu Allah menampakkan diri kepada Ananias, seorang
murid Tuhan yang tidak dikenal, bukan kepada Rasul Petrus, Yohanes atau
rasul-rasul lainnya, yang saat itu menduduki pucuk pimpinan gereja. Allah
memberikan Ananias tugas untuk mendatangi Saulus dan mendoakannya. Hal yang
sama Allah lakukan sepanjang sejarah gereja.
Kita
tidak pernah tahu betapa Allah dapat memakai kita untuk membawa seseorang yang
nantinya membawa ratusan, bahkan ribuan orang datang kepada Kristus. Jangan
meremehkan siapapun, jangan mengabaikan satu orang pun. Karena itu janganlah
kita membatasi Tuhan, karena tidak ada yang terlalu sukar bagi Allah. Yang
diminta dari kita hanyalah menaati dan mengikuti bimbingan Tuhan, meskipun kita
dibimbing ke tempat atau kepada orang yang sulit.
Ananias
walaupun merasa perasaan was-was dan takut untuk berjumpa Saulus, tetapi ia
menanggapi panggilan Allah itu dengan ketaatan sama seperti pendahulunya Musa,
Gideon, Elia dsb. Ananias menemukan Saulus sesuai dengan petunjuk Tuhan, ia
menyapanya dengan, “Saulus, saudaraku….” Meskipun takut, Ananias menyapa Paulus
dalam kasih, menumpangkan tangannya atas Saulus, agar ia dapat melihat kembali
dan penuh Roh Kudus. Kesembuhan yang diterima Saulus segera disusul dengan
pembaptisannya.
Jemaat yang
dikasihi oleh Tuhan Yesus Kristus! Melalui Firman Tuhan pada saat ini kita
belajar dari kehidupan Paulus, ketika Ia dipanggil oleh Tuhan dia mengalami
pertobatan secara total, setelah dia dipanggil Tuhan dia memberi diri melayani
Tuhan sampai ia mati, Biarlah kita belajar dari kehidupan Paulus, saya tidak
tau latar belakang sdr/sdri mari kita meninggalkan kehidupan lama kita ke dalam
kehidupan baru kita.
Hidup bapak/ibu,
sdr/sdri sekarang adalah hidup yang baru, hidup yang dipenuhi Roh Kudus, jangan
kembali lagi dalam kehidupan yang lama, layanilah Tuhan dengan kesetiaan dan
sukacita serta lakukanlah yang terbaik untuk Tuhan dan untuk sesama.
Amin. GBA
Minggu, 12 Mei
2019
(Minggu Paskah
4)
Tata Ibadah:
Bentuk II
Stola &
Antependium: Putih
Bacaan
Alkitab: Kisah Para Rasul 9:36-43; Yohanes 10:22-30
Jemaat yang dikasihi oleh Tuhan Yesus Kristus!
Bagian
Firman Tuhan dari Kisah Para Rasul 9:36-43 hari ini, Lukas kembali mencatat
kisah perjalanan rasul Petrus memberitakan Injil Yesus Kristus, dengan dikuasai
oleh Roh Kudus yang menyertainya. Namun sejenak kisah rasul Petrus ini disela
dengan pemberitaan mengenai kisah Saulus yang bertobat dan menjadi Paulus. Pada
bagian pembacaan kita saat ini, diceritakan bahwa perjalanan rasul Petrus
sampai di sebuah desa bernama Yope. Ia baru saja meninggalkan Lidia, di mana ia
membuat mujizat atas diri seorang lelaki bernama Eneas, yang menderita lumpuh
selama Delapan tahun. Rasul Petrus membangkitkannya dari tempat tidur dengan
memakai nama dan kuasa Yesus Kristus, dengan berkata:“…Yesus Kristus
menyembuhkan engkau…” (9: 34).
Jemaat yang dikasihi oleh Tuhan Yesus Kristus!
Di
Yope kembali rasul Petrus melakukan tindakan yang menghasilkan mujizat, yaitu
seorang murid perempuan bernama Tabita, atau Dorkas dalam bahasa Yunani, yang
artinya kijang atau rusa. Murid yang tinggal di Yope ini dikenal baik hati dan
banyak memberi sedekah. Pada saat rasul Petrus masih di Lidia, Tabita sakit dan
kemudian meninggal dunia. Keberadaan rasul Petrus diketahui disana, maka
murid-murid lain yang sangat mengenal Tabita dan mengasihinya, mengirim utusan
ke Lidia dan meminta Petrus datang ke Yope. Permintaan ini menghadapkan Petrus
kepada sebuah tantangan pelayanan baru.
Jemaat yang dikasihi oleh Tuhan Yesus Kristus!
Ketika
tiba di Yope, para janda yang pernah merasakan dan mengalami kebaikan Tabita
berdiri mengerumuinya, sambil menunjukkan bukti-bukti kebaikan hati Tabita yang
telah memberi mereka bermacam-macam baju dan pakaian dan dengan menangis,
mereka merasakan kehilangan orang yang begitu mereka kasihi dan baik kepada
mereka semuanya, sehingga mereka mengharapkan Petrus dapat melakukan suatu
tindakan bagi Tabita yang telah meninggal itu. Atas desakan itu rasul Petrus
meresponnya dengan baik, ia menyuruh mereka semua keluar, lalu berlutut dan
berdoa. Sesudah itu barulah ia berpaling ke mayat Tabita dan berkata: “Tabita,
bangkitlah” Tabita membuka matanya bangun dengan dibantu Petrus, kemudian ia
berdiri. Rasul Petrus memanggil
orang-orang kudus dan para janda, lalu menunjukkan kepada mereka bahwa Tabita
hidup.
Jemaat yang dikasihi oleh Tuhan Yesus Kristus!
Dalam
peristiwa ini, rasul Petrus memenuhi tanggungjawab pelayanan-Nya dengan sebuah
tindakan luar biasa. Para murid, yang disebut “orang-orang kudus” kembali
menyaksikan dan mengalami kuasa Yesus Kristus yang mereka percayai. Kuasa-Nya
tidak hanya mampu menyembuhkan orang sakit, tetapi juga mampu membangkitkan
orang yang sudah mati. Peristiwa ini menjadi kesaksian yang nyata mengenai
kuasa Yesus, dan membuat banyak orang menjadi percaya kepada Tuhan. Sejak
peristiwa itu Petrus masih tinggal beberapa hari di Yope untuk terus
memberitakan Injil yang semakin terbuka lebar peluangnya.
Saudara-saudara,
Tujuan karya mukjizat Allah yang dikaruniakan kepada Petrus dengan bangkitnya
orang yang telah mati adalah agar semua orang pada masa itu percaya bahwa Yesus
adalah Tuhan. Mukjizat itu bukan terjadi untuk kepentingan orang yang
bersangkutan saja tetapi utamanya adalah berita tentang karya keselamatan Allah
tersebut tersebar sehingga mereka menjadi percaya. Dengan demikian peristiwa
mukjizat Petrus membangkitkan Tabita ditutup dengan pernyataan: “Peristiwa itu
tersiar di seluruh Yope dan banyak orang menjadi percaya kepada Tuhan” (Kis. 9:
42). Petrus mampu melakukan mukjizat dengan membangkitkan orang mati bukan
karena ia memiliki kuasa, tetapi karena ia diberi kuasa oleh Kristus yang telah
mati dan bangkit. Karya mukjizat membangkitkan orang mati hanya dapat dilakukan
oleh Nabi Elia, Nabi Elisa, dan Yesus. Kini Petrus diperkenankan Allah untuk
membangkitkan Tabita agar dunia percaya bahwa Yesus adalah Mesias, Anak Allah.
Melalui penggembalaan Petrus, umat percaya dicelikkan untuk melihat Diri Sang
Gembala Agung, yaitu Yesus Kristus.
Jemaat yang dikasihi oleh Tuhan Yesus!
Sebagai
orang percaya kita juga senantiasa mengalami kasih dan kuasa Tuhan Yesus
sebagai Gembala yang Agung, Dia tidak pernah meninggalkan kita sendiri
melaksanakan panggilan-Nya, tetapi Dia ssenantiasa menyertai kita dengan
kuasa-Nya melalui Roh Kudus sehingga tetap mampu bersaksi memberitakan kabar
sukacita bagi dunia ini. Sebagai Gembala yang baik, Tuhan memelihara umat
gembalaan-Nya dengan setia dan penuh kasih. Melalui Kisah rasul Petrus
menyatakan kuasa Allah secara ajaib, menjadi bukti bahwa pertolongan Tuhanlah
sehingga Eneas dan Dorkas mengalami mujizat dari Tuhan. Kita juga akan
mengalami pemeliharaan Tuhan sebagai Gembala yang baik, karena Yesus Kristus
sangat mengasihi umat manusia, sehingga diselamatkan. Karena itu mari kita
mengasihi dan melayani Tuhan Sang Gembala Agung yang telah menyatakan
anugerah-Nya menyelamatkan kita. Terpujilah Kristus. Amin GBA
Minggu, 19 Mei
2019
(Minggu Paskah
5)
Tata Ibadah:
Bentuk III
Stola &
Antependium: Putih
Bacaan
Alkitab: Kisah 11:1-18 dan Yohanes
13:31-35
Tema:
Kasih yang Membaharui dan Mengidupkan
Saudara saudari yang diberkati Tuhan Yesus,
Identitas diri membentuk perilaku atau sikap
hidup seseorang. Identitas diri menolong seseorang untuk mengetahui siapa
dirinya dan apa peran yang harus dimainkannya dalam dunia ini, agar hidupnya
berguna bagi kehidupan bersama. Hidup
dalam kasih adalah identitas diri seorang murid Kristus. Jika ini kita
pahami, kita akan menyadari bahwa kita adalah umat yang mendapatkan kasih
Allah. Sebagai umat yang sudah mendapat kasih Allah, kita harus menjadikan
kasih Allah itu sumber dan tujuan kehidupan kita dalam berinteraksi dengan
sesama. Dengan demikian, kita akan mewujudkan sebuah kehidupan yang membaharui
dan menghidupkan kehidupan bersama. Mengasihi sesama bukan sebuah pilihan,
tetapi sebuah keharusan. Mampu atau tidaknya kita menunjukan kasih kepada
sesama, menjadi tolok ukur apakah kita layak disebut murid Kristus atau tidak.
Hanya dengan mengasihi sesama seperti yang dicontohkan Kristus Yesus, orang
lain akan tahu bahwa kita muridnya. Sebelum Yesus menyampaikan perintah baru
kepada murid muridnya supaya saling mengasihi, Yesus mengawali percakapan
dengan menekankan bahwa kemuliaanNya akan terjadi karena kesediaanNya dalam
mematuhi kehendak bapa menjalani derita salib bagi keselamatan manusia.
Kemuliaan terjadi karena Yesus bersedia mengosongkan diri demi kasihNya kepada
manusia. Kegelapan dikalahkan oleh terang kasih. Ketika Yesus taat kepada
kehendak Bapa, Ia dimuliakan Bapa dan Bapa dimuliakan karena ketaatanNya.
Kemuliaan Bapa terjadi ketika Yesus dengan kemantapan yang sungguh menapaki
jalan salib menuju pemberian diriNya yang seutuhnya bagi umat manusia dalam
kasih.
Setelah menekankan kemuliaan yang akan Ia
terima dari jalan salib ini Yesus memberikan perintah yang baru kepada muridNya
supaya mereka saling mengasihi. Setiap orang Yahudi pasti tahu bahwa di dalam
ajaran Taurat ditekankan bahwa mereka harus mengasihi sesama. Jadi apa yang
membuat perintah ini menjadi perintah baru? Yang membuatnya baru adalah motif
dasar yang melatarbelakanginya yaitu kasih, seperti yang telah Yesus berikan
kepada mereka. Mereka dipanggil untuk saling mengasihi seperti Yesus mengasihi
mereka. Hanya dengan cara demikian orang akan tahu bahwa mereka adalah murid.
Jemaat yang diberkati Tuhan,
Pertanyaan kritis untuk kita, bagaimana mereka
dan kita pada masa kini dapat mengasihi seperti Yesus mengasihi mereka dan
kita? Pertama: Kasih yang didasarkan pada kesediaan untuk saling mempedulikan
(care) satu dengan yang lainnya. Sebelum memberi perintah saling mengasihi,
Yesus telah mempraktekkan sebuah bentuk kasih, yaitu dengan membasuh kaki para
murid. Pembasuhan kaki, selain untuk menunjukan kesediaan melayani di dalam
kerendahan hati, juga sebuah ungkapan untuk menghargai dan memberlakukan setiap
orang sebagai pribadi yang berharga dan bermartabat. Oleh sebab itu mereka/kita
harus saling peduli satu dengan yang lain.
Kedua: Kasih yang lahir dari sikap empati
terhadap sesama. Kasih yang berdasarkan empati tidak akan jatuh pada sikap
egois dan egosentrisme. Kasih yang egois mencari popularitas diri/kelompok,
menuntut balas, dan memperdaya orang lain untuk kepentingan dan kesenagan
diri/kelompoknya. Sebaliknya dalam kasih yang lahir dari sikap empati, yang
menjadi kepuasannya adalah ketika mereka yang mendapatkan kasih, dapat bangkit
dari keterpurukan, bangkit dari dosa, mengalami pemulihan hidup, dan bangkit
dari ketidakberdayaan, menjadi pribadi/kelompok yang memberdayakan dirinya
sendiri. Seperti kasih Allah yang rela mengorbankan diriNya menjadi sama dengan
manusia, bahkan mati di kayu salib supaya manusia dapat diselamatkan.
Ketiga: Kasih yang mengampuni. Kasih yang
tidak belajar untuk mengampuni adalah kasih yang mudah layu dan gugur. Kasih
yang sejati dibangun di atas dasar pengampunan. Karena itu tidak ada kesalaan
yang tidak dapat diampuni. Allah sudah melakukan itu di dalam Yesus karena
kasihNya.
Ucapan Yesus kepada murid muridNya menegaskan
kepada kita bahwa mengasihi sesama bukan sebuah pilihan, melainkan tindakan
yang harus dilakukan sebagai bentuk ketaatan pada kehendak Allah. Kasih
mempunyai daya mentrnsformasi kehidupan. Kesadaran bahwa kasih merupakan
identitas orang Kristen akan menuntun sikap dan tindakan kita untuk mengoreksi
diri dan membaharuinya. Di dalam diri kita akan ada kesadaran untuk
menghilangkan sikap- sikap yang dapat menghambat kita membangun relasi dengan
diri sendiri dan dengan sesama. Oleh karena itu orang yang menjadikan kasih
sebagai identitas ke Kristen-annya akan mengalami pembaharuan hidup yang pada
akhirnya juga akan membaharui dan menghidupkan kehidupan bersama.
Petrus dalam Kisah 11:1-18 memperlihatkan
bahwa hidup yang didasarkan atas kasih, dan yang menjadikan kasih Kristus
sebagai tujuan, akan membuat seseorang menembus batas batas atau sekat sekat
kesukuan. Paradigm kehidupan yang dikembangkan tidak lagi “kami” dan ‘mereka” tetapi ‘kita”. Untuk
dapat membaharui kehidupan bersama, Petrus terlebih dahulu mengalami
pembaharuan hidup. Pembaharuan hidup terjadi karena pengenalan akan kasih Yesus
kepada manusia.
Saudara-saudari yang diberkati Tuhan,
Apakah saat ini, orang lain di sekitar kita
mudah mengetahui identitas kita sebagai murid Kristus? Berikan penekanan dengan
sebuah contoh praktis melalui kisah nyata atau ilustrasi. Apakah kita sudah
mengembangkan pola hidup yang membaharui diri sendiri dan membaharui kehidupan
bersama sebagai wujud idup dalam kasih? Silahkan kita menjawabnya dalam
keseharian hidup kita masing masing. Amin MP
Minggu, 26 Mei
2019
(Minggu paskah
6)
Tata Ibadah:
Bentuk IV
Stola &
Antependium: Putih
Bacaan
Alkitab Kisah 16:9-15 dan Yohanes 14:21-31
Jangan
Takut Hidup, Tuhan Menyertai Kita
Saudara saudari yang dikasihi Tuhan
Manusia ketakutan menjalani kehidupan yang
penuh dengan persoalan karena terpancang pada (relasi) “aku” dan “persoalanku”.
Akibatnya manusia lupa, bahkan melupakan bahwa ada Tuhan yang setia menyertai
manusia. Tuhan yang kuasaNya jauh lebih besar daripada persoalan yang sedang
dihadapi manusia. Kita perlu belajar melihat secara utuh: “diri
kita”-“persoalan kita”di dalamnya Tuhan setia menyertai kita. Dengan demikian
kita dimampukan untuk berani menjalani kehidupan ini, apapun persoalan yang
kita hadapi.
Teks bacaan kita dalam Kisah 16:9-15,
merupakan sepenggal kisah perjalanan kedua dari Paulus dalam memberitakan
Injil. Juga ada sepenggal kisah tentang kiprah Paulus dalam memberitakan Injil
di Kota Filipi. Pemberitaan Injil di wilayah Makedonia berangkat dari
penglihatan yang dialami Paulus (ay 10). Penglihatan itu diyakini Paulus dan
rekan-rekannya sebagai panggilan Allah kepada Paulus dan kawan kawan untuk
memberitakan Injil kepada orang-orang Makedonia (ay11). Filipi menjadi Kota
pertama di wilayah Makedonia yang disinggahi oleh mereka selama beberapa hari.
Paulus dkk, memberitakan Injil di Filipi. Itu berarti pemberitaan Injil
merambah benua Eropa. Pihak yang pertama kali menaggapi secara positif terhadap
pemberitaan Injil yang disampaikan oleh Paulus adalah seorang perempuan. Ia
bernama Lidia. Pekerjaannya penjual kain ungu (ay 14). Lidia dan orang orang yang
ada di rumahnya memberi diri dibaptis. Ia juga mempersilahkan bahkan mendesak
Paulus untuk menumpang di rumahnya (ay 15). Apa yang kita belajar dari
pengalaman Paulus? Allah tetap setia menyertai Paulus dan rekan rekannya dalam
memberitakan Injil. Penyertaan tersebut tidak dibatasi oleh wilayah tertentu
dan situasi tertentu. Dan kalau Allah menyertai tidak ada yang mustahil semua
yang kita kerjakan di dalam dan bersama Tuhan pasti membuahkan hasil. Di dalam
dan bersama Tuhan tidak ada masalah yang tidak bisa diselesaikan, asalkan kita
tetap teguh pada jalan yang benar dan memberi hidup. Keteguhan inilah yang
menumbuhkan Iman.
Bacaan Alkitab yang kedua Yoh 14:21-31 ada
dalam konteks pesaan-pesan terakhir Yesus kepada murid-muridNya sebelum Ia
meninggalkan mereka. Yesus membesarkan hati para murid, mereka diajak untuk
tetap teguh, kuat dan setia pada perintah Yesus, yaitu “mengasihi”. Memang
keteguhan Iman baru utuh bila ada kasih. Bacaan kita saat ini memberi
pendalaman diseputar apa itu “kasih”dalam keteguhan mempercayai Yesus tadi.
Awal dan akhir bacaan kita berbicara mengenai munuruti perintah-perintah Yesus
(ay 15 dan ayat 21). Jika kita membaca ayat 15 “jikalau kamu mengasihi Aku,
kamu akan menuruti segala peritahKu”. Apa makna pernyataan dalam ayat ini,
kilimat tersebut janganlah dimengerti sebagai “bila kalian benar-benar
mengasihiKu, maka mestinya kalian mentaati perintah-perintahKu”. Seolah-olah
kecintaan kita terhadap Guru atau Yesus perlu dibuktikan dengan melakukan
hal-hal yang diperintahkan. Memang gagasan ini memiliki nilai sendiri, tapi
bukan itulah maksud dari ayat 15. Lalu apa? Kalimat itu justru menggarisbawahi
kebalikannya. Ringkasnya, mengasihi Yesus itu bakal membuat kita dapat mengenal
perintah-perintahNya dan menurutiNya. Jadi mengasihi sang Guru menjadi jaminan
agar kita dapat memperhatikan perintah-perintah sang Guru atau Yesus. Karena
itu di dalam ayat 21 terungkap bahwa siapa saja yang memegang dan menuruti
perintah-perintahNya, dia itulah yang juga nyata nyata mengasihi Yesus. Oleh karena
itu ia akan terus dikasihi Bapa dan Yesus sendiri.
Saudara saudari yang dikasihi Yesus
Makna terdalam dari kata “mengasihi” Yesus
dipakai dalam arti mengakui kebesaranNya dan memberi ruang bagi Dia dalam diri
kita, setia kepadaNya. Ini dari sisi kita sebagai murid Yesus. Dari sisi sang
Guru (Yesus)? Dikasihi oleh Yesus sebagai Guru berarti menerima perlindungan
dan penyertaan dariNya. Latar belakang ungkapan “mengasihi” ini ialah kehidupan
umat Perjanjian lama. Mereka dipilih, dikasihi, dilindungi, dipedulikan Allah,
tapi sekaligus mereka diharapkan tetap setia dan memberi tempat utama pada
Allah dalam hati dan kehidupan mereka. Jadi ‘mengasihi” dalam arti itulah yang
seharusnya menjadi dasar bagi kita, menuruti perintah-perintah Yesus.
Perintah-perintah yang dimaksudkan dalam tex kita ialah kekuatan-kekuatan yang
menggerakkan dari dalam dan disadari datang dari hubungan batin dengan sang
Guru atau Yesus itu sendiri. Dengan demikian maka tindakan kita sebagai murid
tidak bersumber dari diri dan kemauan kita sendiri. Tapi tindakan kita dijiwai
oleh kehadiran Yesus sang Guru dalam diri kita masing masing. Dunia akan
melihat prilaku dan tindakan kita sebagai murid Yesus yang sejati, ketika kita
tetap setia kepada kebenaran kristus. Sehingga sekalipun Yesus tidak
bersama-sama lagi dengan kita secara fisik tapi dalam Roh Kebenaran, Yesus
selalu siap menjadi penolong di saat saat tergelap sekalipun, dan di jalan yang
licin, berliku-liku, dan berbatu batu.
Persoalannya bagaimana saya dan
saudara-saudari sebagai murid murid Yesus masa kini tahu dan dapat merasakan
kehadiran Roh kebenaran tersebut? Atau bagaimana Penolong itu bertindak? Secara
sederhana dapat dikatakan bahwa Roh Kebenaran dapat bekerja dalam diri kita
sebagai murid Yesus, melalui ketajaman batin masing-masing kita untuk
membedakan yang benar dari yang keliru, (kepekaan hati nurani dalam bertindak
menurut kebenaran). Atau dalam bahasa Yohanes gerakan-gerakan batin yang
berasal dari atas sana disebut ‘perintah perintah yang mengikat dan membuat kita
bertindak. Tapi sekali lagi perlu diingat bahwa dasarnya ialah bila kita
mengasihi Yesus. Tanpa ini, gerakan-gerakan batin itu malah akan mengacaukan
dan membuat kita mandul kerohanian atau hidup semakin terpuruk dan tidak
bermakna. Karena kita tidak akan mampu mewaspadai gerak-gerik kekuatan jahat
dunia ini di mana kita hidup dan di utus untuk bersaksi, bersekutu dan melayani
untuk kemuliaan Allah bukan kemuliaan kita.
Akhiri khotbah
dengan sebuah iustrasi. (Pengkhotbah memegang selembar kertas putih HVS ukuran
folio atau kuarto. Pada kertas tersebut terdapat 3 lingkaran hitam berdiameter
5 cm. ketiga lingkaran tersebut berjajar pada bagian tengah kertas).
Ajukan pertanyaan
kepada jemaat:
-
Apakah yang saudara saudari lihat?
Kemungkinan besar
jawaban jemaat kurang utuh:
- Tiga lingkaran
hitam dan atau
- Selembar kertas
putih dengan tiga lingkaran hitam
Ajaklah jemaat untuk
melihat secara utuh yaitu janganlah melupakan sosok pengkhotbah yang memegang
kertas putih yang terdapat tiga lingkaran hitam. Yang memegang kertas lebih
besar daripada ketiga lingkaran hitam. Juga lebih besar daripada kertas putih.
Itulah manusia. Pandangannya seringkal
terfokus pada yang hitam (baca: masalah, aib, kegagalan, ketakutan,
penderitaan) atau terpesona dengan yang putih (baca: berkat, kesuksesan,
keberhasilan), tetapi melupakan Tuhan yang setia menyertai kita.
Terpujilah Tuhan
Yesus Kristus. Amin
MP
Kamis, 30 Mei
2019
(Kanaikan)
Tata Ibadah:
Kenaikan
Stola &
Antependium: Putih
Bacaan Alkitab:
Kisah Para Rasul 1:1- 11; Lukas 24:44- 53
BERSAKSI BAGI
KRISTUS
Saudara-saudari!
Hari ini
kita merayakan kenaikan Tuhan Yesus ke sorga. Tema yang akan kita renungkan
dalam kebaktian ini adalah; “Bersaksi Bagi Kristus”. Berbeda
dengan perayaan Natal, Jumat Agung dan Kebangkitan Kristus yang biasanya
dirayakan meriah, perayaan Kenaikan Tuhan Yesus justru terlihat biasa-biasa
saja. Hampir tidak ada perayaan khusus yang dilaksanakan gereja selain
kebaktian bersama di hari Kamis ini. Padahal, jika dibandingkan dengan Natal
dan Jumat Agung, peristiwa Kenaikan justru memperlihatkan Yesus yang jauh lebih
spektakuler. Pada saat Natal dan Jumat Agung, kita menyaksikan Yesus yang
begitu ringkih dan hina; Ia lahir di kandang binatang, Ia tumbuh layaknya
anak-anak manusia lainnya, sampai akhirnya Ia terbungkuk-bungkuk memikul salib
dan mati di Golgota. Pada kedua peristiwa itu banyak orang menolak-Nya sebagai
Mesias karena Ia terlihat sangat manusiawi. Namun pada saat peristiwa Kenaikan,
Yesus tampil dalam kemuliaan-Nya. Tidak tanggung-tanggung, pada peristiwa
inilah para murid menyaksikan dengan mata kepala sendiri bagaimana Yesus
terangkat ke langit sampai awan-awan menutupi-Nya dari pandangan mereka. Para
murid terperangah dengan pemandangan itu, sampai-sampai malaikat menegur mereka
dengan perkataan: “Hai orang-orang Galilea, mengapakah kamu berdiri melihat ke langit?”.
Lalu, apa makna peristiwa kenaikan Tuhan Yesus yang kita rayakan ini?
Saudara-saudari!
Ketika
Tuhan Yesus bangkit pada hari minggu Paskah, itu merupakan hari yang paling
menggembirakan bagi para murid. Sebelumnya para murid sempat putus asa dan
kehilangan harapan ketika mereka melihat Guru mereka mati tergantung di atas
kayu salib. Pengakuan mereka akan kemesiasan-Nya gugur seperti daun kering.
Tetapi dengan bangkitnya Yesus dari kematian, seketika itu bangkit pula
impian-impian para murid terhadap-Nya. Keyakinan mereka akan kemesiasan-Nya
diteguhkan kembali. Mereka berpikir; inilah saatnya bagi Yesus menunjukan
wibawa kemesiasan-Nya. Maka tidak heran bila para murid mencoba menggoda Yesus
dengan bertanya di ayat 6: “Tuhan, maukah Engkau pada masa ini
memulihkan kerajaan bagi Israel?”. Meminta Yesus memulihkan kerajaan
bagi Israel sebenarnya adalah desakan agar Yesus segera tampil sebagai
pemerintah yang berkuasa tanpa menunda-nunda lagi. Mereka ingin segera melihat
Mesias perkasa yang menertibkan dunia penuh kejahatan, kekerasan dan kemiskinan
ini muncul di muka publik, dan mereka akan menjadi pendukungnya yang setia di
belakang layar. Tetapi Yesus justru mengambil jalan lain. Di tengah-tengah
harapan dan semangat para murid itu, Yesus malah memilih terangkat ke sorga dan
meninggalkan para murid. Apa maksud Yesus? Apakah Yesus tidak peka bahwa
sekarang para murid memasrahkan segala sesuatu kepada-Nya? Bukankah lebih baik
seandainya “Kenaikan” itu tidak pernah terjadi? Karena andaikata Yesus tetap
tinggal di bumi, Ia bisa menjawab segala pertanyaan, menghapus segala keraguan,
serta menengahi segala perdebatan. Saudara-saudari! Justru itulah salah satu
sebab mengapa Yesus memilih untuk naik ke sorga. Maksudnya adalah; supaya para
murid tidak melulu memasrahkan segala sesuatunya hanya pada Yesus. Sementara
para murid hanya menjadi penonton yang setia. Mereka harus keluar dari balik
layar, dan tampil di atas pentas. Itulah sebabnya Yesus berkata kepada para
murid: “… kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan
Samaria dan sampai ke ujung bumi”.
Maka
peristiwa kenaikan Yesus ke sorga adalah proses pelimpahan tanggungjawab dari
Yesus kepada murid-murid. Yesus memberi ruang dan kesempatan kepada para murid
untuk mengambil alih tugas pemberitaan kabar baik. Jika selama ini para murid
hanya mengikuti Yesus dari belakang sambil mengamati-Nya mengajar dan melayani,
maka sejak kenaikan Yesus ke sorga, para muridlah yang mengerjakannya sendiri.
Mereka harus memberdayakan diri mereka; membuka mulut untuk bersaksi, dan
mengulurkan tangan untuk melayani. Persis seperti yang sudah dicontohkan Yesus
selama 3 setengah tahun bersama mereka. Mereka harus berhenti menjadi penonton,
dan harus menjadi saksi yang aktif bagi Kristus. Tetapi, kalau begitu, masakan
Yesus tega meninggalkan para murid untuk memerangi pertempuran sendirian?
Bagaimana mungkin para murid dapat berhasil bersaksi apabila Ia pergi
meninggalkan mereka? Saudara-saudari! Kenaikan ke sorga bukan berarti Yesus
betul-betul lepas tangan. Kita perlu berhati-hati memahami tentang kenaikan
Yesus ke sorga. Bahwa kenaikan ke sorga tidak boleh kita samakan seperti
perpindahan sebuah materi; ketika Yesus naik ke sorga, maka Ia tidak ada lagi
di bumi. TIDAK SAMA SEKALI! Ia adalah Allah yang Mahahadir. Yesus sendiri
pernah berjanji kepada murid-murid-Nya dalam Yohanes 14:18a; “Aku
tidak akan meninggalkan kamu sebagai yatim piatu.”. Maka saat Ia naik
ke sorga meninggalkan murid-murid-Nya, sesungguhnya Ia pun masih tetap ada di
bumi bersama-sama dengan mereka. Karena di masa selanjutnya Ia menyatakan
kehadiran-Nya dengan cara yang lain, yaitu melalui Roh Kudus yang sekarang
mendiami hati para murid. Di ayat 8 bacaan kita, Yesus berkata kepada para
murid: “… kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu,”.
Jadi, tepatlah apa yang pernah dikatakan oleh seorang bernama Augustine; “Engkau terangkat di depan mata
kami, dan kami pun kembali dengan bersedih, kemudian mendapati Engkau berada
dalam hati kami.”.
Jadi,
sekali lagi, kenaikan Yesus ke sorga adalah pelimpahan tanggungjawab dari Yesus
kepada murid-murid. Di situlah para murid menerima tongkat estafet dari Yesus
untuk melanjutkan pekerjaan-Nya. Para murid diutus menjadi saksi bagi Kristus.
Dan serentak dengan itu pula, Yesus tetap hadir melalui Roh Kudus untuk
menyertai para murid.
Saudara-saudari!
Lalu,
apakah tanggungjawab yang harus dipersaksikan oleh para murid? Bacaan Injil kita
dalam Lukas 24:46-48 mencatatnya sebagai berikut: “Kata-Nya kepada mereka: “Ada
tertulis demikian: Mesias harus menderita dan bangkit dari antara orang mati
pada hari yang ketiga, dan lagi: dalam nama-Nya berita tentang pertobatan dan
pengampunan dosa harus disampaikan kepada segala bangsa, mulai dari Yerusalem.
Kamu adalah saksi dari semua ini.”. Maka seluruh wujud kesaksian dan
pelayanan para murid harus semata-mata mempersaksikan Yesus yang mati dan
bangkit itu. Para murid bertanggungjawab untuk menuntun dunia pada pertobatan
dan menerima pengampunan dosa. Para murid harus turun ke jalanan dunia ini
untuk memberitakan Injil kepada segala makhluk, mengusir setan demi Nama Tuhan
Yesus, berbicara dalam bahasa-bahasa yang baru, dan menyembuhkan orang-orang
sakit.
Kita
dapat menelusuri wujud kesaksian para murid Yesus itu dalam sepanjang sejarah
dunia setelah Kenaikan Yesus ke sorga. Kita ingat bagaimana orang-orang Kristen
perdana akhirnya muncul di atas pentas dunia dengan berjalan keliling sambil
memberitakan firman Allah. Di kemudian hari orang-orang Kristen mendirikan
sekolah-sekolah, rumah sakit dan rumah penampungan bagi orang-orang yang
terbuang. Di masa kini, sebagai murid-murid Kristus, kita pun menyadari bahwa
pelayanan kepada para penderita kusta, tunanetra dan tunarungu, yatim piatu dan
para janda, para pecandu narkotika dan korban bencana alam adalah bagian yang
tak terelakan dari tugas kesaksian gereja. Sebagai murid di masa kini, gereja
dituntut untuk ikut serta menggumuli perjuangan melawan penindasan, kerusakan
lingkungan, melawan segala keadaan yang tidak manusiawi, dan menyatakan
solidaritas kepada orang-orang miskin dan kelaparan, orang-orang yang terbuang
dan tertindas. Murid-murid Kristus dituntut untuk tampil di tengah-tenah
pergulatan dunia itu sebagai wakil Kristus.
Maka,
takala saat ini kita merayakan Kenaikan Yesus ke sorga, kita diingatkan bahwa
Tuhan memberi kepercayaan kepada kita untuk menjadi saksi-Nya di dalam dunia.
Maka sudahkah tugas kesaksian ini kita kerjakan dengan baik? Ataukah kita masih
sama seperti murid-murid Yesus yang terperangah menatap Yesus dan mengharapkan
supaya Ia sendiri yang turun langsung mengerjakannya? Teguran malaikat dalam bacaan kita yang berbunyi: “Hai orang-orang Galilea, mengapakah kamu
berdiri melihat ke langit?”
hendaknya menyadarkan kita juga, bahwa pandangan kita mustinya diarahkan pula
kepada dunia. Dunia ke dalam mana Kristus telah datang, dan ke dalam mana Ia
kini mengutus kita. Sebab tempat kita adalah di situ. Dunia adalah arena dalam
mana kita hidup, kasih mengasihi, bersaksi dan melayani, menderita dan mati
bagi Kristus. Semoga kita semakin bersemangat. Selamat bersaksi. Tuhan
menyertai kita. Amin! AG
Minggu, 2 Juni
2019
(Minggu paskah
7)
Tata Ibadah:
Bentuk I
Stola &
Antependium: Putih
Bacaan Alkitab:
Kisah Para Rasul 16:16- 34; Yohanes 17:20-26
BERDOA DAN
MEMUJI ADALAH CARA
BERLINDUNG
KEPADA TUHAN
Saudara-saudari!
Setelah
kita merayakan hari Kenaikan Yesus ke Sorga pada hari Kamis yang lalu, maka
pada hari ini kita beribadah di hari Minggu yang biasa disebut dalam kalender
gerejawi sebagai Minggu Paskah VII. Minggu ini menjadi menarik karena Minggu
Paskah VII ini berada di antara hari Kenaikan Yesus ke Sorga dan hari raya
Pentakosta. Dalam tradisi banyak gereja, masa rentangan waktu antara hari
Kenaikan Yesus dan hari raya Pentakosta yang berlangsung selama 9 (sembilan)
hari ini dimanfaatkan oleh warga gereja untuk berdoa selama 9 malam
berturut-turut, atau biasa disebut dengan ‘novena’ (novem = sembilan). Itulah sebabnya kedua pembacaan kita di Minggu
ini dua-duanya menceritakan tentang doa, yaitu; doa Paulus dan doa Yesus.
Mungkin
kita memang belum pernah melakukan tradisi berdoa selama 9 malam berturut-turut
selama masa antara Kenaikan dan Pentakosta seperti yang disebutkan di atas.
Tetapi aktifitas berdoa dalam tradisi novena itu penting untuk dicontohi.
Karena selain akan mengikat umat Kristen dalam persekutuan bersama yang indah
lewat berdoa, doa itu juga menjadi ekspresi iman umat Kristen yang terus
mengharapkan perlindungan Tuhan. Sebab dalam 1 Petrus 5:8, kita diingatkan
bahwa lawan kita, si Iblis, berjalan keliling seperti singa yang mengaum-aum
dan mencari orang yang dapat ditelannya. Ketika kita lemah, di situlah Iblis
akan menelan kita. Maka cara agar kita tetap kuat dan terlindung adalah dengan
berdoa memohon perlindungan dari Allah. Hal inilah yang akan kita renungkan
lewat kedua teks bacaan kita hari ini.
Saudara-saudari!
Dalam
perayaan Kenaikan Yesus ke sorga pada hari Kamis yang lalu, kita sudah
merenungkan bersama bahwa Kenaikan Yesus ke sorga adalah proses pelimpahan tanggungjawab dari Yesus
kepada murid-murid. Yesus memberi ruang dan kesempatan kepada para murid untuk
mengambil alih tugas pemberitaan kabar baik. Para murid diutus ke dalam dunia
untuk mempersaksikan Injil Kristus. Tetapi, kita harus sadar pula bahwa tugas
menjadi saksi Kristus di dalam dunia itu bukanlah tugas yang gampang. Sebab
kita diutus bukan ke dalam dunia dongeng yang dapat kita bayangkan penuh dengan
kegembiraan. Kita diutus ke dalam dunia yang sarat dengan isu-isu yang
menggelisahkan dan penuh pergulatan.
Yesus
pernah berkata kepada murid-murid-Nya: “Lihat, Aku
mengutus kamu seperti domba ke tengah-tengah serigala,” (Matius 10:16a). Perkataan Yesus ini bukan hanya perintah
pengutusan, tetapi juga gambaran jelas mengenai suasana di mana kita diutus.
Bahwa sebagai saksi-Nya, kita diutus bukan kepada dunia yang berlimpah damai
sejahtera, tetapi dunia yang mengancam dan penuh konflik. Dunia yang sarat
dengan berita-berita yang memprihatinkan, memilukan hati bahkan mendirikan
buluh kuduk. Dunia yang sedang menderita dan berteriak minta tolong. Oleh karena itu, sekali lagi, menjadi saksi
Kristus di tengah-tengah dunia seperti ini bukanlah tugas yang gampang. Para
murid harus bersiap-siap berhadapan dengan tantangan dan penderitaan.
Pengalaman
Paulus dan Silas dalam pembacaan kita yang pertama adalah contoh yang nyata
bagi kita semua. Ketika mereka pergi ke Filipi untuk memberitakan Injil, mereka
berhadapan dengan sejumlah tantangan. Yang pertama adalah, mereka berhadapan
dengan seorang hamba perempuan yang mempunyai roh tenung. Dalam teks Yunani, ‘roh tenung’ itu disebut sebagai ‘pneuma
Python’ yang berarti ‘roh dewa
Python’. Dalam keyakinan Yunani, dewa ini dianggap menjelma dalam wujud
ular Pyton. Roh itulah yang mendiami seorang hamba perempuan yang berjumpa
dengan Paulus dan Silas di tempat sembahyang di Kota Filipi dan terus
mengganggu mereka. Oleh karena itu, Paulus tidak tahan dan mengusir roh itu
dari perempuan itu. Roh itu akhirnya keluar dari diri hamba perempuan itu.
Tetapi karena pengusiran roh tenung yang dilakukan Paulus dalam Nama Yesus
itulah yang akhirnya membawa mereka pula, Paulus dan Silas, pada tantangan yang
kedua yaitu “Berita Hoax”.
Para
tuan yang mempekerjakan perempuan dengan roh tenungnya itu kehilangan
penghasilan mereka karena roh tenung itu tidak ada lagi. Dengan kemarahan yang
besar mereka menangkap Paulus dan Silas, lalu menyeret mereka ke pasar untuk menghadap
penguasa (Ayat 19). Apakah yang dilakukan tuan-tuan perempuan yang dirasuki roh
tenung itu? Yang mereka lakukan adalah, menyebarkan berita hoax (berita bohong) bahwa Paulus dan Silas
sudah mengacaukan kota. Mereka dituduh telah mengajarkan adat istiadat yang
bertentangan dengan kebudayaan oran Rum (Ayat 20-21). Padahal yang dilakukan
oleh Paulus dan Silas adalah mengusir roh tenung, bukan mengacaukan kota. Namun
publik sudah terlanjur percaya dengan berita hoax itu, dan akhirnya
menghadapkan Paulus dan Silas pada tantangan berikutnya, yaitu: “Penjara”. Mereka didera berkali-kali,
lalu dilemparkan ke dalam penjara di Kota Filipi.
Inilah
deretan tantangan yang dihadapi oleh Paulus dan Silas dalam pemberitaan Injil.
Apa yang mereka alami sesungguhnya adalah gambaran bagi semua pengikut Kristus
dalam memberitakan Injil, bahwa tantangan dan penderitaan akan selalu datang
mengancam. Si Iblis,
dengan tidak kenal lelah, berjalan keliling seperti singa yang mengaum-aum dan
mencari orang yang dapat ditelannya. Tetapi kita harus mencontohi apa yang
dilakukan oleh Paulus dan Silas ketika menghadapi tantangan yang datang
bertubi-tubi itu. Apakah yang mereka lakukan? Pada ayat 25 dicatat seperti ini;
“Tetapi
kira-kira tengah malam Paulus dan Silas berdoa dan menyanyikan puji-pujian
kepada Allah dan orang-orang hukuman lain mendengarkan mereka.”.
Berdoa
dan memuji Tuhan di tengah-tengah penderitaan adalah cara terbaik untuk membawa
diri dalam perlindungan Tuhan. Doa dan pujian akan membawa kita ke dalam tangan
Tuhan, dan mendengarkan suara-Nya di kedalaman hati kita. Kita berdoa, dan
Allah akan bertindak. Dalam Yakobus 5:16b tertulis: “Doa orang yang benar, bila
dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya.”. Itulah yang kita
saksikan di dalam penjara di kota Filipi. Ketika Paulus dan Silas berdoa dan
menyanyikan pujian kepada Allah, tiba-tiba terjadilah gempa bumi yang hebat,
sehingga sendi-sendi penjara itu goyah; dan seketika itu juga terbukalah semua
pintu dan terlepaslah belenggu mereka semua (Ayat 26). Jadi, tantangan demi
tantangan mungkin akan datang bertubi-tubi. Tetapi doa dan pujian kepada Allah
akan membawa kita terus berjalan dengan aman. Sebab kita ada dalam perlindungan
Tuhan.
Saudara-saudari!
Sejak
Kristus naik ke sorga, sampai dengan sekarang ini, para murid, termasuk saudara
dan saya, terus berjuang untuk menjadi saksi Kristus dalam dunia. Dan bersaksi
tentang Kristus dalam dunia ini bukanlah pekerjaan yang muda. Bila kita
mengamati sejarah sejak berdirinya gereja sampai sekarang, barangkali tidak ada
kesimpulan lain yang dapat kita katakan, selain bahwa berdirinya gereja memang
merupakan awal pelayanan misi ke dunia yang penuh tantangan. Tantangan itu
semakin bergolak seiring dengan meningkatnya tugas dan tanggungjawab kesaksian
gereja. Maka aktivitas berdoa dan memuji Tuhan harus sungguh-sungguh dilakukan
oleh kita semua.
Mungkin
kita akan berkata: “Yah, kita kan sudah
melakukannya. Setiap minggu kita berdoa dan memuji Tuhan. Dalam ibadah Kolom
dan Pelka pun kita selalu berdoa dan memuji Tuhan. Lalu apa lagi?”.
Saudara-saudari! Hal yang perlu kita waspadai adalah, ketika aktifitas rutin
itu tinggal menjadi sekadar “rutinitas”.
Seorang tokoh terkenal dari India bernama Mahatma Gandhi, pernah berkata
begini: “Berdoa bukanlah meminta. Itu adalah keinginan jiwa.
Itu adalah pengakuan akan kelemahan seseorang. Lebih baik berdoa dengan hati
tanpa kata-kata daripada berdoa dengan kata-kata namun tanpa hati.”.
Saya
terharu sekali dengan doa Yesus dalam bacaan kita yang kedua. Yesus dengan
sungguh-sungguh menyerahkan para murid-murid-Nya di dalam doa, agar
murid-murid-Nya itu tetap bersatu sekalipun badai pemecah-belah datang silih
berganti. Bayangkanlah, Yesus mengkhususkan waktunya sebelum ditangkap untuk
berdoa bagi kesaksian yang akan dikerjakan oleh para murid. Yesus memahami
bahwa doa itulah cara memohon perlindungan Allah dari segala ancaman Iblis.
Dapatkah kita meneladani cara Yesus, Paulus dan Silas tersebut?
Saudara-saudari!
Memasuki
Minggu Paskah VII ini, kita diingatkan bahwa sebagai murid yang sudah diutus
Tuhan untuk bersaksi di dalam dunia ini, kita pasti akan berhadapan dengan
banyak bahaya dan tantangan karena nama Tuhan Yesus. Oleh karena itu, kita
membutuhkan perlindungan dari Allah melalui doa. Di Minggu Paskah VII ini, kita
mungkin tidak punya tradisi ‘novena’ seperti kebiasaan di
beberapa gereja lainnya. Tetapi berdoalah. Berdoalah untuk dirimu sendiri,
untuk keluargamu, dan untuk tugas kesaksian gereja. Agar sekalipun tantangan
dan bahaya datang mengancam, kita tetap melangkah dengan pasti bersama dengan
Allah yang setia melindungi kita. Amin.
AG
Minggu, 9 Juni 2019
(Pentakosta)
Tata Ibadah: Pentakosta
Stola & Antependium: Merah
Bacaan Alkitab:
Kejadian 11:1-9 (Nas). Yohanes 14:8-17, 25-26.
Saudara-saudara,
Jemaat Yang Dikasihi Tuhan Yesus
Dalam
sejarahnya, menara Babel didirikan untuk satu tujuan yakni Persatuan (Kej.
11:3-4). Upaya dalam membangun atau mendirikan bangunan ini dimulai setelah
adanya peristiwa air bah dizaman Nuh. Dalam nas ini dikisahkan bahwa padawaktu
itu semua orang mempunyai satu bahasa dan satu logatnya. Mereka berangkat
kesebelah timur yakni ketanah Sinear, berdekatan dengan ibu kota Provinsi
Babilonia suatu tempat yang pertamakali ditempati oleh Kus, putera Ham dan oleh
Nomrod. Dan ditempat inilah sebuah sejarah baru terukir dengan dimulainya
pembangunan kota dengan tatanan rancangan pembangunan yang bergaya arsitektur
modern dizamannya dengan disain menara pencakar langit yang menjulang tinggi tepat
berada di tengahnya (Kej. 11:3-4).
Proses
pembangunan itupun dilakukan, dengan harapan semuanya terselesaikan dengan
baik. Akan tetapi harapan itu sirna seketika oleh karna tindakan Allah yang
maha hebat. Allah turun lalu mengacaukan segala rencana manusia itu dengan cara
mengacaukan bahasa mereka sehingga mereka tidaklagi mengerti bahasa
masing-masing dan berakibat pada terseraknya mereka sehingga proses
pembangunanpun terhenti. Sungguh kita memahami, bahwa tujuan awal dri
dibangunnya menara Babel adalah sebuah persatuan, kesan yang muncul di sini
tentu tidak ada yang keliru tetapi mengapa Allah bertindak dengan mengacaukan
bahkan menceraiberaikan mereka seolah-olah Allah bertindak tidak adil di sini.
Di sinilah dibutuhkan pertimbangan yang objektif dalam menganalisa sebuah
perkara.
Saudara-saudara, upaya dalam
membangun menara Babel yang bertujuan menciptakan persekutuan dalam satu
kelompok manusia, terkesan mulia adanya namun dibalik usaha serta kerja keras
yang dilakukan rupanya melahirkan sikap-sikap hidup yang bertentangan dengan
kehendak Allah yakni adanya kecenderungan manusia yang ingin setara dengan
kemahakuasaan Allah, upaya untuk membangun persaingan dengan Allah, dan upaya
untuk memperkuat diri tanpa mengakui kekuatan dan kehebatan Allah. Itulah
sebabnya persekutuan mereka diceraiberaikan Allah. Tentunya sikap yang
ditunjukan Allah disini tidaklah menjelaskan bahwa Allah tidak menyukai
persatuan! Malah sebaliknya Dia mengasihi dan mencintai persekutuan hidup
umatNya.
Saudara-saudara,
Jemaat Tuhan,
Segala
sesuatu yang terjadi atas segala rencana dan rancangan hidup manusia ada dalam
pandangan Allah. jikalau Allah bertindak dengan mengacaukan segala harapan
manusia, itu berarti ada hal yang keliru yang dibuat oleh manusia itu sendiri,
dan bagi Allah hal yang keliru itu harus diluruskan sebagai bagian dari campur
tangan Allah untuk melindungi umatNya dari sebuah kesalahan. Sekali lagi Allah
tidak menentang persatuan/persekutuan yang diciptakan oleh manusia pada upaya
membangun menara Babel. Yang Allah tentang adalah perbuatan salah yang
melanggar ketetapan Allah di balik persatuan/kesatuan yang dibuat oleh manusia
itu yakni keinginan untuk menciptakan persaingan dengan Allah yang didasarkan
pada sikap angkuh dan kesombongan. Sesungguhnya Allah mengasihi kehidupan
umatNya. KasihNya nyata dengan Dia selalu membawa kita pada dekapan kasihNya.
Saudara-saudara,
Jemaat Yang diberkati Tuhan Yesus
Jikalau
pada hari ini, kita berada pada satu peristiwa mulia Allah "Pentakosta",
turunnya Roh kudus atas kehidupan kita tentunya tidak dalam kerangka
menceraiberaikan kehidupan umatNya seperti pada peristiwa menara Babel, tetapi
kehadiranNya dalam karya Roh Kudus adalah menyatukan, mempersekutukan,
menguatkan, meneguhkan umat untuk tetap membangun iman yang dapat merobohkan
dan menceraiberaikan menara-menara babel yang ada dalam hati manusia. Roh kudus
yang diutus Bapa Dialah yang akan mengarahkan kita untuk semakin mengenal Bapa
kita didalam Yesus Kristus sebagai menara kehidupan yang memberikan
perlindungan dan yang menyelamatkan. Tuhan Yesus memberkati kita. Amin IR
Minggu, 16 Juni 2019
(Minggu Trinitas)
Tata Ibadah: Bentuk III
Stola & Antependium: Putih
Bacaan Alkitab:
Amsal 8:1-4, 23-31 (Nas) Yohanes 16:12-15.
Saudara-saudara,
Jemaat Yang Diberkati Tuhan Yesus Kristus,
Kita
bearada pada era tehknologi modern. Kehidupan kini terfasilitasi dengan hal-hal
yang sifatnya modern, dan kita tidak dapat menghindarkan diri dari
kenyataan-kenyataan hidup yang demikian. Saya ambil contoh, tehknologi modern
dalam lingkungan pertanian. Kalau dulu orang membajak sawah dengan menggunakan
tenaga hewan, tetapi sekarang membajak sawah dengan mesin tracktor. Cangkul dan
bajak yang ditarik oleh tenaga hewan tergantikan dengan tenaga tracktor. Hasil
pertanian meningkat, bukan saja cukup untuk dimakan tetapi juga untuk dijual.
Kalau dulu pekerjaan dilakukan dengan sikap gotong royong tetapi kini dapat
dilakukan sendiri-sendiri dengan mengunakan fasilitas yang tidak perlu memakai
banyak tenaga orang segalanya pasti beres. Sehingga yang terjadi dalam
kebanyakan hal dizaman ini "menemukan sesuatu, tetapi kehilangan
sesuatu". Inilah kenyataan dari perubahan dunia dimasa kini. Segala
sesuatu dikuasai oleh tehknologi yang sebetulnya buah dari ilmu pengetahuan.
Dengan gembira kita menyambut semua itu. Tetapi, harus pula kita akui bahwa
selain dampak positif, maka kemajuan yang mengandalkan ilmu pengetahuan dan
tehknologi juga memberi dampak negatif terhadap kehidupan masyarakat dan
lingkungannya.
Dalam
banyak hal terkadang hal ini mengubah tatanan sosial, mengubah nilai-nilai
budaya yang dianut masyarakat. Keadaan ini juga terkadang memukinkan orang
untuk menjadi kecewa, putus asa, hidup dalam ketidakpastian nilai, bagaikan
kapal yang kehilangan arah karena mengalami kerusakan kompas di tengah gelora
samudera yang dahsyat. Itu berarti, pengaruh kemajuan ilmu pengetahuan dan
tehknologi terhadap kehidupan manusia bisa baik, bisa buruk. Disinilah
dibutuhkan hikmat.
Saudara-saudara
Yang Diberkati Oleh Tuhan Yesus Kristus,
Perikop
pembacaan Firman Tuhan kita yang pertama dalam kitab Amsal berbicara tentang
hikmat. Di sini hikmat diposisikan sebagai orang yang berseru-seru di tempat-tempat
yang strategis dan di tempat-tempat tinggi, di tepi jalan dan di persimpangan
jalan. Yang juga bisa berarti di dalam situasi-situasi di mana orang bingung
untuk menentukan arah perjalanan hidupnya. Hikmat berseru-seru di samping
pintu-pintu gerbang artinya di tempat-tempat pengambilan keputusan. Hikmat yang
dalam bahasa ibrani disebut hokmah/khok-mah diartikan sebagai pekerjaan yang
membawa hasil baik. Jadi hikmat menyiratkan luasnya pengetahuan dan dalamnya
pengertian yang menghasilkan pertimbangan yang masuk akal dan jelas. Hikmat
sangat perlu bagi setiap orang. Dengan berhikmatnya seseorang berarti dia
memiliki kecerdasan, pengetahuan yang melahirkan tindakan bijaksana atas sebuah
keputusan.
Saudara-saudara
Yang Dikasihi Tuhan,
Hikmat,
Kecerdasan, pengetahuan adalah trilogi pertumbuhan manusia yang sehat.
Kecerdasan tanpa pengetahua bagaikan pisau yang tak terasah. Pengetahuan tanpa
kecerdasan bagaikan komputer tanpa data. Selanjutnya, saudara-saudara memiliki
hikmat berarti takut akan Tuhan. Takut akan Tuhan adalah keberanian untuk
membenci kejahatan, kesombongan, kecongkakan, tingkahlaku yang jahat, dan tipu
muslihat. Hikmat bukan semata-mata mempunyai makna praktis, tetapi memiliki
nilai iman. Hikmat yang melahirkan Nilai iman inilah yang menuntun kita kepada
kebenaran (Yohanes 16:13). Dengan Hikmat, Tuhan mencipta, menata dan
memelihara. Malahan karya penyelamatan Allah untuk menebus manusia adalah karya
hikmat, sebab Kristus sang juruselamat adalah hikmat Allah. Dia hadir dalam
karya Roh Kudus yang juga akan memampukan kita hidup dalam kebenaran dan
semakin menjadikan kita berhikmat di dalam Tuhan. Terpujilah Tuhan Yesus. Amin IR
Minggu, 23 Juni
2019
(Minggu Biasa)
Tata Ibadah:
Bentuk IV
Stola &
Antependium: Hijau
Pembacaan Alkitab: Yesaya 65: 1-7; Lukas 8 : 26-39
Persekutuan jemaat yang kekasih dalam Tuhan,
Status kekristenan yang
kita miliki dari sebagian besar diantara kita adalah karena warisan. Kita
menjadi orang Kristen karena orang tua kita beragama kristen. Dan tidak sedikit
diantara kita yang memiliki pertumbuhan iman secara alami, dan akibatnya tidak
begitu tangguh/kuat bertahan dikala kita mengalami pergumulan. Kerapkali pun kita menjadi keliru ketika memahami bahwa
keselamatan yang kita miliki adalah sebuah anugerah yang permanen/ tetap. Dan
karena itu walaupun kita hidup jauh dari Tuhan keselamatan itu tidak pernah
akan diambil dari kita. Pemahaman seperti inilah yang menyebabkan umat israel
gagal dalam mempertahankan jati dirinya sebagai umat pilihan Allah.
Persekutuan jemaat yang kekasih dalam Tuhan,
Karena itu dalam perikop
pembacaan yang pertama melalui Yesaya 65:1-77, kita menyaksikan
jawaban Allah atas permohonan doa yang disampaikan oleh orang israel yang
bertobat melalui nabi Yesaya sebagai juru bicara bangsa itu. Mereka memohon
Tuhan turun tangan untuk berbelas kasihan kepada mereka, serta menegakkan
kekudusanNya dan keadilanNya. Walaupun jawaban atas doa
itu tidak dengan serta merta memenuhi harapan dan impian mereka. Sebab lewat
perikop ini, tak segan-segan Tuhan mempertajam pertentangan antara terang dan
gelap, dan menyisihkan seluruh hak istimewa dari bangsa israel. Artinya bahwa janji perkenaan Tuhan dan jaminan
keselamatan itu tidak hanya sebatas kepunyaan dan menjadi milik orang-orang
Yahudi saja, akan tetapi jaminan keselamatan itu juga menjadi bagian
bangsa-bangsa lain walaupun mereka tidak memanggil nama Tuhan. (ay.1,2)
Persekutuan jemaaat yang kekasih dalam Tuhan,
Dakwaan ini tentu sangat
menyakitkan hati, namun itu harus mereka terima sebagai ganjaran dari sebuah
bangsa yang mengaku sebagai bangsa yang kudus dan benar ( ayat 5), tetapi pada
kenyataannya melakukan kekejian-kekejian seperti bangsa kafir. Karena itu garis pemisah dari Allah dengan jelas bukanlah
melintas antara orang Yahudi dan bukan orang Yahudi, melainkan antara “yang
mencari” dan “orang yang meninggalkan”. Itulah sebabnya dalam
perikop pembacaan yang kedua, Yesus mencoba keluar dari wilayah orang Yahudi
dalam pengajaran dan pelayananNya. Ia pergi ke tanah orang
Geresa, yang artinya melampaui daerah tanah Yahudi dan memasuki sebentar daerah
orang-orang yang bukan Yahudi yang dengan hina dianggap oleh orang Yahudi
sebagai orang-orang kafir (bangsa-bangsa lain).
Persekutuan jemaat yang kekasih dalam Tuhan,
Di Geresa Yesus dijumpai
oleh seorang lelaki yang dirasuki setan-setan. Ia membebaskan dan menyembuhkan
orang itu.
Akan tetapi kesembuhan
orang yang sakit itu ternyata tidak membuat orang-orang Geresa menjadi percaya
kepada Tuhan Yesus. Sebaliknya justru mereka lebih terharu karena kehilangan
harta kepunyaan (babi) mereka dari pada karena penyelamatan satu orang. Mereka
lebih mementingkan pertimbangan ekonomis dari pada anggapan-anggapan keagamaan
atau kesusilaan. Kehadiran Yesus dianggap mereka sebagai suatu resiko yang
terlalu besar, sehingga mereka menghendaki agar Yesus segera pergi dan
meninggalkan mereka.
Persekutuan jemaaat yang kekasih dalam Tuhan,
Dan Yesus sungguh-sungguh
pergi. Saat untuk memberitakan keselamatan didunia bangsa-bangsa ternyata belum
tiba. Tetapi, Yesus tidak membiarkan orang-orang Geresa itu begitu saja dalam
nasib mereka. Ia meninggalkan suatu saksi dari perbuatan Allah di
daerah itu, yakni orang yang telah sembuh itu. Tuhan Yesus memerintahkan supaya
orang itu memberitahukan di daerah sekitarnya apa
yang diperbuat Allah kepadanya.
Persekutuan jemaat yang kekasih dalam Tuhan,
Bercermin dari kedua
perikop pembacaan kita saat ini, tentu kita sadar bahwa acapkali kita
terbelenggu dengan cara berpikir kita yang menganggap diri kita lebih benar
dari orang lain, atau mungkin lebih baik dan suci dari orang disekitar kita.
Karena itu saat ini kita diingatkan bahwa karena kasihNya Tuhan Yesus berkenan
mencari, menjumpai dan membebaskan kita dari bebagai “belengguh” yang mengikat
kita selama ini. Ia telah menebus kita dari segala dosa dan kecemaran
kita. Dan tanggapan kita sebagai orang yang percaya kepadaNya adalah terus
mencari dan mengundang Yesus untuk hadir dalam setiap lini kehidupan kita, agar
kita tetap teguh berdiri dalam sebuah pengharapan dan keyakinan bahwa Yesus Kristus
adalah sang Mesias yang hendak membebaskan manusia dari cengkraman kuasa-kuasa
jahat dan dengan demikian mendirikan didunia ini tanda-tanda dari pemerintahan
Allah dan kerajaanNya yang mengandung keselamatan bagi umat manusia. Amin ! KB
Minggu, 30 Juni
2019
(Minggu Biasa)
Tata Ibadah:
Bentuk V
Stola &
Antependium: Hijau
Pembacaan Alkitab: Lukas 9: 51-62
Persekutuan jemaat yang
kekasih dalam Tuhan,
Apa artinya kalau orang mengikut Yesus ? jawaban atas
pertanyaan inipun pasti sangat berpariasi. Ada yang memahami bahwa mengikut
Yesus adalah sebuah pilihan yang mesti dipertahankan seumur hidup, namun pada
kenyataannya bisa berubah karena faktor pergumulan panjang misalnya, atau
mungkin juga karena jabatan pelayanan yang tidak lagi dimiliki sehingga seseorang bisa berbalik arah. Di sisi lain tidak sedikit
orang yang menganggap bahwa mengikut Yesus adalah sebuah kewajiban yang harus
dipenuhi sebagai jawaban iman atas pertolongan dan berkat Tuhan.
Persekutuan jemaat yang kekasih dalam Tuhan,
Perikop saat ini
menyajikan tiga contoh dan motif kalau orang mengikut Yesus. Yang
pertama mengenai seseorang yang penuh semangat datang kepada Yesus dan berkata
: “Aku akan mengikut Engkau, kemana saja Engkau pergi”. Namun ternyata Yesus
tidak bergirang hati ketika mendengar perkataan itu, melainkan Ia
memperingatkan orang itu supaya mereka insaf baik-baik apa yang mereka perbuat
kalau mereka mau mengikut Dia. Dalam ayat 58 Yesus mengingatkan orang itu bahwa
Ia adalah seperti seorang pengembara yang tidak memiliki rumah atau tempat
tinggal yang tetap. Terkadang Ia ditolak, bahkan tidak diberi izin kepadaNya
untuk menginap (ayat 53). Namun arti yang lebih
dalam dari pernyataan ini adalah : bahwa Yesus sedang dalam perjalanan ke
Yerusalem, disana Ia akan ditolak dan dihukum, disana Ia akan menderita dan
mati.
Persekutuan jemaat yang
kekasih dalam Tuhan,
Contoh yang kedua adalah mengenai seseorang yang oleh
Yesus sendiri diajak untuk mengikuti Dia, tetapi orang itu minta supaya
keputusannya diundurkan karena keadaan kaum keluarganya. Menanggapi permintaan
orang itu Yesus menjawab “Biarlah orang mati menguburkan orang mati !” Maksud
perkataan Yesus bahwa siapa yang lebih suka kepada adat terhadap orang mati
dari pada kepada perggaulan dengan Kristus yang hidup, ia sudah mati secara
rohani dan sudah tergolong kepada dunia maut. Tetapi siapa yang telah menemukan
hal Kerajaan Allah, ia telah menemukan hidup yang sejati.
Contoh yang ketiga bahwa
seseorang menawarkan dirinya untuk mengikuti Yesus, namun ia meminta waktu
sebentar untuk berpamitan dengan dengan keluarganya.
Menanggapi tawaran orang
itu Yesus berkata : “Setiap orang yang siap untuk membajak tetapi menoleh ke
belakang, tidak layak untuk Kerajaan Allah.”
Persekutuan jemaat yang
kekasih dalam Tuhan,
Dari ketiga contoh mengikut Yesus tersebut diatas menjadi
jelas kepada kita bahwa mengikut Yesus berarti bersedia melepaskan diri dari
berbagai – bagai ikatan yang memberi keamanan dan ketentraman. Siap menjadi
seorang musafir yang dianggap orang sebagai orang asing, yang tidak disukai. Tuhan Yesus menghendaki agar mengikut Yesus haruslah
bersikap radikal, malahan harus bersedia memutuskan ikatan yang paling akrab
dengan sekitarnya dan dengan adat di sekitarnya, bila ikatan-ikatan itu berlawanan
dengan tuntutan Kristus.
Artinya bahwa Tuhan Yesus
adalah segala-galanya, sehingga apapun yang kita hadapi dan kalaupun kita
disuruh untuk memilih tetap kita memilih Yesus untuk menjadi skala prioritas
utama.
Persekutuan jemaat yang
kekasih dalam Tuhan,
Mengikut Yesus berarti bersedia melepaskan ikatan masa
lalu, dan tidak boleh menggabungkan dua hal : mau mengikut Yesus, tetapi mau
tetap menyimpan dalam hatinya kenangan-kenangan yang baik kepada kaum
keluarganya. Sehingga sewaktu-waktu ia dapat kembali kepada masa dan keadaan
dahulu. Keadaan seperti inilah yang kerapkali terjadi dalam persekutuan pelayanan kita. Mau
menerima tanggungjawab pelayanan, tetapi ketika dalam situasi yang sulit begitu mudahnya membuat pernyataan-pernyataan
yang kurang terpuji untuk mundur dalam pelayanan itu. Sebab itulah maka Tuhan
Yesus mengingatkan bahwa siapa yang hidup dan bekerja dalam Kerajaan Allah, ia
harus menunjukkan segala perhatiannya kepada masa kini dan masa depan. Amin
! KB
Minggu, 7 Juli
2019
(Minggu Biasa)
Tata Ibadah:
Bentuk I
Stola &
Antependium: Hijau
Bacaan Alkitab: LUKAS 10 : 1 – 12, 17-20
Saudara-saudari yang dikasihi Tuhan,
Dikalangan orang
percaya masih banyak yang beranggapan bahwa tugas memberitakan Injil adalah
tugas orang-orang yang memiliki latar belakang pendidikan khusus atau
orang-orang yang memang dipercayakan
tugas itu seperti, pendeta atau hamba-hamba Tuhan yang melayani lewat
pelayanan misi. Tugas memberitakan Injil dan menjadi saksinya adalah tugas
semua orang percaya, bukan hanya menjadi tugas para pendeta, penginjil atau fulltimer. Kenapa demikian? Karena semua
orang yang percaya kepada Yesus adalah utusan-utusannya. Hal itu tercermin pada
ucapan Yesus yaitu, “sama seperti…,
demikian sekarang Aku mengutus kamu” (Yoh 20:21). Tindakan pengutusan tujuh
puluh orang murid yang lain menunjukan bahwa Yesus bisa memakai siapa saja
dalam pelayanan, tidak hanya terbatas
pada kedua belas murid atau terbatas pada segelintir orang saja.
Pengutusan para murid juga mengandung perintah langsung, seperti perintah
seorang komandan kepada prajuritnya yang menuntut kepatuhan prajuritnya. Kata
mengutus dalam bahasa Yunani memakai
kata Apostello, yang berarti memberi
sebuah perintah untuk dilakukan. Sebagai utusan kita harus memiliki kepedulian
yang sama dengan Sang Guru akan banyaknya tuaian dan sedikitnya jumlah pekerja
(ay 2). Sehingga setiap utusan pun merespons pengutusan itu dengan kesungguhan
hati, bukan bersikap “semau gue” atau
setengah hati.
Saudara-saudari yang
dikasihi Tuhan,
Dalam misi ini,
bagaimanapun para utusan akan berhadapan dengan resiko, dimana mereka akan
“seperti domba ditengah serigala”. Yesus memakai kiasan ini untuk menunjukan
ancaman bahaya yang besar yang akan dihadapi dalam tugas mereka nantinya. Bukan
dengan maksud menakut-nakuti tetapi dimaksudkan supaya para utusan selalu
berada dalam keadaan siaga. Sebagai orang yang diutus, disatu pihak kita
dipercayai dan diberi tanggung jawab, dan dilain pihak kita diikut sertakan dan
diberi kuasa dalam proyek Ilahi ini. Medan kehidupan tidaklah mudah, akan
banyak tantangan dan godaan yang mungkin akan menghadang kita dalam hidup
setiap hari, pun akan banyak penolakan yang dihadapi, tetapi kiranya tidak akan
mengurungkan niat kita untuk tetap setia kepada Dia yang kita layani. Karena
itu dibutuhkan kesediaan diri yang sungguh dan setulus-tulusnya dalam melayani
Tuhan. Memberi diri seperti itu mungkin kebodohan menurut kelaziman umum. Sebab
dalam melayani Tuhan kita memberi mulai dari waktu, tenaga, pikiran bahkan
materi. Justru itulah kekuatan orang yang mendengar panggilan Tuhan untuk
melayani yaitu terletak pada sikap mau dan bisa memberi diri.
Saudara-saudari yang
dikasihi Tuhan,
Larangan Yesus supaya
para utusan itu tidak membawa pundi-pundi (tempat uang), bekal atau kasut
seperti yang biasa dibawah orang dalam perjalanan, maksudnya supaya mereka
sepenuhnya hanya bergantung pada pemeliharaan Allah. Larangan untuk memberi
salam selama dalam perjalanan tidak bermaksud membuat mereka yang diutus
bersikap tidak beretika, sombong atau angkuh tetapi supaya jangan gara-gara
memberi salam atau menyapa saudara dalam perjalanan akan memperlambat atau
menghalangi mereka dalam perjalanan. Hal-hal menyangkut membawa barang-barang
penting diperjalanan dan soal memberi salam, dilihat sebagai sesuatu hal yang
akan menghambat atau menghalangi perjalanan. Bukankah kita sering melihat
bahkan mungkin mengalami karna alasan pemenuhan kebutuhan, Tuhan diabaikan dan
dilupakan, dan karena banyaknya kesibukan untuk urusan yang sifatnya duniawi
menjadikan kita lupa tujuan hidup yang sesungguhnya.
Saudara-saudara yang dikasihi Tuhan,
Para utusan adalah
agen-agen pembawa kabar baik, sekaligus pembawa damai sejahtera dalam
pengutusan itu. Untuk itu perlu ada tindakan proaktif, dan ini memerlukan usaha
untuk membawa kabar yang mensukacitakan dan damai bagi sesama manusia, walaupun
perbuatan itu mungkin akan disalah artikan atau bahkan akan ada banyak
penolakan. Beragam karakter manusia pasti akan dihadapi. Karena itu diperlukan
sikap yang bijaksana di dalam menghadapi setiap orang dengan pembawaan mereka
masing-masing. Sebab emosi yang tak terkontrol akan melahirkan tindakan yang
berakibat buruk. Sebagai utusan kita memiliki tanggung jawab untuk menghadirkan
tanda-tanda kerajaan Allah yakni terwujudnya damai sejahtera dalam kehidupan
bersama. Sebagai utusan kita sendiri ditantang untuk tidak henti-hentinya
mewujudkan hal itu dalam hidup setiap hari. Lakukan apa yang menjadi bagian
kita, dan biarkan Tuhan melakukan apa yang menjadi bagian-Nya. AMIN IL
Minggu, 14 Juli
2019
(Minggu Biasa)
Tata Ibadah:
Bentuk II
Stola &
Antependium: Hijau
Bacaan Alkitab: LUKAS 10 :
25 – 37
Saudara-saudara yang
dikasihi Tuhan,
Ada dua aspek tanggung
jawab orang percaya, yaitu aspek yang menyentuh soal hubungannya dengan Tuhan
(vertikal) dan aspek yang menyentuh soal hubungannya dengan sesama
(horizontal). Jadi jelas disini bahwa hidup beribadah kepada Tuhan tidak lepas
dari tanggung jawab sosial dalam kehidupan dengan sesama. Namun ada
permasalahan yang mulai menggejala saat ini, yakni orang mulai memisahkan
antara kedua aspek tersebut. Pemisahan seperti ini memandang hubungannya dengan
Tuhan tidak ada kaitannya dengan hubungannya dengan sesama, ataupun sebaliknya.
Masalah inilah yang nampak dari kesaksian bacaan kita saat ini. Dimana Yesus
menuturkan sebuah cerita dalam bentuk perumpamaan sebagai tanggapan Yesus atas
pertanyaan menjebak dari seorang ahli Taurat, yang punya banyak pengetahuan
soal kebenaran tetapi tidak dipraktekan dalam hidup sehari-harinya. Tujuannya
jelas, yakni bukan mencari kebenaran tetapi untuk menguji Yesus dihadapan orang
banyak dengan maksud untuk mencari kesalahan Yesus. Hal ini diketahui Yesus, bahwa
sang ahli taurat mengajukan pertanyaan bukan untuk mengetahui jawabannya, sebab
sebenarnya dia sudah punya pendapat sendiri akan hal itu. Penggalan sebuah
syair lagu berbunyi, “dihadapan manusia
boleh kau bersandiwara, tapi jangan kepada Tuhan”, artinya bahwa kita
mungkin bisa berpura-pura, menyembunyikan atau menutupi sesuatu tapi tidak
demikian dihadapan-Nya. Sebab Ia Maha mengetahui segala sesuatu yang ada di
dunia ini, termasuk mengetahui isi hati kita.
Saudara-saudara yang
dikasihi Tuhan,
Sekalipun Yesus
mengetahui motif dibalik pertanyaan dari sang ahli Taurat ini, tetapi Yesus
tetap menanggapi dengan sabar, melalui pertanyaan balik yang diajukan Yesus
tentang apa yang dia ketahui sebagaimana yang dipelajarinya dalam Taurat.
Dengan mengutip apa yang ada di dalam Taurat ia berkata, kasihilah Tuhan
Allahmu, dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Nampak disini
bahwa “secara teori” sang ahli Taurat
sudah mengetahui jawaban pertanyaannya, dan Yesus membenarkan jawabannya. Akan
tetapi Yesus tidak berhenti sampai disitu, Ia melanjutkan, “perbuatlah demikian maka engkau akan hidup”. Perkataan Yesus
hendak mengingatkan kita bahwa mengetahui teori untuk mengasihi saja belumlah
cukup, melainkan harus disertai perbuatan nyata. Disini ditegaskan bahwa
kehendak Tuhan tidaklah cukup dipahami saja, sebab yang terpenting adalah
melakukan dan mewujudkannya dalam sikap hidup setiap hari.
Saudara-saudara yang
dikasihi Tuhan,
Pertanyaan selanjutnya
dari sang ahli Taurat, tentang siapakah sesama yang harus dikasihi, sangat
mengejutkan. Sebab bagimana mungkin hal yang sesederhana itu masih harus
dipertanyakannya. Itu berarti dimatanya, tidak setiap orang merupakan
sesamanya. Sang ahli Taurat itu seharusnya tidak bertanya siapakah sesamanya,
tetapi bertanya apakah ia sedang menjadi sesama bagi orang lain. Melalui
perumpamaan yang dikisahkan Yesus, Ia hendak mengoreksi kebiasaan kesalehan
yang palsu, serta membongkar cara pandang yang sangat keliru yang selama ini
melekat dalam diri sang ahli Taurat, serta kebanyakan orang Yahudi tentang
sesamanya. Ahli Taurat tersebut mewakili pemikiran kebanyakan orang Yahudi pada
masa itu, yang memahami “sesama”
sebatas orang sedarah, sesuku dan seagama (orang-orang yang menjalankan tradisi
Yahudi). Dalam kisahnya Yesus menampilkan dua pihak yang sebenarnya memiliki
hubungan yang tidak harmonis, yaitu orang Yahudi (imam dan orang Lewi), dan
orang Samaria (penolong orang yang dirampok). Dalam pandangan orang-orang
Yahudi, orang Samaria merupakan musuh, penghianat yang murtad karena kawin
campur yang mereka jalani. Yesus menunjukan melalui perumpamaan itu, tentang
cinta kasih yang tidak terbatas, yang ditunjukan oleh orang Samaria yang tidak
hanya menunjukan simpatinya terhadap orang yang dirampok tersebut, tetapi
sungguh-sungguh telah berempati monolong dan menyelamatkannya juga. Sebab “sesama” bagi orang Samaria itu tidak
terbatas ras ataupun golongan, melainkan semua orang disekelilingnya termasuk
musuh sekalipun. Teladan orang Samaria yang murah hati, menjadi inspirasi bagi
kita, bagi sikap hidup orang percaya, mendorong kita pula untuk lebih dekat
dengan mereka yang menderita, melalui penghormatan, pengertian, penerimaan,
kelemah-lembutan, belas kasihan dan kesediaan melakukannya tanpa pamrih. Kasih
kepada Tuhan diikuti dan diwujudkan didalam kasih kepada sesama. Sebab
memperoleh hidup yang kekal tidak hanya menyangkut soal hidup beribadah kepada
Tuhan, seperti yang diyakini sang ahli Taurat, melainkan bagaimana ibadah itu
hidup lewat berbuatan hidup setiap hari. Yesus sendiri menegaskan hal itu, “pergilah, dan perbuatlah demikian”.
AMIN IL
Minggu, 21 Juli 2019
(Minggu Biasa)
Tata Ibadah: Bentuk III
Stola & Antependium: Hijau
Bacaan Alkitab: Kejadian 18:1- 10a;
Lukas 10: 38-42
Saudara-saudara,
Jemaat Yang Dikasihi Tuhan Yesus Kristus,
Berdasarkan kesaksian Alkitab
Perjanjian Lama, Allah selalu hadir dan menjumpai umat-Nya dengan berbagai
cara, salah satunya melalui malaikat-Nya. Kehadiran malaikat Tuhan di kehidupan
umat Tuhan sama halnya dengan kehadiran Tuhan Allah sendiri. Malaikat memiliki
peran sebagai utusan Tuhan Allah untuk menyampaikan pesan Tuhan Allah kepada
umat-Nya. Malaikat Tuhan hadir adalah representase atau perwujudan kehadiran
Allah dalam rangka menjumpai umat-Nya. Demikian juga dalam kisah hidup Abraham,
yang adalah Bapa segala orang percaya, Allah berulangkali hadir dan berfirman
kepadanya, dimulai dari pemanggilannya untuk keluar dari kaumnya dan mengikuti
perintah Tuhan untuk menduduki Tanah yang dijanjikan kepadanya. Setelah Allah
mengikat perjanjian dengan Abraham, Allah terus meyakinkan Abraham akan janji
Allah tersebut, bahwa Abraham akan beranak cucu sedemikian banyaknya. Walaupun
janji ini sesungguhnya diragukan Abraham mengingat umurnya dan umur istrinya
yang sudah tua, namun Allah tetap meneguhkan iman Abraham bahwa janji tersebut
pastilah tergenapi. Untuk upaya ini, Tuhan Allah selalu hadir lewat Firman-Nya
ataupun kehadiran Malaikat-Nya seperti kesaksian Alkitab yang menjadi bacaan
kita saat ini. Ketika terik panas, di saat Abraham duduk di pintu kemahnya, ia
melihat 3 orang berdiri di depannya dan segera menyongsong mereka. Sepertinya
Abraham telah mengetahui siapa tamunya (ketiga orang), ia melihat mereka sebagai
tamu yang mesti disambut dan dihormati. Penampakan malaikat ini, pastilah
berbeda dengan kehadiran manusia biasa. Abraham juga sepertinya mengenali
makhluk sorgawi ini, sehingga ketika menyongsong mereka, Abraham harus bersujud
sampai ke tanah sebagai tanda penghormatannya dan tanda kerendahan hatinya.
Saudara-saudara,
Jemaat Yang Dikasihi Tuhan Yesus Kristus
Tradisi menyambut tamu dan
memberikan penghormatan terhadap tamu ditunjukkan oleh Abraham kepada tamunya
tersebut. Menyambut dan menghormati tamu diwujudkannya melalui menyediakan air
pembasuhan untuk kaki sebelum memasuki kemah atau rumah. Kemudian menyajikan
makanan untuk tamu tersebut juga merupakan tindakan penghormatan kepada tamu
tersebut. Abraham memberikan perintah kepada isterinya Sara dan kepada budaknya
untuk mempersiapkan makanan bagi tamunya tersebut. Abraham yang memohon agar
tamunya bersedia menerima tawaran jamuan kasihnya sangat bersukacita karena
tamunya tersebut sudi menerima tawarannya. Abraham sangat bersukacita bahwa
tamunya itu bersedia menerima persembahannya dan Abraham berdiri di sana ketika
mereka sedang makan. Disaat itulah, Tuhan Allah melalui malaikatNya
memberitahukan apa yang hendak mereka sampaikan kepada Abraham, yakni peneguhan
janji Allah tentang kelangsungan hidupnya melalui keturunan yang Tuhan hendak
berikan kepadanya melalui Sara isterinya yang walaupun telah berusia senja.
Kehadiran Tuhan Allah ke dalam kehidupan Abraham merupakan berkat. Kehadiran
Tuhan Allah ke dalam kehidupan Abraham membuat Abraham diliputi sukacita, tidak
ada keluh kesah walaupun ia harus sibuk mempersiapkan segala sesuatu demi
menyenangkan hati tamunya, yakni Tuhan Allah yang diwakili malaikat-Nya.
Saudara-saudara,
Sidang Jemaat Yang Dikasihi Tuhan Yesus Kristus,
Bacaan kita yang
keduapun berkisah tentang bagaimana Tuhan Yesus datang menjumpai dua orang
bersaudara yakni Maria dan Marta di rumahnya. Kedua orang bersaudara ini dengan
sukacita menyambut Tuhan Yesus di rumah mereka, tetapi dengan tindakan yang
berbeda. Marta sibuk mempersiapkan jamuan untuk tamu mereka, sedang Maria duduk
mendengarkan Tuhan Yesus. Akibat hal ini, Marta menjadi mengeluhkan saudaranya
Maria. Di saat itulah Tuhan Yesus menegaskan bahwa Maria telah memilih bagian
yang terbaik, sedang Marta telah menyusahkan diri dengan banyak perkara. Apa
maksud Tuhan Yesus dengan pernyataan ini? Bukankah tindakan Marta merupakan
tindakan menghormati tamunya? Sama halnya yang diperbuat Abraham dalam
menyambut Tuhan Allah yang datang menjumpainya di kemahnya? Apa sesungguhnya
yang hendak dijelaskan kepada kita melalui sikap dan tindakan Abraham dan
tindakan Maria dalam hal menyambut Tuhan Allah di dalam kehidupan mereka?
saudara-saudara, jika diperhatikan dengan seksama, Abraham dan Maria sebenarnya
memberikan penghormatan kepada tamunya dengan tindakan yang sama yakni, bahwa
mereka lebih memilih untuk menyambut Tuhan Allah dengan cara mendengarkan apa
yang disampaikan kepada mereka. dalam kej. 18: 8 b dikatakan bahwa Abraham
berdiri di dekat mereka di bawah pohon itu, sedang tamunya tersebut makan.
Demikian juga yang dilakukan Maria, duduk di dekat kaki Yesus dan
mendengarkannya. Sebenarnya tindakan Marta tidaklah dicela oleh Tuhan Yesus,
tetapi Tuhan hendak mengatakan bahwa sikap yang terpenting yang dikehendaki
oleh umatNya dalam menyambut Tuhannya adalah mendengarkanNya.
Sidang Jemaat,
Saudara-saudara Yang Dikasihi Tuhan Yesus Kristus,
Kesaksian Alkitab saat ini,
sesungguhnya mengandung makna dan pembelajaran yang amat berharga bagi kita
umat Tuhan tentang bagaimana dan apa seharusnya sikap dan tindakan yang
terpenting yang harus kita perbuat dalam rangka merespon kehadiran Tuhan di
dalam kehidupan kita. Kehadiran Tuhan Allah dalam kehidupan kita umat-Nya yang
percaya juga diwujudkan dalam berbagai bentuk cara dan peristiwa. Ibadah yang
di dalamnya pemberitaan Firman merupakan salah satu bentuk kehadiran Tuhan di
dalam kehidupan kita. Dan kehadiran Tuhan ini, adalah Berkat bagi kita. Melalui
kesaksian Alkitab yang kit abaca dan dengar saat ini, kita diajak dan diarahkan
untuk menyambut Tuhan dengan sikap dan respon yang benar, yakni dengan cara
mendengar. Mendengar bukanlah pekerjaan yang mudah, sebab dalam mendengar
dibutuhkan perhatian dan kerelaan serta ketulusan. Mendengar tanpa
memperhatikan sama halnya dengan orang yang bercermin, tidak lama setelah itu
ia lupa bagaimana wajahnya. Mendengar merupakan tindakan yang paling baik dalam
rangka menyambut Tuhan dalam hidup ini. Bukankah iman lahir dari pendengaran,
pendengaran akan Firman Tuhan? Bukankah Firman Tuhan adalah berkat bagi umat-Nya?
Sidang Jemaat,
Saudara-saudara Yang Dikasihi Tuhan Yesus Kristus,
Mungkin bagi
banyak orang, “mendengar” dianggap sebagai tindakan mudah dan sepele. Anggapan ini adalah keliru besar. Sebab
mendengar Firman Tuhan adalah tindakan satu-satunya yang Tuhan kehendaki sebab
dengan mendengar Firman Tuhan, umat niscaya akan mengetahui apa yang Tuhan
kehendaki dan apa yang Tuhan hendak nyatakan di dalam kehidupan kita. “Mendengar’
merupakan tindakan iman yang benar, sebab dengan mendengarkan Tuhan kita mengetahui
apa yang Tuhan janjikan kepada kita, sehingga berdasarkan janji tersebut kita
diarahkan kepada hidup yang berpengharapan. Mendengarkan Tuhan lebih baik
daripada memusingkan diri dengan banyak perkara ketika kita menyambut Dia di
dalam kehidupan kita.
Sudara-saudara,
Sidang Jemaat Yang Dikasihi Tuhan Yesus Kristus,
Sampai saat inipun, Tuhan Allah
senantiasa hadir dan menjumpai kita di kehidupan ini. Walaupun seringkali kita
tidak mengerti dan menyadari bentuk kehadiranNya oleh karena kegagalan kita
mendengarNya. Maka melalui kesaksian Alkitab saat ini, kita diajak untuk
menyambut Tuhan dengan respon dan sikap yang benar, yakni mendengarkan Dia.
Percayalah bapak, ibu, saudara-saudara, bahwa dengan mendengar Tuhan, kita
diberkati, kita diberi janji kasih karunia, kita diarahkan untuk tetap hidup di
dalam pengharapan kita memilih bagian yang terbaik di kehidupan ini. Terpujilah
Kristus Yesus. Amin BPS
Minggu, 28 Juli
2019
(Minggu Biasa)
Tata Ibadah:
Bentuk IV
Stola &
Antependium: Hijau
Bacaan Alkitab:
Mazmur 138; Lukas 11:1- 13
Saudara-saudara,
Sidang Jemaat Yang Dikasihi Tuhan Yesus Kristus,
Ucapan Syukur
yang diungkapkan oleh orang yang percaya kepada Tuhan merupakan refleksi iman
dari umat yang dimaksudkan untuk memuliakan Tuhannya. Ungkapan syukur juga
merupakan pengakuan iman di mana Tuhan Allah telah memberikan apa yang
diperlukan di dalam kehidupannya. Ucapan syukur adalah model atau pola hidup
orang yang percaya kepada Tuhan. Hidup orang percaya adalah hidup di dalam
ucapan syukur kepada Allah dengan dasar iman bahwa hidup yang dihidupi oleh
orang percaya adalah karena kasih karunia Tuhan Allah. Daud banyak kali memberi
kesaksian di dalam kitab Mazmur tentang ucapan syukurnya kepada Tuhan Allah
atas segala karya kasih Tuhan yang dialaminya di segenap perjalanan hidupnya.
Mazmur 138 yang menjadi bacaan Alkitab saat ini juga merupakan Mazmur syukur
Daud yang dialamatkan semata-mata hanya karena kepada Allah sebagaimana
keseluruhan mazmurnya. Ucapan syukur yang lahir dari dalam diri Daud,
sesungguhnya lahir karena dilandasi perenungannya akan segala yang telah Tuhan
lakukan padanya. Di tengah kesesakannya, Daud merasakan bahwa Tuhan
mempertahankan hidupnya, Tuhan membebaskan dia dari cengkeraman musuhnya, Tuhan
menyelamatkannya. (Band. Ay. 7). Dalam keyakinan Daud, Tuhan Allah melihat
orang hina, mengenal yang sombong (ay.6), Daud juga yakin bahwa Tuhan akan
menyelesaikan segala bentuk perkara yang terjadi di dalam hidupnya. Bagi Daud,
kasih setia Tuhan itu kekal sampai selamanya.
Sidang Jemaat,
Saudara-saudara Yang Dikasihi Tuhan Yesus Kristus
Kehidupan Daud,
merupakan kehidupan yang diwarnai dengan berbagai pengalaman hidup yang penuh dengan tantangan
dan pergumulan. Sejak di awal perjalanan kariernya, dia telah diperhadapkan
dengan tantangan yang berat, dia harus terancam oleh mertuanya sendiri, yakni
Saul, dia harus mengasingkan diri dari lingkungannya, harus berpindah dari
bukit batu ke bukit batu yang lain demi keselamatan jiwanya. Dia juga harus
meninggalkan anggota rumah tangganya, dan hidup sebagai pelarian karena ancaman
pembunuhan dari Saul. Dia juga harus berhadapan dengan musuh yakni bangsa
Filistin. Semua pergumulan dialaminya, termasuk kemudian dari kehidupan
anak-anaknya. Akan tetapi, di segenap perjalanan hidup tersebut, Daud merasakan
bahwa Tuhan Allah tidak pernah meninggalkan dia. Tuhan Allah senantiasa setia
dan memberikan keselamatan kepadanya. Itulah yang senantiasa mendorong Daud
mengucap syukur kepada Tuhan Allah. Ekspressi iman Daud yakni bersyukur kepada
Tuhan telah menjadi referensi iman bagi setiap orang percaya dalam mengucap
syukur kepada Tuhannya. Mari kita menyimak dengan seksama seperti apa Daud
mengucap syukur kepada Tuhan. Yang pertama adalah Daud mengucap syukur dengan
segenap hatinya. Artinya bahwa ucapan syukur Daud adalah ucapan syukur yang
dilakukannya dengan sepenuh hati atau dengan totalitas hidupnya. Segenap
kehidupannya, segenap yang dilakukannya ditujukan dan dimaksudkan sebagai
syukur kepada Tuhan demi kemuliaan Tuhan. Yang kedua adalah bahwa Daud bersyukur
dengan sujud ke arah Bait Allah yang suci. Sikap ini mengandung makna bahwa
dalam mengucap syukur, Daud merendahkan dirinya di hadapan Allah, atas dasar
pengakuan bahwa Tuhanlah yang memberikan segalanya berlaku di dalam hidupnya.
Dan kerendahan diri tersebut ditujukannya kepada Tuhan Allah yang Maha Tinggi.
Ketiga, di dalam ucapan syukur Daud, ia memuji Tuhan Allah, dengan pengakuan
bahwa oleh karena kasih dan setia Tuhanlah sehingga ia dapat terbebas dari
segala bentuk ancaman dan pergumulan hidupnya.
Sidang Jemaat,
Saudara-saudara Yang Dikasihi Tuhan Yesus Kristus,
Sebagai umat Tuhan, kita harus terus
dan senantiasa menyadari bahwa sesungguhnya pola hidup yang Tuhan kehendaki
dalam kehidupan kita adalah bersyukur. Tidak ada alasan bagi setiap orang
percaya untuk tidak bersyukur di dalam hidup ini. Sebab adapun hidup kita ini,
bukan lagi kita yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam kita. Oleh
penderitaan, penyaliban dan kematian serta kebangkitan Yesus kristus, hidup
kita telah ditebus dan harganya telah lunas dibayar. Maka kita hidup di bawah
kasih karunia dan janji-Nya. Mengucap syukur mesti keluar dari hidup kita
sebagai bentuk pengakuan kita akan kedaulatan Tuhan Allah. Dalam Firman-Nya
Yesus bersabda: “….mintalah, maka akan diberikan kepadamu, carilah, maka kamu
akan mendapat, ketoklah, maka pintu akan dibukakan”. Janji Firman Tuhan ini
dengan jelas mengingatkan kita bahwa tidak ada yang tidak dapat di kehidupan
ini untuk kita temukan, kita dapatkan dan kita masuki. Asalkan kita memohonnya
kepada Tuhan Allah. Maka kunci untuk mampu mengucap syukur di dalam hidup ini
adalah ketika kita mampu menyadari bahwa segenap hidup kita adalah anugerah
Allah. Ucapan syukur yang berkenan dan dikehendaki Tuhan Allah adalah ucapan
syukur yang dilakukan dengan segenap hati, ucapan syukur yang merendahkan diri
di hadapan Tuhan dan ucapan syukur yang memuji Nama Tuhan. Tidak ada tempat
bagi kemuliaan diri, tidak ada tempat bagi kesombongan dan tidak ada tempat
untuk meninggikan diri di tengah ucapan syukur orang yang percaya kepada Tuhan.
Mengucap syukurlah dalam segala hal di kehidupan ini kepada Allah, mintalah,
maka kamu akan menerima, carilah maka kamu akan menemukan dan ketoklah maka
bagimu pintu niscaya dibukakan. Naikkanlah syukurmu kepada Tuhan dalam doa dan sikap,
serahkanlah segenap hidupmu kepada-Nya. Tuhan Yesus memberkati. Amin. BPS
Tidak ada komentar:
Posting Komentar